Orang itu memandang tajam dan tersenyum.
"Kepala penjaga, jangan membuka mulut besar dan sembarangan. Lebih baik kau laporkan kepada atasanmu, kepada Panglima Jayin bahwa ada seorang tamu datang hendak bertemu! Kalau masih belum cukup meyakinkan, katakan bahwa yang datang membawa bunga suci!"
Ucapan ini, apalagi kalimat terakhir, membuat kepala penjaga menjadi makin marah. Dia melangkah maju dan mendorong dada orang itu sambil berkata,
"Engkau masih banyak membantah? Pergilah!"
Akan tetapi, kepala penjaga itu kaget sekali karena dia seperti mendorong sebuah gunung karang saja! Orang itu sama sekali tidak bergerak, maka dengan marah dia lalu memukul dada laki-laki berbaju hitam itu.
"Dukkk!"
Bukan tubuh orang itu yang roboh terkena pukulan keras, sebaliknya kepala penjaga itu berteriak dan roboh terpelanting seperti dibanting saja!
"Kau berani melawan?"
Dua orang penjaga menyerang dengan tombak mereka dari depan dan belakang. Namun dengan gerakan gesit sekali, laki-laki berbaju hitam itu mengelak, kedua tangannya bergerak menyambar tombak,
Tangan kiri menangkap tombak dari depan, tangan kanan menangkap tombak dari belakang dan sekali dia mengangkat, dua orang penjaga itu terangkat ke atas seolah-olah hanya seperti daun saja ringannya! Tentu saja mereka terkejut dan berteriak, akan tetapi tubuh mereka segera melayang ke depan dan jatuh terbanting cukup keras, membuat mereka hanya dapat bangkit duduk dengan kepala pening dan mata berkunang! Para penjaga yang lain datang dan segera menyerang laki-laki yang lihai itu sehingga terjadilah pertandingan keroyokan di depan pintu gerbang. Laki-laki itu menghadapi mereka dengan tenang, hanya menggunakan kaki tangannya untuk menangkis dan merobohkan para pengeroyok tanpa melakukan pembunuhan. Beberapa orang penjaga sudah lari untuk melapor kepada Panglima Jayin.
"Tahan senjata, mundur semua!"
Tiba-tiba terdengar suara Panglima Jayin yang sudah cepat datang ke tempat itu. Para penjaga mundur dan saling membantu karena mereka sudah menderita cidera tangan. Panglima Jayin melangkah maju, berhadapan dengan laki-laki itu. Orang itu segera menjura dan merangkapkan kedua tangannya dengan jari-jari terbuka dan saling jalin di depan dada, dengan ibu jari saling tindih. Melihat bentuk jari-jari tangan di depan dada ini, Panglima Jayin mengerutkan alisnya dan berkata, nadanya menegur,
"Apakah Pek-lian-kauw telah mengalihkan permusuhannya kepada Negara Bhutan?"
Pertanyaan ini mengandung teguran dan juga tantang-an.
"Ah, ah.... tidak sama sekali, harap tai-ciangkun suka maafkan. Saya hanya seorang utusan, untuk menyampaikan surat dari Raja Muda Tambolon untuk sri baginda di Bhutan."
"Hemmm.... apalagi sekali ini? Setelah dua tahun yang lalu kalian mencoba hendak menawan raja kami?"
"Saya sendiri tidak tahu, hanya ditugaskan menyampaikan surat. Harap tai-ciangkun suka menghadapkan saya kepada sri baginda."
"Tidak mungkin! Sri baginda sedang sibuk...."
"Ha-ha, dengan keberangkatan pengantin? Sayang sekali, puteri cantik harus dihadiahkan kepada...."
"Tutup mulutmu! Apa hubungannya denganmu? Hayo lekas serahkan surat itu kepadaku, atau kau boleh pergi lagi!"
Panglima Jayin membentak marah. Orang itu tersenyum tenang saja.
"Begitupun baik. Pokoknya surat ini akan terbaca oleh sri baginda di Bhutan."
Dia mengeluarkan sebuah sampul panjang dan sekali dia menggerakkan tangannya, surat itu melayang ke arah Panglima Jayin. Perwira tinggi besar ini menyambut dan terkejutlah dia ketika merasa betapa tangannya tergetar hebat pada saat menerima surat yang disabitkan itu. Dari ini saja dia sudah tahu bahwa orang ini memiliki sin-kang yang amat kuat dan dia bukanlah tandingan orang ini!
"Ha-ha-ha, tai-ciangkun aku mohon diri!"
"Haii, tunggu sebentar, sobat! Tidak kusangka bahwa Pek-lian-kauw berkeliaran sampai di tempat sejauh ini!"
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah muncul Tan Siong Khi yang telah meloncat ke depan dan menghadang orang berbaju hitam itu. Orang itu memandang dengan tajam, kemudian mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya seperti orang mengejek. Sedangkan Panglima Jayin cepat berkata.
"Tan-ciangkun, harap jangan ganggu dia. Dia hanyalah seorang utusan yang menyampaikan surat!"
Panglima ini tentu saja memegang peraturan umum bahwa seorang utusan sama sekali tidak boleh diganggu, maka dia menghalangi Tan Siong Khi melarang orang itu pergi.
"Sayang sekali....!"
Tan Siong Khi berkata.
"Huhh!"
Laki-laki berjubah hitam itu mendengus lagi dan sekali meloncat, tubuhnya melayang tinggi.
"Enak saja kau pergi....!"
Tan Siong Khi menggerakkan kakinya dan tubuhnya mencelat ke atas, agaknya hendak menghadang tubuh orang itu yang sedang melayang. Akan tetapi, tiba-tiba orang itu berseru keras dan tubuhnya yang sedang meloncat itu berjungkir balik tiga kali dan dapat meloncat lebih tinggi melampaui kepala Tan Siong Khi! Hebat dan indah sekali gerakan ini, membuktikan kemahiran gin-kang yang luar biasa.
"Bukan main....!"
Jayin berkata kepada Tan Siong Khi setelah orang itu pergi jauh.
"Dia lihai sekali, kuat sin-kangnya dan lihat gin-kangnya, merupakan lawan yang lihai."
Tan-ciangkun tertawa.
"Akan tetapi diapun tidak akan menganggap kita orang lemah!"
"Apa maksudmu, Tan-ciangkun?"
Tanya Jayin, akan tetapi Tan Siong Khi hanya tersenyum. Tadi ketika tubuh pesuruh Raja Muda Tambolon itu melayang di atasnya, dia menggerakkan kepalanya dan jenggot panjangnya melayang dan menyambar ke atas, merobek celana di selangkangan kaki orang itu. Kalau dia mau, tentu saja bukan celana yang robek, melainkan bagian tubuh yang lebih penting lagi dan yang mematikan!
"Raja Muda Tambolon ini makin menggila saja,"
Katanya sambil berjalan memasuki pintu gerbang bersama Tan-ciangkun.
"Dia telah menghimpun semua kekuatan mereka yang bermaksud memberontak kepada Kerajaan Ceng, yaitu orang-orang dari Tibet, Turki dan Mo-ngol. Dia sendiri adalah peranakan Tibet dan Mongol, dan khabarnya memiliki ilmu kepandaian yang mujijat. Entah apa maksudnya kali ini, dan anehnya mengapa yang menjadi utusan adalah orang Pek-lian-kauw."
"Agaknya perkumpulan agama yang tersesat dan menjadi tukang berontak itu kena pula dibujukkan dan menjadi sekutunya,"