Siauw Goat mengomel dan Lauw Sek menyentuh tangannya, menyuruhnya diam. Seorang piauwsu yang merasa kasihan lalu bangkit dan menghampiri pengemis itu, memberinya sepotong besar roti kering.
"Sobat kau terimalah roti ini dan makanlah bersama kami."
Katanya. Pengemis itu menengok, menyeringai, menerima roti itu, menciumnya beberapa kali, terkekeh dan kemudian dia membuang roti itu seperti orang merasa jijik! Dan dia lalu mengomel tanpa menoleh, masih menghadap ke dinding batu, seolah-olah dia mengomel kepada dinding itu.
"Memberi roti berisi racun! Mulut manis menyembunyikan hati yang pahit. Huh, manusia adalah mahluk palsu, jahat dan keji, mahluk paling kotor di dunia ini, ha-ha-ha....!"
Piauwsu yang tadi memberi roti masih berdiri di belakang pengemis itu. Tentu saja dia menjadi marah bukan main. Dia memberi roti karena terdorong oleh rasa kasihan kepada pengemis muda ini, akan tetapi pemberiannya itu dibuang, bahkan disertai ucapan yang seolah-olah mengejek bahwa pemberiannya itu adalah palsu, roti itu beracun! Apalagi peristiwa itu terjadi di depan kawan-kawannya. Dia merasa terhina dan marah, maka dia ingin menakut-nakuti pengemis itu. Dicabutnya goloknya yang besar dan tajam berkilauan itu.
"Jembel gila!"
Bentaknya.
"Engkau ditolong malah balas menghina orang! Engkau menjemukan. Hayo keluar dari guha ini dan jangan mengganggu kami, kalau tidak, akan kupotong daun telingamu!"
Untuk menakut-nakuti, piauwsu itu menempelkan goloknya ke dekat telinga orang!.
Lauw-piauwsu memandang dengan alis berkerut, akan tetapi dia tahu bahwa anak buahnya itu hanya menggertak saja, dan memang sebaiknya kalau pengemis itu keluar dari dalam guha dan mencari tempat bermalam lain karena dengan adanya pengemis gila itu memang membuat hati menjadi tidak enak. Pula, melihat betapa pengemis gila itu menghina pemberiannya dengan membuang roti, menandakan bahwa di balik kegilaannya, memang ada watak tidak baik pada Si Pengemis. Pengemis itu perlahan-lahan bangkit berdiri, seperti orang ketakutan memandang ke arah golok yang menempel di telinganya, kini dia memutar tubuh menghadapi piauwsu yang masih menodongnya dengan golok. Piauwsu itu bersikap garang untuk menakut-nakuti, dan pengemis muda itu juga mundur-mundur sampai dekat dengan mulut guha.
"Hayo keluar, pergi dari sini!"
Kembali piauwsu itu membentak. Tiba-tiba tangan kiri pengemis itu bergerak dan tahu-tahu dia telah menangkap dan menggenggam golok itu! Si Piauwsu terkejut dan khawatir sekali. Goloknya amat tajam dan pengemis itu tentu akan melukai tangannya sendiri. Dia tidak berani menarik goloknya yang dicengkeram karena takut kalau-kalau goloknya akan membikin putus tangan pengemis itu. Akan tetapi, segera terjadi hal yang membuat semua orang terbelalak.
"Krakkk....!"
