Berbeda dengan Sin Wan dan Giok Ciu yang dulu membuka pintu batu kepala naga itu dengan memutar-mutar kedua matanya, kini kakek itu hanya menepuk sekali pada dinding itu.
Tenaga tepukan itu biarpun hanya perlahan saja namun telah membuat dinding itu tergetar sehingga batu yang merupakan kedua mata naga itu bergerak-gerak dan pintu yang merupakan mulut naga itu terbukalah! Ketika kedua orang muda itu mengikuti dan masuk, ternyata dua rangka ular yang besar itu tidak ada disitu pula, sebaliknya di pinggir dinding terdapat batu-batu yang bentuknya bundar dan licin.
Kakek itu, segera menghampiri sebuah batu terbesar tapi yang paling kasar dan permukaannya tajam-tajam lalu ia duduk di atasnya dengan enak.
Agaknya tubuh yang tak berdaging itu tidak merasa pula tusukantusukan batu yang kasar dan runcing.
"Nah, sekarang kalian boleh mengangkat guru padaku!" Sin dan Giok Ciu saling pandang, kemudian keduanya maju berlutut sambil menyebut, "Suhu.!" "Hai, tidak semudah ini! Berdirilah!" Dan kedua anak muda itu merasa betapa tubuh mereka disendal ke atas sehingga terlempar tinggi, maka terpaka mereka menggunakan kepandaian mereka untuk turun dengan hati-hati dan berdiri memandang kakek itu dengan terheran.
Mereka lebih heran dan terkejut sekali ketika ternyata bahwa gerakan melempar kakek tadi telah memberi kesempatan kepadanya untuk mengambil pedang mereka yang tergantung di punggung.
Kini kakek itu memegang kedua pedang itu di tangannya, melihatnya dengan mulut mengejek dan berkata,"Pedang buruk, pedang buruk." Sebelum mengerti harus berbuat apa, kakek itu berkata kepada mereka.
"Ulur tangan kananmu!" Sin Wan dan Giok Ciu mengulurkan tangan kanan dengan patuh.
Tiba-tiba kakek yang luar biasa itu lalu menggunakan pedang di tangan kiri kanannya untuk menusuk tangan Sin Wan dan Giok Ciu yang diulurkan.
Kedua anak muda itu terperanjat sekali, tetapi mereka dapat menetapkan hati dan menaruh kepercayaan penuh kepada calon guru mereka, maka mereka melihat pedang itu dengan mata tak berkedip! Ujung pedang itu walaupun di tusukkan dengan cepat dan kencang, ternyata hanya menusuk kulit tangan kedua anak muda itu sedikit saja, lalu cepat ditarik kembali.
Di ujung kedua pedang tampak tanda merah yang ternyata adalah darah kedua anak muda itu.
Juga di tangan mereka terdapat luka yang kecil sekali dan mengeluarkan sedikit darah.
Jadi kakek aneh itu ingin mengambil sedikit darah mereka diujung pedang masing-masing.
"Nah, sekarang dengan disaksikan oleh darahmu di ujung pedang, kalian harus bersumpah, yaitu jika kalian mempergunakann kepandaian yang kuajarkan untuk kejahatan, kalian akan binasa di ujung pedang!" Sehabis berkata demikian, kakek itu menyondorkan kedua pedang kepada Sin Wan dan Giok Ciu yang menerimanya dengan hormat.
Kemudian, kedua anak muda itu sambil memegang pedang dengan kedua tangan dan ujung pedang mengacung ke atas, berlutut dan bersumpah.
Sin Wan mengucapkan sumpah dengan suara nyaring, diikuti oleh Giok Ciu.
"Kami berdua, Bun Sin Wan dan Giok Ciu, hari ini telah diterima menjadi murid dan kami bersumpah jika kelak kami berani menggunakan kepandaian yang kami terima, untuk berbuat jahat kami akan binasa di ujung pedang yang tajam!" Suara Sin Wan keras dan nyaring sehingga gemanya terdengar di empat penjuru dalam gua yang lebar itu.
Kakek itu tertawa girang,"Nah kau boleh ke sini sekarang, muridmuridku." Ketika Sin Wan dan Giok Ciu hendak berlutut, kakek itu berkata, "Kalian duduklah saja, Sin Wan di sebelah kananku dan Giok Ciu di sbelah kiri.
