Peluh membasahi muka dan tubuh Pouw Keng Thian, ketika seorang diri pemuda itu melakukan pemakaman terhadap semua mayat itu, dan dia mencantumkan nama nama mereka yang dia kenal, sedangkan yang tidak dikenalnya diberikan pula catatan sebagai mayat mayat yang tidak dikenal, dengan menambahkan pula keterangannya pada papan hiasan, bahwa mereka yang tewas adalah menjadi korban pembantaian pihak orang orang Hong bie pang. Setelah selesai melakukan pemakaman terhadap mayat mayat itu, maka Pouw Keng Thian beristirahat dan terpaksa bermalam di tempat bekas kediamannya Leng In Liang, dan esok paginya ia meneruskan perjalanannya sampai memasuki kota Po teng yang ramai.
Didalam kota Po teng itu, secara tidak disengaja Pouw Keng Thian bertemu dengan Cay hong suthay yang sedang melakukan perjalanan seorang diri, sehabis bhiksuni yang sakti itu berpisah dengan Piauwtauw Ma Heng Kong serta keponakannya, yakni dara Ma Kim Hwa yang sudah dikenal oleh Pouw Keng Thian.
Dengan bhiksuni yang sakti itu, pemuda Pouw Keng Thian memang sudah kenal bahkan pernah dia datang menyambangi, selagi dia mendapat tugas membawa surat dari gurunya buat Cay hong suthay, dan pada kesempatan pertemuan itu, Pouw Keng Thian memberitahukan juga perihal tewasnya Leng In Liang dan Kim an ngo kiat yang menjadi korban keganasan orang orang Hong bie pang.
“Kim an ngo kiat tewas...?" tanya Cay hong suthay yang kelihatan sangat kaget, dan bhiksuni yang sakti itu bahkan tak lupa menyebut 'o mi to hud’.
“Benar suthay ..” sahut Pouw Keng Thian yang lalu menambahkan keterangannya, mengatakan bahwa mayat mayat Kim an ngo kiat secara darurat telah dimakamkan didekat gunung Lam san oleh pemilik kedai arak ditempat itu.
(“Kim an ngo kiat tewas oleh orang orang Hong bie pang
? bukankah ilmu lima tenaga harimau tidak mudah dikalahkan .,.?”) pikir Cay hong suthay didalam hati; dan dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali sebab bhiksuni yang sakti ini mengetahui bahkan ikut melatih lima persaudaraan Yo itu, waktu mereka dulu belajar ilmu 'ngo houw-tay sin ciang' atau ilmu tenaga sakti lima harimau yang bersatu padu.
Dahulu, ayahnya lima bersaudara Yo adalah dari Pat kwa bun golongan utara, yang bermusuhan dengan Ong Sin Ho dari Pat kwa bun golongan barat.
Yo Kian Cong, ayahnya lima bersaudara Yo akhirnya tewas di tangan Ong Sin Ho; sementara itu ruman tangga Yo Kian Cong berantakan dan lima bersaudara Yo hidup terpisah satu dengan lain.
Semua peristiwa itu, bahkan segala unsur yang menjadikan pertentangan antara orang-orang Pat kwa bun golongan barat dengan Pat kwa bun golongan utara; diketahui oleh Cay hong suthay dari ayahnya.
Ayahnya Lian Cay Hong (atau Cay hong suthay) bahkan mengetahui dengan baik segala rahasia ilmu silat Pat kwa bun golongan barat maupun golongan utara. Mengetahui bagian-bagian yang ampuh ataupun bagian-bagian kelemahannya. Akan tetapi ayahnya Lian Cay Hong terikat dengan janji untuk tidak mencampuri segala urusan pertentangan kaum Pat kwa bun, sehingga dia tidak berdaya untuk membantu pihak Yo Kian Cong.
Waktu terjadi pertempuran yang menentukan antara Yo Kian Cong melawan Ong Sin Ho, maka ayahnya Lian Cay Hong yakin bahwa suatu melapetaka akan menimpa keluarga Yo Kian Cong; dari itu lekas-lekas dia mendatangi rumah Yo Kian Cong, mengumpulkan lima persaudaraan Yo yang waktu itu masih merupakan bocah bocah yang masih kecil. Kelima telapak tangan kanan dari lima bersaudara Yo ditempatnya diatas meja, lalu bagian belakang dari lima telapak tangan itu digurat panjang lurus memakai ujung golok sampai mengeluarkan darah; setelah itu diberikan obat bubuk supaya luka luka itu segera mengering.
