Lembah Selaksa Bunga Chapter 19

NIC

“Ah, dan engkau juga cinta padanya?”

Li Ai hanya mengangguk perlahan dan menundukkan mukanya.

“Kalau begitu, biar aku mencarinya dan kuberitahuan bahwa engkau berada di sini. Kalau memang dia mencintamu, tentu dia akan datang dan meminang ke sini.”

“Tapi...... tapi, Enci, keadaanku sekarang...... aku sudah ternoda...... bagaimana mungkin aku menjadi isterinya?” Li Ai terisak sedih.

“Mengapa tidak mungkin? Kalau memang Bong Kongcu itu mencintamu, Li Ai, hal itu pasti bukan merupakan halangan. Kau tunggu saja di sini, aku akan ke kota raja mencarinya dan memberitahu padanya bahwa engkau sekarang tinggal di sini. Kalau dia mencintamu tentu dia akan datang menjemputmu di sini.”

“Akan tetapi kalau dia datang, apa yang harus kuperbuat? Apa yang harus kukatakan padanya? Apakah

aku harus berterus terang mengatakan bahwa aku telah...... telah...... dinodai dua orang tokoh Pek-lian- kauw jahanam keji itu? Enci aku takut ”

“Li Ai, kalau engkau memang mencintanya, engkau tidak perlu takut dan kalau dia memang mencintamu, dia akan memaklumi keadaanmu yang tidak berdaya dan menaruh kasihan kepadamu. Memang sebaiknya berterus terang, karena kalau engkau sembunyikan dan kemudian dia mengetahui, hal itu sungguh tidak baik jadinya. Nah, kautunggu saja di sini!”

Siang Lan lalu pergi meninggalkan Lembah Selaksa Bunga menuju ke kota raja. Dalam perjalanan yang dilakukannya dengan cepat ini, Siang Lan banyak melamun. Ia tidak dapat melupakan pria yang telah menolongnya ketika ia dikeroyok tokoh-tokoh Pek-lian-kauw yang lihai. Bagaimana mungkin ia dapat melupakan orang itu? Tanpa pertolongannya, tentu ia dan Li Ai telah tewas atau terjatuh ke tangan orang- orang Pek-lian-kauw. Ia merasa menyesal sekali tidak sempat berkenalan dengan penolongnya itu. Sudah dua kali ia ditolong orang tanpa mengenal penolongnya. Yang pertama ketika ia dikeroyok oleh Cin Kok Tosu dan Cia Kun Tosu, dua orang tokoh Pek-lian-kauw yang memperkosa Li Ai, ia dibantu orang yang tidak memperlihatkan diri dengan sambitan batu ke arah dua orang lawannya itu, kemudian ketika ia roboh pingsan, ada yang mengobatinya sehingga ia terbebas dari racun. Ia tidak sempat melihat siapa penolongnya yang pertama itu.

Kemudian, untuk kedua kalinya ia ditolong, bahkan diselamatkan orang dan ia masih sempat melihat penolongnya walaupun ia tidak sempat mengetahui siapa nama penolongnya itu. Apakah dia juga yang dulu pernah menolongnya tanpa ia lihat orangnya? Ia tidak dapat melupakan wajah laki-laki penolongnya itu dan ingin sekali ia bertemu untuk sekadar mengucapkan terima kasihnya.

Bahkan ada harapan yang lebih dari sekadar mengucapkan terima kasih, yaitu ia ingin sekali memperdalam ilmu silatnya, berguru kepada laki-laki itu. Dari gerakan orang itu, ia tahu benar bahwa dia memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi dan kalau ia dapat berguru kepadanya, mungkin ia akan mampu kelak membalas dendamnya kepada Thian-te Mo-ong, jahanam berkedok setan yang telah memperkosanya dan menghancurkan kebahagiaan hidupnya. Akan tetapi, ke mana ia harus mencari penolongnya itu? Ia hanya pernah melihatnya, mengenal wajahnya akan tetapi tidak tahu siapa namanya dan di mana tempat tinggalnya.

Teringat akan kenyataan ini, hatinya merasa kecewa dan murung. Ia lalu mengerahkan gin-kangnya dan berlari cepat sekali menuju ke kota raja. Kalau ia sendiri tidak mungkin membangun penghidupannya yang sudah runtuh dan mustahil dapat hidup berbahagia, setidaknya ia dapat membantu Li Ai untuk mulai hidup baru, berbahagia bersama pria yang dicintanya!