Batu bundar hitam itulah tempat duduk kalian." Sin Wan dan Giok Ciu duduk di atas batu yang diperuntukkan mereka.
"Nah, sekarang kenalilah gurumu.
Aku disebut orang Bu Beng Lojin, si Kakek Tak Bernama.
Aku tidak mempunyai riwayat yang perlu diketahui, katakan saja bahwa aku datang dari tiada dan akan kembali kepada tiada pula jika sudah waktuku.
Aku bukan ahli dari sesuatu cabang ternama atau tertentu, tapi aku mempunyai semacam permaianan pedang yang kusebut Sin-liong-kiam-sut, yakni ilmu Pedang naga Sakti.
Nah, ilmu pedang inilah yang hendak kuajarkan kepada kalian.
Sin Wan, coba kau angkat batu di ujung kiri yang berwarna putih itu, di bawahnya ada sebuah peti dalam lubang.
Ambillah itu kemari." Sin Wan melakukan perintah gurunya.
Di sudut ruang itu sebelah kiri terdapat batu putih yang beratnya ratusan kati.
Sin Wan mengerahkan tenaganya dan menggulingkan batu itu.
Benar saja, di bawah batu terdapat terdapat lubang dan tampak sebuah peti kayu yang panjang.
Ia mengeluarkan peti itu dan membawanya kepada suhunya, lalu dengan hormat ia meletakkan peti di depan suhunya.
"Kau, Giok Ciu, kau ambil peti yang di bawah batu hitam di ujung kanan itu." Bu Beng Lojin menyuruh murid perempuannya.
Giok Ciu juga melakukan perintah itu seperti yang dikerjakan oleh Sin Wan.
Kini dua buah peti itu telah berada di depan Bu Beng Lojin.
Bu Beng Lojin membuka peti-peti itu dan mengeluarkan dua macam pedang yang luar biasa.
Ketika ia mencabut pedang yang diambil oleh Sin Wan maka di dalam gua itu lalu terlihat sinar putih berkilauan dan kedua anak muda itu merasakan hawa dingin yang menyeramkan keluar dari pedang itu.
Pedang berwarna putih berkilauan bagaikan perak dan gagangnya berukiran kepada naga bersisik putih.
"Inilah pedang pusaka keramat yang disebut Pek Liong Pokiam, Pedang Pusaka Naga Putih.
Dan pedang ini berjodoh dengan Sin Wan." Anak muda itu menerima pemberian suhunya dengan khidmat dan girang sekali.
Ia cepat berlutut dari tempat duduknya dan menghaturkan terima kasih, lalu memasukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya yang berukiran naga putih indah sekali.
Bu Beng Lojin lalu mencabut pedang kedua dan tiba-tiba dalam kamar itu tampak cahaya kehitam-hitaman yang sangat menyeramkan, juga dari pedang ini memancar hawa yang panas dan aneh.
Pedang ini berwarna hitam mulus dan mengkilap sedangkan gagangnya berukiran kepala naga bersisik hitam.
?Inilah pedang pusaka yang tidak kalah saktinya, yang disebut Ouw Liong Pokiam.
Pedang Pusaka Naga Hitam.
Pedang ini berjodoh padamu, Giok Ciu." Gadis itupun menerima hadiah gurunya dengan penuh hormat dan menghaturkan terima kasih pula.
Sin Wan teringat akan dongeng kakeknya dulu tentang dua ekor naga yang menjelma menjadi sepasang pedang.
Inikah pedang-pedang itu? Ia ingin sekali bertanya kepada suhunya, tetapi tidak berani, karena bukankah kakeknya dulu bilang bahwa itu hanya dongeng belaka.
Bu Beng Lojin dapat melihat keraguan Sin Wan, maka katanya dengan sabar," Sin Wan, kau ingin bertanya sesuatu.
Katakanlah, tak perlu ragu-ragu karena sudah menjadi hak seorang murid untuk bertanya dan sudah menjadi kewajiban seorang guru untuk menjawabnya." "Suhu , dulu teecu pernah mendengar dari mendiang engkong tentang dongeng sepasang naga putih dan hitam.
Apakah dongeng itu ada hubungannya dengan kedua pedang ini?" Bu Beng Lojin tersenyum.