Lewat sepuluh tahun setelah terjadinya peristiwa tewasnya Yo Kian Cong itu, maka perguruan Pat kwa bun golongan barat semakin meluas, sedangkan Pat kwa bun golongan utara tidak lagi terdengar suaranya.
Semua kisah peristiwa yang diketahui oleh ayahnya Lian Cay Hong, telah diberitahukan kepada puterinya, yakni ketika Lian Cay Hong sudah menyelesaikan pelajaran ilmu silat diatas gunung Ngo bie san. Dan kepada Lian Cay Hong telah pula diserahkan sebuah kitab ilmu silat ngo how tay sin kang yang khusus buat dipelajari dan dipergunakan oleh kelima dari persaudaraan Yo untuk melakukan balas dendam terhadap Ong Sin Ho.
Setelah ayahnya wafat, maka Lian Cay Hong mulai mencari lima persaudaraan Yo untuk memenuhi pesan ayahnya. Akan tetapi pekerjaan mencari lima bersaudara itu bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, oleh karena sejak ayah mereka tewas di tangan Ong Sin Ho, mereka berlima tidak diketahui jejaknya bahkan menjadi orang buruan pihak Ong Sin Ho yang hendak membasmi semua keluarga Yo Kian Cong.
Dalam usaha melakukan pencarian itu Lian Cay Hong tiba di Hang ciu dan singgah di Hui eng piauwkiok, perusahaan pengangkutan ‘garuda terbang' yang pemiliknya memang dikenal oleh Lian Cay Hong; dan diluar dugaan diperusahaan itu dia bertemu dengan Yo Jim, putra kedua dari almarhum Yo Kian Cong yang memang sedang dicari.
Waktu itu Yo Jim merupakan seorang pemuda gagah perkasa yang gemar memakai pakaian serba putih. Dikalangan rimba persilatan Yo Jim mendapat gelar sebagai si Gagak putih yang perkasa, sampai kemudian dia bekerja sebagai piauwsu di perusahaan Hui eng piauwkiok; dan didalam menunaikan tugasnya mengawal kereta piauw, tak banyak rintangan yang dia hadapi di tengah perjalanan; berkat kegagahan dan berkat nama Hui-eng piauwkiok yang sudah sangat terkenal !
Adalah cacad luka guratan ujung golok pada telapak tangan kanan, yang menyebabkan Lian Cai Hong mengenali Yo Jim sebagai puteranya almarhum Yo Kian Cong.
Pada mulanya Yo Jim kelihatan heran, oleh karena ada seorang dara jelita yang perkasa dan yang mengetahui tentang dia dan nama ayahnya; akan tetapi setelah Lian Cay Hong menceritakan, maka dengan hati-hati dan semangat yang membara, Yo Jim bertekad hendak melakukan balas dendam.
Bagi Yo Jim memang dia masih belum jelas mengenai permusuhan antara ayahnya dengan pihak Ong Sin Ho. Setelah dia mengetahui dari Lian Cay Hong, yang juga telah menceritakan tentang ilmu 'ngo houw-tay sin kang' dan tentang cacad pada tangan kanannya; maka dia bertekad hendak mencari ke empat saudaranya.
“Bagus! kau carilah mereka dan aku pun akan terus membantu mencari. Lagi dua bulan kita nanti bertemu disebuah kuil rusak yang letaknya diatas bukit Kim nia, terpisah tidak terlalu jauh dari dusun Ong kee po..." kata dara Lian Cay Hong yang kelihatan girang dan bersemangat.
(Dusun Ong kee po yang dimaksud oleh Lian Cay Hong, adalah tempat tinggalnya Ong Sin Ho).
"Terima kasih, Lian kouwnio ..." sahut Yo Jim waktu itu, sambil dia memberi homat. Setelah itu Lian Cay Hong meneruskan perjalanannya, hendak mencari ke empat persaudaraan Yo.
Pada suatu hari dara Lian Cay Hong yang melakukan perjalanan seorang diri, telah menyewa sebuah kereta kuda berikut saisnya; dan di tengah perjalanan kereta itu dihentikan oleh seorang yang hendak ikut menumpang dan seseorang itu duduk dibagian atas kereta di sisi sais.