Bong Kin atau yang biasa dipanggil Bong Kongcu (Tuan Muda Bong) adalah putera tunggal Bong Wan-gwe (Hartawan Bong), seorang pedagang rempah-rempah yang kaya raya di kota raja. Seperti sudah lajim terjadi, baik di kota-kota daerah atau di ibu kota (kota raja), para hartawan selalu berhubungan dekat dan akrab dengan para pembesar atau pejabat tinggi. Dua golongan masyarakat ini memang saling membutuhkan dan saling bantu.

Si Pembesar membantu dengan kekuasaan jabatan yang dipegangnya, sebaliknya Si Hartawan membantu dengan harta yang dimilikinya. Kerja sama ini mendatangkan keuntungan kedua pihak. Yang kaya menjadi semakin kaya dan Sang Pembesar pun memperoleh hasil yang ribuan kali lipat besarnya daripada gajinya yang dia dapatkan dari pemerintah.

Demikian pula dengan Hartawan Bong. Perusahaannya, yaitu berdagang rempah-rempah menjadi semakin besar karena dengan perlindungan pembesar yang berwenang, dia memiliki monopoli atas bermacam- macam rempah-rempah terpenting sehingga dia dapat mengendalikan harga hasil bumi itu dan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Tentu saja sebagian keuntungan itu lari ke dalam kantung pembesar yang melindunginya.

Siapa yang menderita rugi? Tentu saja pertama adalah rakyat kecil, terutama para petani yang menanam rempah-rempah itu karena harganya ditekan serendah-rendahnya oleh Hartawan Bong sebagai pembeli tunggalnya.

04.11. Motivasi Cinta Seorang Pemuda

Hubungan Hartawan Bong dengan para pembesar di kota raja amat dekat. Dia tidak sayang menghamburkan uang untuk dapat mengikat persahabatan dengan para pembesar. Maka, Hartawan Bong mengenal hampir seluruh pejabat sipil maupun militer yang berkuasa waktu itu di kota raja, termasuk mendiang Panglima Kui Seng.

Biarpun dia tidak membutuhkan bantuan dari panglima ini, juga sebaliknya Panglima Kui tidak pernah menerima semacam “upeti” darinya, namun tetap saja Hartawan Bong mendekatinya dengan cara mengirimkan hadiah barang atau makanan pada waktu-waktu tertentu, seperti hari raya dan sebagainya. Bahkan dia sering pula datang berkunjung sekadar untuk bercakap-cakap. Dalam kesempatan ini, Bong Kongcu bertemu dan berkenalan dengan Kui Li Ai dan pemuda hartawan itu jatuh cinta kepada Li Ai.

Bong Kongcu bukan seorang pemuda alim. Pemuda berusia duapuluh lima tahun yang tampan gagah, pesolek dan perayu ini terkenal di rumah-rumah pelesir termahal di kota raja. Dia sudah banyak pengalaman dan bergaul dengan banyak wanita cantik. Akan tetapi baru sekali ini dia benar-benar jatuh cinta kepada Kui Li Ai. Dia memang belum menikah dengan resmi walaupun sejak berusia duapuluh tahun dia telah mempunyai beberapa orang gadis simpanan sebagai selirnya. Dia melihat keuntungan besar kalau dapat menikahi Kui Li Ai sebagai isterinya. Pertama, Kui Li Ai memiliki kecantikan yang memang menggairahkan di samping memiliki pendidikan tinggi dan juga sebagai puteri panglima tentu saja namanya terhormat. Kedua, kalau dia menjadi mantu Panglima Kui, tentu saja diapun memiliki perlindungan yang kuat dan martabatnya akan naik di mata penduduk kota raja. Bahkan ayahnya juga sudah merasa setuju sekali dan mendukungnya kalau dia ingin berjodoh dengan puteri Panglima Kui.

