Mengingat akan kemungkinan ucapan Bayisan yang memang ia tahu amat lihai. Tayami menjadi makin panik. Sambil berseru keras ia melompat kesamping, menyambar pedangnya, yaitu pedang Besi Kuning yang tergantung didinding, lalu tanpa banyak cakap lagi ia menerjang Bayisan dengan bacokan maut mengarah leher. Cepat bacokan ini dan dilakukan dengan tenaga yang cukup hebat, karena Tayami adalah seorang puteri mahkota yang terlatih, menguasai ilmu pedang yang cukup tinggi. Akan tetapi, tentu saja silat puteri mahkota ini tak ada artinya.
"Heh-heh, Tayami yang manis. Kau seranglah, makin ganas kau menyerang, akan makin sedap rasanya kalau nanti kau menyerahkan diri kepadaku!"
"Keparat! Jahanam berhenti iblis! Tak ingatkah kau bahwa kita ini seayah? Tak ingatkah kau bahwa aku ini Puteri Mahkota dan kau ini Panglima Muda? Lupakah kau bahwa pagi tadi ayah telah menjodohkan aku dengan Salinga? Bayisan, sadarlah dan pergi dari sini sebelum kupenggal lehermu!"
"Heh-heh-heh, Tayami bidadari jelita. Kau hendak memenggal leherku, kau penggalah, sayang. Tanpa kepala pun aku masih akan mencintaimu!"
Bayisan mengejek dan betul-betul ia mengulur leher mendekatkan kepalanya, malah mukanya akan mencium pipi gadis itu. Tayami marah sekali, pedangnya berkelebat, benar-benar hendak memenggal leher itu dengan gerakan cepat sambil mengerahkan seluruh tenaganya. Bayisan tertawa, miringkan tubuh menarik kembali kepalanya. Pedang menyambar lewat, jari tangan Bayisan bergerak menotok pergelangan lengan dan... pedang itu terlepas dari pegangan Tayami, terlempar ke sudut kamar! Bayisan sudah mencengkeram rambut yang panjang riap-riapan itu kedepan mukanya, mencium rambut sambil berkata lirih,
"Alangkah indahnya rambutmu.. halus... ah, harumnya..."
Tayami kaget sekali, tangan kirinya diayun memukul kepala, akan tetapi dengan mudah saja Bayisan menangkap tangan ini dan ketika tangan kanan Tayami juga datang memukul, kembali tangan ini ditangkap. Kedua tangan gadis itu kini tertangkap oleh tangan kanan Bayisan yang tertawa menyeringai.
"Kau lihat, alangkah mudahnya aku membuat kau tidak berdaya!"
Tangan kirinya mengelus-elus dagu yang halus.
"Kau baru tahu sekarang bahwa aku amat kuat, amat kosen, jauh lebih lihai dari Salinga, dari laki-laki manapun juga di Khitan ini!"
Sekali mendorong, ia melepaskan pegangan tangannya dan tubuh Tayami terguling keatas pembaringan. Gadis itu takut setengah mati, lalu nekat, menerjang maju lagi sambil melompat dari atas pembaringan. Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas ketika jari tangan Bayisan menotok jalan darah bagian thian-hu-hiat yang membuat seluruh tubuhnya menjadi seperti lumpuh! Dengan lagak tengik Bayisan kembali mengusap pipi gadis itu sambil tertawa.
"Heh-heh, betapa mudahnya kalau aku mau menggunakan kekerasan. Kau tak dapat bergerak sama sekali, bukan? Akan tetapi aku tidak menghendaki demikian, juitaku. Aku ingin kau menyerahkan diri secara sukarela kepadaku, ingin kau membalas cinta kasihku, bukan menyerah karena terpaksa dan tak berdaya. Nah, bebaslah dan kuberi kesempatan berpikir."
Tangannya menotok lagi dan benar saja. Tayami dapat bergerak kembali. Muka gadis ini sudah pucat sekali, akan tetapi sepasang matanya berapi-api saking marahnya. Ia akan melawan sampai mati, tidak nanti ia mau menyerah! Baru sekarang ia teringat untuk menjerit, karena tadinya, selain terpengaruh oleh ucapan Bayisan yang katanya telah merobohkan semua penjaga dan pelayan, juga tadinya ia merasa malu kalau peristiwa ini diketahui orang luar. Akan tetapi melihat kenekatan Bayisan yang seperti gila itu, ia tidak peduli lagi dan tiba-tiba Tayami menjerit sekuatnya. Aneh dan kagetlah ia ketika tiba-tiba lehernya terasa sakit dan sama sekali ia tidak dapat mengeluarkan suara!