Dari tempat duduknya yang tertutup rapat, Lian Cay Hong tidak dapat melihat muka laki laki yang ikut menumpang itu sampai kemudian mereka tiba didusun Han kee cip, dan Lian Cay Hong turun serta membayar uang sewa kereta, lalu dia memasuki suatu kedai arak untuk beristirahat.
Waktu Lian Cay Hong baru saja duduk memesan makanan; maka dia mendengar ada suara ribut ribut dari orang orang yang sedang bertengkar. Dari tempat duduknya itu Lian Cay Hong lalu mengawasi sehingga diketahui olehnya bahwa yang sedang bertengkar adalah sais kereta tadi dengan laki laki yang menumpang yang ternyata sedang memaksa hendak minta diantarkan terus sampai ke dusun Ong kee po.
Pada waktu itu dusun Ong kee po sudah sangat terkenal sebagai suatu dusun yang galak orang orangnya; terutama mereka yang mengaku menjadi murid murid Pat kwa bun golongan barat. Sudah seringkali terjadi bahwa para pendatang atau orang orang yang sedang lewat didusun Ong kee po kena dianiaya oleh murid murid Pat kwa bun golongan barat yang dipimpin oleh Ong Sin Ho.
Sais kereta itu agaknya tidak berani datang ke dusun Ong kee po dari itu dia menolak waktu diminta mengantarkan oleh si penumpang tadi; dan si penumpang yang memang kelihatan galak, menjadi marah sampai kemudian dia menarik tubuh sais itu yang sedang berdiri diatas kereta, sampai sais itu terjatuh lalu ditendang sehingga terguling- guling.
Agaknya laki laki galak itu masih belum merasa puas dengan perbuatannya, sebab dia telah mengambil pecut kuda, yang lalu digunakan buat memecut sais itu; sehingga sais itu berteriak kesakitan sedangkan pakaiannya sampai ada yang robek bekas kena dipecut.
Banyak orang orang yang ikut menyaksikan kejadian itu, akan tetapi tidak ada seorang pun yang berani memberikan bantuan atau pertolongan bagi sais yang malang itu, sebab ada orang orang yang mengetahui bahwa laki laki galak itu katanya adalah orang Pat kwa bun golongan barat dari dusun Ong kee po; sehingga orang orang menjadi ketakutan bahkan mengeluarkan suara penyesalan dengan mengatakan sais itu sudah berani membangkang.
Setelah Lian Cay Hong ikut mengetahui bahwa laki laki yang galak itu katanya orang Pat kwa bun golongan barat; maka dia mengawasi dengan penuh perhatian dari tempat duduknya, sampai dia teringat bahwa laki-laki itu bernama Coa Wi Su, orang keempat dari lima ular belang yang memang terkenal paling galak.
Dahulu waktu ayahnya masih menetap di dusun Ong kee po, memang pernah beberapa kali Lian Cay Hong pulang dan diajak berkunjung ke rumah Ong Sin Ho, sehingga antara mereka sudah saling mengenal, bahkan Ong Sin Ho selalu menyebut Lian Cay Hong dengan sebutan 'si jelek'.
Kata kata "jelek” itu bukan dalam arti kata Lian Cay Hong bermuka jelek, akan tetapi Ong Sin Ho memakai istiIah “jelek" buat menyindir ayahnya Lian Cay Hong yang dianggap adatnya jelek, berhubung ayahnya Lian Cay Hong tidak mau berpihak pada Ong Sin Ho dalam menghadapi urusan pertentangan dengan pihak Kian Cong.
Adapun selagi Coa Wie Su hendak mengulang perbuatannya memecut sais kereta itu, maka muncul seorang pemuda yang bergerak dengan gesit menangkap ujung pecut yang hampir menghajar sais itu lagi.
Pemuda tidak dikenal itu menarik ujung pecut yang masih dipegang oleh Coa Wie Su, maksudnya adalah untuk membikin Coa Wie Su terjerumus karena tarikannya, akan tetapi pemuda itu menjadi terkejut ketika mendapati Coa Wie Su tidak tergeser dari tempatnya, oleh karena agaknya Coa Wie Su telah mengerahkan tenaganya sambil dia perlihatkan senyum menghina.
“Bagus ...!” seru pemuda tidak dikenal itu lalu dia menarik lagi dengan menambah kekuatan tenaganya.