Akan tetapi walaupun dia sudah menyatakan cintanya kepada Li Ai, gadis itu belum menjawab, maka dia belum berani mengajukan pinangan. Kemudian, datang malapetaka menimpa keluarga Kui dengan diculiknya Li Ai dan berakibat kematian Panglima Kui Seng. Kemudian, Bong Kongcu mendengar bahwa Kui Li Ai pergi bersama seorang pendekar wanita yang terkenal liar dan ganas bernama Hwe-thian Mo-li.

Tentu saja dia merasa kecewa sekali karena keinginannya untuk menikah dengan Li Ai dan menjadi mantu Panglima Kui telah gagal! Dia tidak tahu ke mana harus mencari gadis yang dicintanya itu dan biarpun dia telah menghamburkan uang untuk membiayai pencariannya terhadap Li Ai dengan mengerahkan orang- orangnya, tetap saja tidak berhasil menemukan gadis itu.

Bong Kongcu mencoba untuk menghibur hatinya dengan bersenang-senang dengan banyak gadis penghibur yang cantik, namun tetap saja dia setiap hari murung teringat kepada Li Ai yang membuatnya tergila-gila. Bagi seorang pemuda yang sedang kasmaran, tergila-gila seperti dia, tidak ada wanita lain yang lebih cantik menarik dan menggairahkan selain gadis yang telah menjatuhkan hatinya itu.

Pada suatu pagi, ketika Bong Kin sedang duduk termenung dan teringat kepada Kui Li Ai, wajahnya muram dan hidangan makanan kecil yang sejak tadi ditaruh oleh pelayan di depannya, di atas meja, tak disentuhnya, muncullah seorang pelayan wanita.

“Kongcu, di luar ada seorang gadis ingin bertemu dengan Kongcu.”

Bong Kongcu memandang pelayannya itu dengan mata bersinar. “Seorang gadis? Ia...... Nona Kui Li Ai ?”

“Bukan, Kongcu. Ia seorang gadis yang cantik dan di punggungnya tergantung sebatang pedang. Ia tidak memperkenalkan nama, hanya bilang bahwa ia mempunyai urusan yang amat penting dan katanya Kongcu tentu akan senang mendengarnya.”

Mendengar ini, Bong Kin lalu bangkit dan melangkah keluar dengan heran dan ingin sekali melihat siapa gadis itu. Setelah tiba di luar dia merasa heran sekali melihat seorang gadis yang cantik jelita dan belum pernah dilihatnya. Yang menarik hatinya, gadis ini bukan seperti gadis cantik lainnya yang pernah dikenalnya. Gadis ini selain cantik jelita juga memiliki sikap gagah, dengan sinar mata tajam dan terutama yang membuat ia gagah berwibawa adalah sikapnya ketika berdiri tegak memandangnya.

Sebatang pedang yang tergantung di belakang punggungnya menambah kegagahannya. Harus dia akui bahwa selama dia bertualang di antara para gadis cantik, belum pernah dia bergaul dengan gadis cantik yang begini gagah sehingga memiliki daya tarik yang lain daripada gadis lain yang pernah dikenalnya.

“Nona, siapakah dan ada keperluan apa mencariku?” tanya Bong Kin dengan senyum ramah dan sikapnya yang sopan. Dia memang pandai membawa diri, pandai pula bersikap untuk mendatangkan kesan baik dalam hati para wanita.

“Apakah engkau yang bernama Bong Kin, putera Bong Wan-gwe?” tanya gadis itu yang bukan lain adalah Hwe-thian Mo-li.

Pertanyaannya yang dijawab dengan pertanyaan pula itu tidak membuat Bong Kongcu menjadi marah. Dia tetap tersenyum.

“Benar sekali, Nona. Aku bernama Bong Kin dan kalau Nona memiliki keperluan denganku, silakan masuk dan duduk di kamar tamu di mana kita dapat bicara dengan baik, tidak berdiri saja di sini. Silakan, Nona.”

Senang juga hati Siang Lan melihat sikap dan penyambutan yang ramah dan sopan ini. Ia mengangguk dan mengikuti pemuda itu memasuki sebuah ruangan tamu. Setelah duduk berhadapan terhalang meja besar Siang Lan berkata.

“Bong Kongcu, aku datang sebagai utusan Nona Kui Li Ai ” Siang Lan menghentikan ucapannya ketika

melihat betapa wajah pemuda itu tampak berseri, sepasang matanya terbelalak dan dia tampak girang sekali.

Posting Komentar