"Kalau memang aku mempunyai kesalahan. maka aku rela dibunuh tanpa melawan, tetapi jelaskanlah dulu kesalahan yang manakah ?” desak Tong Ciu.
"Baiklah, kau dengar baik-baik dan bersiap-siaplah untuk kukirim ke akherat!”
seru wanita itu dengan berkecak pinggang dan mata bercahaya memandang Tong Kiam Ciu. Baik Tong Kiam Ciu maupun Sio Cin terdiam. Bahkan Sio Cin tampak sangat ngeri menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan menimpa diri Tong Ktam Ciu. Untuk membela Tong Kiam Ciu diapun rela berkorban demi keselamatan orang budiman itu. Segala sepak terjang dan kebaikan Tong Kiam Ciu telah banyak disaksikan dan didengar oleh Sio Cin. Gadis pelayan itu menaruh hormat kepada pendekar muda itu bukan saja karena Tong Kiam Ciu adalah kekasih majikannya tetapi karena keluhuran budi pemuda itulah maka Sio Cin rela berkorban pula demi keselamatan Tong Kiam Ciu. Maka seandainya sampai terjadi sesuatu akan membantunya.
"Sebenarnya sejak aku mendengar namamu, aku telah menyelidikinya hingga sampai dimana kehebatanmu. Kau sebenarnya adalah orang yang harus kubinasakan karena kau.. .” belum selesai kata-katanya itu tiba-tiba terdengar suara orang mendekati dan wanita itu menghentikan kata-katanva.
Perhatian wanita itu beralih kepada orangyang baru datang. Beberapa saat kemudian telah tampak dua bayangan melesat dan tahu-tahu yang seorang telah menubruk Tong Kiam Ciu.
"Ciu Ko bawalah aku serta !” serunya dan ternyata yang menubruk Tong Kiarn Ciu itu tiada lain adalah Cit Sio Wie.
Ketika Peng Nio atau ibu pengasuh Cit Sio Wie menyaksikan peristiwa itu hatinya merasa sedih dan tercekam. Wanita pengasuh itu merasa terharu atas peristiwa yang menimpa diri Cit Sio Wie. Memang Peng Nio bukanlah ibu kandung gadis itu, tetapi sejak kecil dia telah mengasuhnya dengan penuh kasih sayang maka serasa bagai anak kandungnya. Cit Sio Wie selalu dimanjakan dan tak pernah dikecewakannya.
"Peng Nio ! Apa ini ?” seru ibu Sio Wie dengan mata melotot menyaksikan Cit Sio Wie didalam dekapan Tong Kiam Ciu.
"Biarlah puterimu pergi bersama pemuda yang dicintainya, kalau memang kau tidak ingin melihatnya dia berbahagia !” jawab Peng Nio.
Peng Nto adalah wanita yang berparas cantik juga. Dia telah bertahun-tahun mengikuti ibu Cit Sio Wie karena mengasuh Cit Sio Wie yang masih bayi, masih menyusui. Sedangkan ibu Cit Sio Wie selalu bepergian dan pulangnya dapat dikatakan hanya tiap tahun baru saja, maka Peng Nio merasakan seolah-olah Cit Sio Wie sebagai puteri kandungnya. Segala penderitaannya adalah penderitaan ibu pengasuh itu juga. Karena kasih sayangnya yang begitu mendalam. "Peng Nio kau tahu apa ? Ini adalah urusanku !” bentak wanita itu dengan marah. "Benar Cit Sio Wie adalah puterimu, kau yang melahirkannya, tetapi siapa yang mengasuhnya hingga sebesar ini ? Aku yang bersusah payah dalam keadaan apapun, kau tidak mengetahuinya dan tidak pernah membelainya. Kini kau akan menimpakan kekejaman padanya! Biarlah dia mengenyam kebahagian, hidup berbahagia bersama kekasihnya dan kita orang merestuinya” berkata Peng Nio. "Diam kau!!” sambil membentak ibu Cit Sio Wie meloncat menerjang Tong Kiaui Ciu. Namun Tong Kiam Ciu telah waspada pemuda itu dengan mendorongkan Cit Sio Wie kesamping dapat terhindar dari terkaman ibu Sio Wie.
"Tong siauwhiap bawalah Cit Sio Wie pergi menyingkir!” seru wanita pengasuh itu sambil melemparkan buntalan kearah Tong Kiam Ciu.
"Apa?” bentak ibu Cit Sio Wie sambil mengirimkan hantaman kearah Kiam Ciu. Untung Tong Kiam Ciu sambil melemparkan tubuh menyandak bungkusan dan sekaligus menghindari serangan ibu Sio Wie. Kemudian bersiap-siap untuk menghadapi berikutnya. "Tong siauwhiap lekaslah pergi jangan layani!” seru Peng Nio.
