Mutiara Hitam Chapter 80

NIC

Kakek gundul yang tidak pandai bicara itu berkata sambil mengangguk-angguk.

Kwi, Lan selain pemberani, juga amat cerdik. Ia kini tidak berani memandang rendah orang lain. Sudah terlalu banyak ia melihat orang-orang pandai yang ilmunya. luar biasa seperti Pak-kek Sin-ong, Lam-kek Sian-ong, Bu Kek Siansu, dan tadi pun ia melihat betapa lihainya Bu-tek Siu-lam. Kakek gundul tinggi besar ini tentu sahabat Bu-tek Siu-lam dan jelas memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Buktinya, tanpa dapat ia cegah tadi telah menawahnya sedemikian mudahnya. Setelah kini mendengar bahwa kakek itu menawannya dengan niat mengambilnya sebagai murid, Kwi Lan menjadi lega hati dan tersenyum mengejek.

"Kakek gundul, jangan kau mimpi pada siang hari. Kau ingin menjadi Guruku? Sungguh lamunan kosong. Sampai di manakah tingginya ilmu kepandaianmu maka kau mempunyai keinginan seperti itu? Apakah kau mampu menandingi.. Bu Kek Siansu?"

Thai-lek Kauw-ong membelalakkan kedua matanya dan mulutnya terbuka. Sejenak ia tidak mengeluarkan suara. Sudah terlalu lama ia mendengar tentang nama besar Bu Kek Siansu yang disebut oleh segala macam golongan dengan sikap hormat dan kagum, bahkan dianggap sebagai dewa. Melihat betapa orang-orang pandai demikian menghormat, biarpun ia sendiri belum pemah jumpa, sedikit banyak ia merasa segan juga. Akan tetapi kini mendengar ucapan gadis ini yang mengandung tantangan ia segera menjawab.

"Aku ingin mencoba kepandaiannya? Apakah dia Gurumu?"

"Bukan. Sayang aku bukan muridnya karena kalau aku muridnya, tentu sejak tadi kau sudah menggeletak tanpa nyawa lagi. Kau belum cukup pandai untuk menjadi Guruku kalau kau belum mampu menandingi Bu Kek Siansu"

Panas hati kakek itu. Selama ini, sudah puluhan tahun ia tidak pernah menemui lawan yang sanggup mengalahkannya.

Selama puluhan tahun bertapa di pulau-pulau kosong di laut timur telah menghasilkan ilmu yang hebat-hebat pada dirinya. Di samping himpunan tenaga Thai-lek-kang yang dahsyat, juga ia telah menciptakan ilmu silat tangan kosong yang ia namakan Soan-hong-sin-ciang. Ilmu ini ia ciptakan dengan mengambil dasar gerakan pusaran angin diwaktu badai mengamuk di pulau-pulau kosong. Di samping Sian-hong-sin-ciang ini, juga senjatanya sepasang gembreng amat hebat. Suaranya saja sudah dapat merobohkan seorang lawan tangguh. Tidak mengherankan apabila kakek ini tidak pernah bertemu tanding dan kemenangan-kemenangan itu membuatnya haus, haus akan pertandingan-pertandingan baru dan ke menangan-kemenangan baru.

"Boleh coba. Hayo siapa yang dapat mengalahkan aku?"

Seru kakek itu sambil berdiri tegak, agak membungkuk seperti seekor monyet besar. Kwi Lan tertawa lalu berkata,

"Wah, lagaknya. Tentu saja, karena tahu di sini tidak ada siapa-siapa lalu mengeluarkan ucapan besar dan bersumbar. Sekarang begini saja, eh.. siapa namamu tadi?"

Thai-lek Kauw-ong menyipitkan matanya, memandang penuh perhatian. Masih terbayang ia akan Bu-tek Siu-lam yang mempermainkan Po Leng In tadi dan diam-diam ia membayangkan bahwa gadis di depannya ini jauh lebih cantik jauh lebih indah bentuk tubuhnya daripada Po Leng In. Thai-lek Kauw-ong bukan seorang bermata keranjang, bahkan sudah puluhan tahun ia tidak pernah mau mendekati wanita. Namun, perbuatan, Bu-tek Siu-lam tadi membuat hatinya bergerak dan nafsu yang sudah lama tidur kini ikut bergerak hendak bangkit kembali.