"Heh-heh-heh, jalan darahmu dileher kutotok, membuat kau menjadi gagu! Nah, insyaflah, Tayami, betapa mudahnya bagiku. Dengan tertotok lemas dan gagu, apa yang dapat kau lakukan untuk menolak kehendakku? Akan tetapi aku tidak mau begitu... aku ingin memiliki dirimu sepenuhnya, berikut hatimu. Manis, kau balaslah cintaku...."
Bayisan melangkah maju lalu memeluk. Tayami memukul-mukulkan kedua tangannya, akan tetapi pukulan-pukulan itu sama sekali tidak terasa agaknya oleh Bayisan. Pemuda Khitan yang seperti gila ini menciumi muka Tayami, mebujuk-bujuk dan terdengar kain robek. Terengah-engah Tayami ketika Bayisan untuk sejenak melepaskannya sambil memandang dengan mulut menyeringai. Baju Tayami bagian atas sudah robek, wajah gadis ini pucat sekali. Celaka pikirnya. Tidak ada senjata lagi. Tiba-tiba Tayami teringat akan bungkusan bedak diatas meja. Kalau bedak itu mengenai mata, tentu untuk sesaat Bayisan takkan dapat membuka matanya, mungkin ada kesempatan baginya untuk lari keluar kamar. Bayisan sudah hendak memeluk lagi.
"Tayami sayang, aku cinta kepadamu... kau layanilah hasratku...."
Tiba-tiba Tayami memukulkan tangan kirinya kearah ulu hati Bayisan. Melihat pukulan itu keras juga dan mengarah bagian berbahaya, sambil tertawa Bayisan menangkap tangan ini dan hendak mendekap tubuh Tayami. Mendadak tangan Tayami yang kanan menyambar dan segumpak uap putih menghantammuka Bayisan yang sama sekali tidak menyangka-nyangka itu. Begitu melihat sambitannya mengenai sasaran, Tayami cepat melompat kebelakang sampai mepet dinding belakang pembaringan.
"Kau... kau apakan mukaku? Tayami... kau gunakan apa ini...?"
Ia terhuyung-huyung menuju ke meja rias dimana terdapat sebuah cermin. Ketika ia memandang wajahnya pada cermin itu, keluar teriakan liar seperti bukan suara manusia lagi. Tayami yang sudah tak dapat menahan ngerinya, menutupi mukanya dengan kedua tangannya tak sanggup ia melihat lebih lama lagi. Ia memang seorang gadis perkasa, tak gentar menghadapi perang, sudah biasa melihat mayat bertumpukan sebagai korban perang, melihat orang terluka parah.
Akan tetapi peristiwa yang mereka hadapi sekarang ini benar-benar mengerikan sekali, apalagi kalau ia ingat betapa tadi sebelum Bayisan datang, hampir saja ia menggunakan bedak beracun itu untuk membedaki mukanya. Menggigil kengerian ia kalau membayangkan betapa kulit mukanya yang halus itu akan digerogoti perlahan-lahan oleh racun itu, betapa mukanya akan tak berkulit lagi, seperti muka iblis yang seburuk-buruknya. Kembali Bayisan menggereng seperti binatang liar ketika ia membalikkan tubuh menghadapi pembaringan di mana Tayami duduk bersimpuh kengerian dan ketakutan.
"Kau... kau... setan betina... kucekik lehermu sampai mampus..."
Ia menubruk maju, akan tetapi tiba-tiba ia berseru kesakitan dan terhuyung kebelakang, tangan kirinya meraih kearah pundak kanannya yang terasa sakit, lumpuh dan gatal panas. Ketika ia berhasil mencabut jarum hitam yang menancap dipundak kanannya, ia berteriak kaget, mundur beberapa langkah dan berdongak keatas. Disana, dicelah-celah genteng, tampaklah sebuah muka menyeringai, muka seorang muda yang rambutnya riap-riapan. Bayisan tentu saja mengenal jarum hitamnya, maka tadi ia kaget setengah mati melihat pundaknya dilukai orang dengan jarumnya sendiri, kini melihat muka itu, muka jembel muda yang siang tadi membikin kacau, teringatlah ia akan muka Kwee Seng, teringatlah ia akan semua peristiwa di puncak Liong-kwi-san.