Begitu pula Cit Sio Wie tampak meraih tangan kanan kekasihnya dan mengapitnya diajak pergi. Namun pemuda itu masih ragu-ragu dan memandang kearah ibu Cit Sio Wie. Karena dia masih merasa heran mengapa ibu Cit Sio Wie begitu membencinya bahkan hingga rela bertindak kejam terhadap puterinya sendiri. Puteri tunggal yang selalu dimanjakannya itu.
"Ibu mengapa kau terlalu kejam? Baiklah kalau memang ibu telah merelakan”
seru gadis itu dengan suara penuh haru.
"Cit Sio Wie. kalau kau nekad aku rela kehilangan anak !” seru wanita itu saking marahnya. Sebenarnya Tong Kiam Ciu merasa bingung menghadapi kenyataan itu. Dia tidak ingin kekasihnya menjadi seorang durhaka. Maka sekali lagi Tong Kiam Ciu membujuk kekasihnya untuk kembali kepada orang tuanya.
"Wie moay, baiklah kau turutkan nasehat ibumu, mungkin kita memang tidak berjodoh . . . . . “ bujuk Tong Kiam Ciu.
"Tidak ! Aku lebih baik mati daripada harus berpisah dengan Ciu-ko !” seru Cit Sio Wie dengan suara lantang dan pasti.
"Gara2 kau!” seru ibu Cit Sio Wie berbareng kata-katanya itu dia telah mengirimkan hantaman kearah Tong Kiam Ciu.
Sekali lagi Tong Kiam Ciu berhasil menghindar. Namun kini tampaklah kemarahan wanita itu telah memuncak. Dari sinar matanya telah dapat diterka, karena sorot matanya tajam kearah Tong Kiam Ciu. Ibu pengasuh Cit Sio Wie waspada dan tahu pasti apa yang akan dilakukan oleh ibu Cit Sio Wie itu. Maka wanita pengasuh itu telah siap-siap pula untuk menjaga segala kemungkinan.
Saat itu dengan gerakan cepat ibu Cit Sio Wie telah meloncat dan mengirimkan pukulan maut dengan ilmu Hian-hiong-kong-ki melesat sangat cepat dan berhawa panas. "Tong Siauwhiap menyingkir! Aduh.” terdengar seruan lantang dan pengasuh setia itu dan suaranya tertahan dengan keluhan. Kemudian tampaklah wanita pengasuh itu terjatuh dan tidak berdaya dan memuntahkan darah.
"Nai Ma!” seru Cit Sio Wie akan menubruk tubuh wanita yang terkapar mandi darah itu, namun Kiam Ciu menariknya.
"Kau mau pergi kemana ?!” seru ibu Cit Sio Wie dan bermaksud akan mengirimkan jotosan lagi kearah Tong Kiam Ciu.
Namun ketika wanita itu meloncat tiba-tiba Sio Cin telah meloncat pula untuk menerkam dan menahan ibu Cit Sio Wie.
"Lekaslah kalian lari dan menyingkir jauh dari tempat ini!” seru pelayan setia yang selalu mengikuti kemana saja Cit Sio Wie pergi.
Sio Cin telah dapat menahan ibu Sio Wie sampai beberapa saat lamanya dengan jalan memeluk kaki wanita itu. Sedangkan Tong Kiam Ciu serta Cit Sio Wie telah membulatkan tekad untuk meninggalkan tempat itu. Walaupun hatinya merasa sangat sedih dan ngeri menyaksikan peristiwa itu. namun demi untuk keselamatan dan karena Tong Kiam Ciu masih harus menyelesaikan banyak tugas maka dengan menyingkirkan segala perasaan itu mereka meninggalkan lereng gunung dekat desa Cit Wie itu.
Mereka berdua telah meninggalkan kedua orang yang seiia. Dua orang yang telah mencurahkan segala perhatian dan kasih sayangnya kepada Cit Sio Wie.
Mereka telah memanjakan dan telah memberikan segala kasih sayang kepada Cit Sio Wie. Selama bertahun-tahun telah bersama. Betapa berat rasa hari Cit Sio Wie sebenarnya untuk berpisah dan meninggalkan begitu saja kedua orang yang telah banyak pengorbanan itu.
Tetapi karena memang cintanya terhadap Tong Kiam Ciu begitu dalam, akhirnya semua sama lalunya bahkan ibunya sendiri dia telah rela untuk meninggalkannya. "Mulai hari ini aku bukan putri ibu lagi!", seru Cit Sio Wie sambil memandang ibunya yang masih kalap dan kakinya masih dipeluk oleh Sio Cin dengan erat.
Sio Cin sebenarnya berilmu sangat lihay setarap dengan ilmu Cit Sio Wie.
Maka tidaklah mengherankan kalau untuk sementara dia dapat menahan ibu Sio Wie yang kejam dan berilmu lihay.
Kesempatan itu telah dipergunakan oleh Tong Kiam Cin untuk menarik pergi kekasihnya. Kini tanpa ragu-ragu lagi Tong Kiam Ciu membawa Cit Sio Wie berlalu dari desa Cit Wie. Karena Tong Kiam Ciu telah menyadari betapa besarnya cinta Cit Sio Wie terhadap dirinya.