Tangan itu mencengkeram dan golok itu menjadi patah-patah dalam cengkeraman tangan kiri pengemis muda itu. Dengan suara ketawa tertahan, pengemis itu lalu melemparkan pecahan golok, menepuk-nepuk tangan seolah-olah hendak membersihkan telapak tangannya dari debu kotor, kemudian melangkah lebar keluar dari guha dan tak lama kemudian terdengar suara tangisnya,
Sesenggukan yang makin lama makin jauh sampai tidak terdengar lagi. Semua orang, termasuk Siauw Goat dan Lauw-piauwsu, masih tertegun menahan napas seperti patung tidak bergerak. Mereka terlampau heran dan kagum. Peristiwa yang terjadi itu seolah-olah merupakan mimpi atau dongeng yang sukar dipercaya. Golok piauwsu itu terdiri dari baja yang baik, hal ini diketahui benar oleh Lauw Sek. Juga amat tebal dan amat tajam. Bagaimana mungkin hanya sekali cengkeram saja golok itu patah-patah, bahkan pecah-pecah seolah-olah golok itu hanya sehelai daun kering saja? Piauwsu pemilik golok itu sendiri masih berdiri dengan muka pucat dan matanya terbelalak memandang sisa goloknya yang masih dipegangnya, yaitu tinggal gagang dan sedikit sisa golok yang sudah buntung!
"Ahhh.... kiranya dia.... seorang manusia sakti...."
Terdengar Lauw Sek akhirnya berkata dengan suara agak gemetar.
"Mulai sekarang kita harus berhati-hati, jangan sekali-kali mengganggu orang...."
Biarpun pengemis gila itu sudah pergi, suasana menjadi menyeramkan setelah terjadinya peristiwa itu. Lauw Sek menduga-duga siapa gerangan pengemis gila itu! Dia banyak mengenal orang-orang kang-ouw, akan tetapi belum pernah dia mendengar tentang pengemis ini. Seorang pengemis yang dia lihat masih muda, belum ada tiga puluh tahun usianya, dan dia belum pernah mendengar di dunia kang-ouw seorang tokoh pengemis yang memiliki kepandaian sehebat itu. Tentu saja Lauw Sek tidak mengenal pengemis itu karena sebenarnya orang gila itu bukan tokoh pengemis, bukan seorang tokoh kai-pang (perkumpulan pengemis) yang terkenal.
Pakaiannya seperti pengemis karena memang dia tidak mempedulikan pakaiannya sehingga compang-camping seperti pakaian pengemis. Akan tetapi dia tidak pernah mengemis! Kalau orang gila itu menyebut-kan nama julukannya sebelum dia berkeadaan seperti sekarang ini, tentu Lauw-piauwsu dan para anak buahnya akan mengenalnya. Pengemis muda itu sesungguhnya berjuluk Si Jari Maut! Para pembaca cerita KISAH JODOH RAJAWALI yang sudah mengenal Si Jari Maut tentu tidak akan merasa heran lagi kalau dengan sekali cengkeram saja dia telah mampu mematahkan golok! Pengemis ini adalah Ang Tek Hoat atau Si Jari Maut yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Di dalam KISAH JODOH SEPASANG RAJAWALI diceritakan bahwa Ang Tek Hoat adalah seorang calon mantu Raja Bhutan, mengapa kini dia menjadi seorang pengemis gila yang terlunta-lunta seperti itu?
Pemuda gagah perkasa ini memang bernasib buruk. Dinamakan nasib sebagai hiburan saja, padahal segala sesuatu terjadi sebagai akibat daripada perbuatannya sendiri. Ketika masih amat muda, Ang Tek Hoat melakukan banyak penyelewengan, melakukan banyak kejahatan. Oleh karena itu, perbuatannya sendiri inilah yang menyeret dia ke dalam keadaan yang amat sengsara. Dia saling mencinta dengan Puteri Syanti Dewi, puteri tunggal Raja Bhutan, akan tetapl ikatan jodoh yang akhirnya disetujui pula oleh Raja Bhutan itu selalu gagal dan kedua orang muda yang saling mencinta itu selalu terpisah oleh berbagai persoalan yang timbul. Yang terakhir sekali, Puteri Syanti Dewi pergi dari Bhutan dan tidak pernah kembali lagi.