Maka terjadilah tubuh Coa Wie Su terlempar keatas udara dari tempat dia berdiri diatas kereta, sedangkan pemuda tidak dikenal itu juga ikut terlempar tinggi, karena agaknya kedua-duanya sama-sama menarik memakai tenaga yang besar yang mengakibatkan pecut kuda itu terputus menjadi dua.
Dara Lian Cay Hong yang masih tetap duduk ditempatnya sempat melihat pemuda yang tidak dikenal itu yang berpakaian semacam orang desa, memakai tudung bercaping lebar yang bagian tengahnya bolong, mengakibatkan bagian atas kepalanya atau kondenya jadi nongol keluar kalau dia sedang memakai tudung caping yang lebar itu, sedangkan disekitar tudung caping itu sangat tipis dan tajam, karena sesungguhnya tudung caping itu dibuat dari bahan baja pilihan. Jelas bahwa tudung caping itu bukan sembarang tudung, akan tetapi merupakan senjata yang istimewa. Dipihak Coa Wi Su yang memang terkenal galak, segera dia mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang golok, lalu dia mulai melakukan serangan maut dengan mengerahkan ilmu silat golok Pat kwa to, sehingga pemuda tidak dikenal itu harus buru-buru menyiapkan tudungan yang istimewa yang ternyata benar benar merupakan senjatanya.
Dengan perlihatkan kegesitannya, secara lincah pemuda yang tidak dikenal itu menghindar dari setiap serangan golok lawannya, bahkan sempat melancarkan serangan balasan memakai tudungnya yang istimewa, tanpa menghiraukan tudungnya yang istimewa itu terbentur dengan golok lawan yang dipakai untuk menangkis sehingga bunyi suara nyaring seringkali terdengar sampai memantul akibat kedua benda logam itu saling bentur.
Didalam hati Lian Cay Hong memuji kecerdasan pemuda itu. Dilihat dari cara dia bertempur yang gesit gerak tubuhnya, serta penuh dengan berbagai serangan tipu daya disamping dia memiliki senjata yang istimewa, sewaktu-2 dapat dia lontarkan semacam "piring terbang” yang mencari sasaran, lalu senjatanya itu kembali lagi ketangannya karena cara melontarkannya berputar sedemikian rupa, dapat diarahkan kemana saja yang hendak dia tujukan dengan cara yang sangat terlatih.
Akhirnya Coa Wie Su menjadi mati daya terlebih waktu goloknya terlempar jauh lepas dari tangannya, kena tangkisan dahsyat dari pemuda lawannya, dan diapun kena tendangan geledek sehingga dia rubuh terguling untuk dilain saat pemuda itu sudah menyusul dia, menginjak tubuhnya memakai sebelah kaki, lalu senjata yang istimewa itu siap hendak dipakai buat membinasakan Coa Wie Su. "Tunggu..,.!” teriak dara Lian Cay Hong yang sudah lompat melesat dari tempat duduknya sehingga selekas itu juga dia sudah berdiri didekat kedua laki laki itu.
Gerak yang gesit dan ringan dari Lian Cay Hong telah mempesona seorang pemuda itu, sehingga dia menunda senjatanya dan mengawasi wajah muka yang cantik yang sedang berdiri didekatnya dengan seberkas senyum yang menawan hati.
Di pihak Coa Wie Su, dia kelihatan girang melihat Lian Cay Hong yang memang dia sudah kenal; padahal sejak tadi tidak mengetahui bahwa dia bahkan berada didalam kereta yang sama. Akan tetapi dalam keadaan yang tidak berdaya, Coa Wie Su tidak menyapa sebab dia merasa malu sebaliknya dia diam mendengarkan percakapan yang dilakukan antara dara Lian Cay Hong dengan pemuda yang tidak dikenal itu.
"Lepaskan dia, supaya dia pulang ke dusun Ong kee po..." demikian terdengar kata Lian Cay Hong sambil menunjuk Coa Wie Su yang masih diinjak dengan sebelah kaki oleh pemuda itu.
Pemuda yang tidak dikenal itu kelihatan masih tetap seperti terpesona. Agaknya terlintas didalam pikirannya, bahwa dara jelita yang sedang berdiri dihadapannya itu, tentu dari pihak orang orang Ong kee po.
"Apakah kouwnio dari pihak mereka ...?” akhirnya tanya
pemuda itu dengan perlihatkan senyum menghina.
"Bukan " sahut dara Lian Cay Hong wajar dan tenang;
lalu dia menambahkan perkataannya :