Dengan mengembangkan ilmu Cin-li-piauw-hong. Tong Kiam Ciu dan Cit Sio Wie telah kabur dari hadapan wanita kejam itu. Mereka tanpa memperdulikan lagi apa yang telah terjadi kemudian. Begitu pula telah memepatkan hati untuk melupakan Peng Nio dan Sio Cin. kenapa mereka menghendaki pengorbanan mereka untuk Tong Kiam Ciu dan Cit Sio Wie agar mereka tetap dapat mengurus perjodohannya. Sampai beberapa lamanya Tong Kiam Ciu dan Sio Wie berlari-lari menjauhi desa Cit Wie menuju kepegunungan Tiam-cong-san. Dengan tiada menghiraukan rasa lelah dan dahaga. Mereka berusaha untuk lari sejauh-jauhnya. Suatu keanehan pula, ternyata ibu Sio Wie tidak tampak mengejarnya. Mungkinkah telah dapat ditundukan oleh Sio Cin? Tong Kiam Ciu memandang wajah Cit Sio Wie. Namun gadis itu tersenyum dan belum memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia merasa lelah.
Maka Tong Kiam Ciu menggamit tangan gadis itu dan mereka berdua bagaikan sepasang burung Hong yang sedang beterbangan dan memadu asmara di pegunungan yang berhawa dingin itu. Mereka beterbangan dan melayang-layang dengan pesat sekali. Hanya kadang-kadang mereka berjalan biasa dan bergandengan tangan.
Begitulah selama setengah bulan mereka terus berjalan mengelilingi pegunungan Tiam-cong-san yang berpuncak sebanyak lima belas buah dan tinggi-tinggi itu. Mereka tanpa lelah-lelahnya mencari pertapa tua yang bergelar Kim-leng-ji-su. Untuk mencari puncak Jit-liauw-hong ternyata tidak mudah.
Ternyata selama beberapa hari mereka mengelilingi dan mendaki puncakpuncak yang terdapat disitu belum juga menemukan orang yang dicarinya itu.
"Adik Cit Sio Wie, selama setengah bulan kita berjalan terus menerus tanpa lelah tetapi mana puncak Jit-liauw-hong yang didiami oleh Kim-leng-ji-su ?” katakata itu terucapkan oleh Kiam Ciu ketika mereka berdua sedang beristirahat.
Setelah mereka merasa lelah dan beristirahat dibawah sebatang pohon besar yang rindang. Dari Pauw-hoknya telah dikeluarkan bekal makanan kering.
Mereka makan sedikit dan minum secukupnya, terasalah pulih kembali tenaganya. Saat itu siang yang sunyi, musim dingin dan angin deras berhembus dari lembah. Walaupun matahari tidak tampak namun terang tampaknya.
"Ya, kita harus sabar tetapi aku yakin bahwa kita tidak lama lagi pasti dapat menemukan tempat yang Ciu Ko cari itu” bisik Cit Sio Wie dengan senyum.
"Semoga, tetapi apakah kau tidak kesal dan menyesal bersamaku. Kau terlalu banyak menderita karenaku Wie moay” bisik Tong Kiam Ciu dengan suara yang dalam. Dipandanginya wajah Cit Sio Wie, hati Tong Kiam Ciu merasa haru menyaksikan keadaan gadis yang sangat mencintai dirinya itu. Betapapun keras hati Kiam Ciu, namun menyaksikan ketulusan dan pengorbanan Cit Sio Wie yang telah melepaskan ikatan keluarga ibunya demi cintanya kepada Tong Kiam Ciu.
"Hemmm, maafkan aku Wio moay". bisik. Tong Kiam Ciu.
"Ciu Ko, aku merasa bahagia kalau kau mencintaiku dengan benar-benar”
tukas Cit Sio Wie. "Kau banyak menderita karenaku” bisik Tong Kiam Ciu.
"Akupun bahagia karenamu Ciu Ko” bisik Cit Sio Wie dan tersenyum malu.
Tiba-tiba telinga Tong Kiam Ciu yang tajam telah mendengar sesuatu suara yang mencurigakan. "Kau dengar suara kelintingan Wie moay?” bisik Tong Kiam Ciu. "kukira bunyi kelintingan mas!” bisik Tong Kiam Ciu.
"Kalan begitu kita tidak salah lagi, disinilah tinggalnya Kim Leng ji-su tidak jauh lagi !” seru Tong Kiam Ciu dan tampaklah kegembiraan yang membayang diwajah Kiam Ciu. "Ya!” seru Cit Sio Wie.
"Mari kita cari dari mana asal suara itu! "ajak Kiam Ciu seraya berdiri dan tangannya menggamit tangan kekasihnya.
"Hey siapapun yang berada disana yang membawa kelintingan tunggu! "seru Cit Sio Wie sambil mengerahkan ilmu Pan-yok-slm-im.