Padahal, Ang Tek Hoat yang telah berjasa menyelamatkan Kerajaan Bhutan dari pemberontakan, telah diangkat menjadi panglima muda oleh Raja Bhutan dan pertunangannya dengan Sang Puteri telah disahkan oleh Sang Raja! Biarpun dia menikmati kehidupan mulia dan terhormat di Kerajaan Bhutan, namun Tek Hoat menderita karena puteri yang dicintanya itu tidak berada di sampingnya. Oleh karena itu, dia tidak mau tinggal berenang dalam lautan kemewahan di Bhutan, sebaliknya dia lalu pergi dan merantau untuk mencari kekasihnya, yaitu Puteri Syanti Dewi yang amat dicintanya. Bertahun-tahun dia merantau dan dia tidak pernah berhasil menemukan Sang Puteri dan akhirnya, kekecewaan dan kedukaan membuat dia menjadi terganggu jiwanya dan membuat dia menjadi seperti seorang pengemis gila! Dan agaknya,
Biarpun pikirannya sudah terganggu, dalam kegilaannya itu Tek Hoat mendengar pula akan peristiwa yang akan menggegerkan dunia kang-ouw dan yang membuat banyak tokoh-tokoh kang-ouw berbondong-bondong pergi ke Pegunungan Himalaya. Dan dia pun terseret oleh arus ini dan pergi ke Pegunungan Himalaya, sungguhpun selama bertahun-tahun dan sampai saat itu yang menjadi tujuan semua perjalanannya hanya satu, yaitu mencari Puteri Syanti Dewi! Tentu saja sekali mencengkeram Tek Hoat mampu mematahkan golok piauwsu itu karena pemuda ini memang memiliki ilmu kepandaian yang luar blasa. Dia pernah mendapat gemblengan dari Sai-cu Lo-mo dan mewarisi ilmu silat gabungan dari Pat-mo Sin-kun dan Pat-sian Sin-kun. Kemudian sekali, yang membuat dia menjadi sedemikian lihainya adalah karena dia mewarisi kitab-kitab dari dua orang datuk Pulau Neraka, yaitu Cui-beng Kui-ong dan Bu-tek Siauw-jin.
Dari kitab-kitab ini dia dapat menghimpun tenaga sakti yang dinamakan Tenaga Inti Bumi, dan semua ini dimatangkan oleh pengalaman-pengalamannya menghadapi banyak sekali pertempuran melawan orang-orang pandai. Kini usianya sudah sekitar dua puluh delapan tahun, akan tetapi keadaan hidupnya menjadi sedemikian rusak sehingga tidak ada orang yang mengenalnya kecuali sebagai seorang pengemis muda yang gila! Malam itu lewat tanpa ada peristiwa apa-apa di dalam guha besar yang dijadikan tempat bermalam para piauwsu. Hati mereka merasa lega dan pada keesokan harinya mereka keluar dari guha untuk melanjutkan perjalanan, setelah cuaca tidak begitu gelap lagi tanda bahwa matahari telah naik tinggi.
Akan tetapi matahari tidak nampak, hanya sinarnya saja yang membuat cuaca tidak gelap. Hawa dingin sekali karena kabut memenuhi udara. Mereka hendak menuju ke Gunung Kongmaa La karena menurut pesan Kakek Kun, di situlah kiranya orang tua Siauw Goat dapat ditemukan. Ketika mereka melewati guha-guha yang kemarin sore penuh dengan orang-orang kang-ouw yang melakukan perjalanan dan mengaso di situ, ternyata guha-guha itu telah kosong semua, tanda bahwa mereka itu pagi-pagi benar telah melanjutkan perjalanan seperti orang tergesa-gesa. Lauw-piauwsu maklum bahwa mereka itu adalah orang-orang kang-ouw yang agaknya mencari pedang pusaka yang hilang dan juga berlumba untuk mendapatkannya. Dia tidak peduli karena dia mempunyai tugas lain dan sama sekali tidak ingin untuk ikut berlumba memperebutkan.