"Liong... kwi.... san ...."
Bayisan mengeluh, mukanya pucat sekali dan tahulah ia bahwa tidak harapan baginya untuk menghadapi pemuda gila yang ternyata Kwee Seng adanya itu. Tahu pula ia bahwa tak mungkin ia dapat tinggal di istana setelah apa yang ia lakukan terhadap Tayami, setelah kini mukanya menjadi seperti muka iblis yang mengerikan. Terdengar ia melengking panjang seperti lolong seekor srigala hutan yang kelaparan ketika tubuhnya berkelebat kearah jendela dan lenyaplah Bayisan didalam kegelapan malam.
Kwee Seng tersenyum puas. Tak perlu ia membunuh Bayisan, cukup dengan mengembalikan jarumnya ditempat yang sama. Ia puas melihat Bayisan sudah cukup terhukum oleh perbuatannya sendiri yang jahat. Siapa kira, bungkusan yang ia duga dikirim kakek cebol untuk puteri mahkota Khitan itu, ternyata berisi bedak beracun dan secara tidak sengaja telah dapat memberi hukuman mengerikan kepada Bayisan si manusia jahat! Akan tetapi kakek cebol itu juga jahat. Bagaimana seandainya bedak itu dipergunakan oleh puteri mahkota? Kwee Seng bergidik. Tak sampai hatinya membayangkan hal ini. Dia amat sayang akan segala yang indah-indah, kalau sampai wajah yang jelita itu, dikupas kulitnya oleh bedak beracun, hiiiih!
"Kakek cebol, kau tua bangka iblis, tak dapat kudiamkan saja perbuatanmu ini!"
Kata Kwee Seng di dalam hatinya dan ia pun meloncat turun dari atas genteng, menghilang didalam gelap.
Pada keesokan harinya, kota raja bangsa Khitan itu geger ketika Pangeran Kubakan mengumumkan bahwa Raja Kulu-khan telah meninggal dunia dengan mendadak karena terserang sakit setelah menghadiri pesta perlombaan kemarin. Tentu saja hal ini mengejutkan bangsa Khitan yang merasa sayang kepada raja yang adil itu. Semua orang berkabung untuk kematian yang tak tersangka-sangka ini. Adapun didalam istana sendiri, tidak kurang hebatnya pukulan yang tak tersangka-sangka ini. Tayami mengisi jenazah ayahnya dan para panglima hanya saling pandang dengan penuh pengertian. Tidak ada tanda-tanda penganiayaan, akan tetapi tahu-tahu raja telah meninggal dunia diatas pembaringannya, tidak ada tanda luka, tidak ada tanda minuman atau makanan beracun.
Akan tetapi bagi pandang mata yang awas dari para panglima yang tahu akan ilmu silat tinggi, yaitu misalnya Kalisani Si Panglima Tua, atau juga panglima-panglima kosen seperti Pek-bin Ciangkun (Panglima Muka Putih) dan Salinga, dapat menduga bahwa kematian raja mereka itu adalah akibat pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga sin-kang dengan hawa beracun. Dari sembilan lubang di tubuh raja itu keluar darah menghitam, ini tandanya keracunan hebat oleh pukulan yang merusak tubuh sebelah dalam. Ketidak hadiran Bayisan menimbulkan dugaan mereka ini bahwa Bayisan itulah yang telah membunuh raja, ayahnya sendiri!
Mungkin karena tak senang dengan pengangkatan Salinga sebagai calon panglima dan mantu raja. Akan tetapi, setelah mereka mendengar penuturan puteri mahkota tentang kekurangajaran Bayisan memasuki kamar Sang Puteri lalu dapat diusir oleh Puteri Tayami dengan bubuk beracun sehingga Bayisan menghilang, para panglima itu tidak mau membicarakan hal ini diluaran. Hanya diam-diam mereka mencari Bayisan untuk membalas dendam atas kematian raja, namun semenjak saat itu Bayisan menghilang sehingga orang menyangka bekas panglima itu tentu telah tewas oleh racun. Sejak kematian Raja Kulu-khan itulah, timbul perebutan kedudukan raja di Khitan.