"Orang menyebutku Thai-lek Kauw-ong,"

Jawabnya singkat.

"Wah, cocok. Memang mukamu seperti raja monyet. Dan melihat nama julukanmu, tentu engkau memiliki tenaga besar. Nah, sekarang coba kau perlihatkan kepandaianmu agar dapat kubandingkan dengan ilmu-ilmu yang pernah kusaksikan dari Bu Kek Siansu."

Thai-lek Kauw-ong berpikir sejenak. Ia harus mendemonstrasikan kepandaian, terutama tenaganya untuk menundukkan gadis yang berani ini. Ia melihat sebatang pohon tak jauh dari tempat itu, maka ia mendapat pikiran baik. Ia menudingkan telunjuknya ke arah pohon sambil berkata.

"Kau lihat, dari tempat ini aku sanggup sekali pukul, membikin rontok semua daun dari atas pohon itu"

Kwi Lan memandang dan ia tercengang. Betulkah itu? Seorang yang memiliki sin-kang amat hebat sekalipun, sekali memukul dari jarak jauh paling-paling hanya akan membikin rontok puluhan, helai daun. Pohon itu daunnya amat lebat, tidak hanya puluhan, bahkan ratusan dan ribuan helai daunnya. Mungkinkah kakek ini akan mampu memukul rontok semua daun itu hanya dengan sekali pukul? ia tidak percaya dan menggeleng kepala, tersenyum lebar dan berkata.

"Kakek sombong, bagaimana aku bisa percaya kalau tidak melihat buktinya sendiri? Akan tetapi kau harus merontokkan semua daunnya, sehelai pun tak boleh ketinggalan."

"Hemm, kau lihat baik-baik"

Thai-lek Kauw-ong berseru, panas juga hatinya diejek dan digoda oleh nona yang pandai bicara itu.

Thai-lek Kauw-ong lalu menekuk kedua lututnya sampai hampir berjongkok, tubuhnya merendah dan ia mengumpulkan tenaga Thai-lek-kang, kedua tangannya, dengan jari-jari terbuka dan agak ditekuk ujung menempel di kedua pangkal paha matanya mencorong memandang ke arah pohon itu, kemudian dari kerongkongannya keluar suara kasar dan parau seperti suara burung gagak dan kedua tangannya didorong ke depan, agak ke atas mengarah pohon. Hebat bukan main akibatnya. Dari kedua. lengan tangan raksasa gundul ini menyambar angin yang dahsyat ke arah pohon, membuat batang pohon seperti didorong tenaga raksasa sehingga miring dan cabang-cabangnya bergoyang-goyang sehingga semua daunnya rontok dan melayang turun bagaikan hujan lebat. Itulah ilmu pukulan Thai-lek-kang yang luar biasa dahsyatnya dan sukar dilawan.

Kwi Lan terkejut sekali. Sekilas pandang saja ia dapat melihat bahwa kakek itu benar-benar telah berhasil merontokkan semua daun pohon sekali pukul. Ketika ia melihat daun-daun rontok berhamburan sebagian melayang ke arah tubuhnya, gadis ini cepat mengerahkan tenaga menggerakkan kedua tangan cepat sekali, menyambar dan menangkap beberapa helai daun lalu mengerahkan tenaga sin-kang menyambitkan daun-daun itu ke arah dahan pohon. Daun itu masih melayang-layang akan tetapi melayang ke atas dan dengan tepat tangkai daun-daun itu menancap pada ranting pohon.

"Hi-hik, Thai-lek Kauw-ong, masih ada beberapa helai daun yang tinggal, tidak rontok semua"

Kwi Lan mengejek, Gadis ini tidak peduli apakah kakek itu tahu akan perbuatannya atau tidak karena ia memang hanya berniat menggangu sambil memperlihatkan pula kepandaiannya untuk membuktikan bahwa ia pun bukan tidak memiliki kepandaian.

Posting Komentar