"Engkongmu adalah Kang-lam Ciu-hiap Bun Gwat Kong, bukan? Ia orang gagah yang patut dikagumi.
Dongeng tinggal dongeng muridku, boleh dipercaya dan boleh juga tidak.
Hal ini aku tidak berhak memecahkan.
Nah, sekarang mari kita bicarakan hal yang penting.
Kalian telah mendapat didikan silat dari orang-orang pandai sehingga aku tak perlu bersusah payah lagi.
Juga kalian telah makan buah dewa sehingga tubuhmu cukup bersih dan kuat.
Tapi jangan kau kira bahwa sedikit ilmu yang akan kuberikan kepada kalian akan mudah saja kalian pelajari secara mudah dan cepat.
Pertama-tama aku akan memberi pelajaran silat pedang yang disebut Sin-liong Kiam-sut.
Tetapi karena pedang yang kalian pergunakan berbeda sifatnya maka ilmu pedang ini akan kupecah menjadi dua, sesuai dengan keadaanmu masingmasing.
Untuk Sin Wan akan kuberi ilmu pedang Pek Liong Kiam-sut dan untuk Giok Ciu ilmu pedang Ouw-liong Kiam-sut.
Tapi terlebih dulu kalian harus mengetahui dan hafal benar rahasia-rahasia dari Sinliong Kiam-sut." Kemudian Bu Beng Lojin lalu memberi pelajaranpelajaran pertama dari Ilmu Pedang naga Sakti yang hebat itu.
Karena dorongan hasrat ingin memiliki kepandaian tinggi dan melakukan balas dendam, ditambah memang berbakat baik dana berotak cerdas, kedua anak muda itu cepat sekali dapat menguasai pelajaranpelajaran pertama yang diajarkan oleh suhu mereka.
Tetapi ketika mereka mulai dengan pelajaran praktek, terasalah kesukarannya.
Gerakan Sin-liong Kiam-sut benar-benar ganjil dan sukar, setiap gerakan pedang mempunyai rahasia-rahasia tersendiri yang takkan terduga oleh lawan.
Juga setiap gerakan pedang dari ilmu ini selalu dirangkai dengan keterangan-keterangan bahwa gerakan ini ialah untuk memunahkan serangan senjata pedang dari cabang lain.
Oleh karena ini, tiap kali mempelajari satu macam tipu dari Sin-liong Kiam sut, maka berarti mereka harus mengetahui pula tiga atau empat macam tipu serangan dari cabang-cabang lain.
Misalnya Kun-lum-pai, Go-bipai,Bu-tong-pai, dan Siauw-lim-pai! Untung sekali bahwa sebelum mempelajari Sin-liong Kiam-sut yang hebat ini, mereka telah mendapat latihan-latihan teliti dan keras dari Kwie Cu Ek, maka tipu-tipu silat dari lain cabang sudah mereka sudah banyak mengerti.
Tidak saja setiap gerakan dari Sin-Liong Kiam-sut mempunyai rangkain yang panjang bagaikan mata erantai dengan cabang lain, juga untuk menggerakkan pedag pusaka mereka bukanlah hal yang mudah.
Pedang itu mempunyai ukuran dan timbangan yang tepat dan khusus, sehingga untuk menggerakkan mereka harus menggunakan takaran tenaga yang sempurna pula, untuk tusukan, sabetan, putaran, harus digunakan tenaga yang sesuai, tidak boleh terlalu besar, juga tidak boleh terlalu kecil.
Maka tidak heran bahwa untuk mempelajari satu dua macam gerakan saja membutuhkan waktu sepekan lebih baru dapat dilakukan dengan baik! Cara yang aneh dari Bu Beng Lojin dalam mengajar muridmuridnya ialah ia jarang sekali menyaksikan murid-muridnya belajar.
Jika Sin Wan dan Giok Ciu menggerak-gerakkan pedang dan melatih gerakan-gerakan baru yang sedang dipejari, kakek tua itu duduk bersamadhi dengan sikapnya yang aneh itu dan meramkan matanya.
Tetapi yang mengherankan, tiap kali Sin Wan dan Giok Ciu membuat gerakan salah, biarpun hanya salah sedikit saja, kakek itu tanpa membuka matanya lalu menegur! Bu Beng Lojin melarang keras kedua muridnya itu keluar dari gua naga dan menyuruh mereka siang dan malam tekun melatih diri.