Suling Emas Chapter 52

NIC

Sementara itu, dua orang kakek yang sudah dibakar perasaannya oleh Lu Sian, telah bertanding dengan hebatnya. Mula-mula Ban-pi Lo-cia menggunakan tangan kosong karena ia memandang rendah kepada lawannya yang sudah lumpuh. Namun tahu bahwa lawannya ini tentu memiliki sin-kang yang kuat, maka dalam serangannya ia mengerahkan tenaga dan menggunakan Hek-see-ciang yang ia andalkan. Agaknya Ban-pi Lo-cia, seperti biasa menjadi watak tokoh besar yang terlalu percaya kepandaian sendiri, memang sengaja hendak menguji sampai di mana hebatnya Si Kepalan Sakti. Pukulannya Hek-see-ciang yang tadi anginnya saja sudah mampu merobohkan Lu Sian dan Si Ek, kini menghantam kearah Kong Lo Sengjin.

Hebat memang pukulan Hek-see-ciang dari kakek gundul ini. Tentu dilatih belasan tahun lamanya, dengan latihan mencacah dan memukul pasir besi panas yang tercampur racun kelabang direndam arak tua, maka kini pukulan yang dilancarkan kengan pengaruh tenaga sin-kang, hebatnya luar biasa sehingga tidak aneh kalau orang-orang muda perkasa seperti Lu Sian dan Si Ek tadi roboh hanya oleh anginnya saja. Namun sekali ini perhitungan Ban-pi Lo-cia meleset. Kong Lo Sengjin tidak percuma dijuluki Sin-jiu atau Kepalan Sakti. Ia memang seorang ahli silat tangan kosong, maka tentu saja ia hafal akan segala macam pukulan berbisa seperti Hek-see-ciang atau Ang-see-jiu, maupun Pek-lek-jiu, malah sudah tahu pula bagaimana harus menghadapi pukulan-pukulan ini.

Kini melihat Ban-pi Lo-cia yang didahului oleh sinar hitam, ia tertawa bergelak, lalu memapaki pukulan itu dengan telapak tangan kanannya setelah memindahkan tongkat kanan ketangan kiri. Ban-pi Lo-cia girang melihat ini. Tangan terbuka merupakan sasaran lunak bagi Hek-see-ciang, karena hawa pukulannya akan langsung menembus kulit telapak tangan dan menyerbu ke dalam saluran darah terus ke jantung. Maka ia mengerahkan tenaganya dan memukul telapak tangan itu.

"Dessss...!"

Ban-pi Lo-cia kaget setengah mati karena kepalan tangannya bertemu dengan benda yang lemas lunak seperti kapas dan mendadak ia merasa betapa tenaga pukulannya seperti amblas tanpa dasar, tidak menemui sesuatu. Selagi ia hendak menarik tangannya, tiba-tiba tenaga pukulannya membalik dan menyerang dirinya sendiri melalui kepalan tangannya!

"Celaka...!"

Ia berseru kaget dan cepat lengan kirinya menampar tangan kanannya sendiri sehingga tenaga yang membalik itu tertangkis dan ia segera melempar diri kebelakang sambil bergulingan.

Kiranya kakek buntung itu sudah mempergunakan jurus dari Bian-kun (Silat Tangan Kapas) yang dasarnya memainkan atau mencuri tenaga lawan, kemudian dengan pengerahan tenaga sin-kang ia melontarkan kembali tenaga lawannya yang tadi tenggelam atau tersimpan. Marahlah Ban-pi Lo-cia. Tahu bahwa tak boleh ia main-main lagi dengan tangan kosong melawan kakek yang berjulukan Kepalan Sakti ini, ia melolos Lui-kong-pian dan terus mengadakan serangan dahsyat. Cambuknya menyambar-nyambar dan meledak diatas kepala Si Kakek Buntung. Diam-diam Kong Lo Sengjin terkejut. Ia lebih mahir menggunakan tangan kosong, akan tetapi menghadapi cambuk yang demikian panas dan dahsyatnya, kalau dilawan dengan tangan kosong, tentu ia akan terdesak. Maka ia lalu melompat kebelakang dan mengangkat tongkat bambumya untuk menangkis, kemudian secepat kilat tongkat bambu yang kiri menusuk perut lawan.

Kiranya dua batang bambu yang dipergunakan untuk pengganti kaki itu kini dapat dimainkan seperti senjata. Kalau yang kanan akan menyerang, yang kiri menjadi kaki dan demikian sebaliknya. Bahkan adakalanya tubuh kakek lumpuh ini melayang ke atas dan pada saat seperti itu, dua batang bambunya dapat menyerang bertubi-tubi. Hebat memang bekas raja muda ini! Tongkat-tongkat bambunya itu tidak saja dapat menyerang dengan pukulan dan hantaman atau sodokan seperti dua batang toya panjang, malah ujungnya dapat ia pergunakan untuk menotok jalan darah. Karena bambu itu berlubang, maka ketika digerakkan oleh sepasang tangan yang sakti itu, mengeluarkan bunyi angin mengaung-ngaung seperti suara dua ekor harimau bertanding. Ramai bukan main pertandingan tingkat tinggi ini. Bayangan mereka lenyap terbungkus gulungan sinar senjata dan terdengar pada saat itu adalah auman-auman yang keluar dari sepasang bambu diseling suara meledak-ledak dari ujung cambuk.

Keadaan yang seimbang ini, ketangguhan lawan membuat hati yang sudah menjadi gelap, tidak mendusin lagi bahwa dua orang muda itu sudah lenyap dari situ. Setelah lewat seratus jurus, mendadak Kong Lo Sengjin yang teringat kepada Lu Sian berseru.

"Siluman betina, kau lihat baik-baik bagaimana aku merobohkan monyet Khitan!"

Tiba-tiba gerakannya berubah. Kini tongkat bambu ditangan kirinya menerjang dengan gerakan memutar seperti kitiran sehingga suara mengaung jadi makin keras. Demikian cepatnya putaran tongkat bambu ini sehingga Ban-pi Lo-cia terpaksa memutar cambuknya pula untuk menangkis dan melindungi tubuh. Dengan tongkat lawan diputar seperti itu, tak mungkin ia dapat melibat dengan cambuknya. Tiba-tiba sekali, selagi bayangan tongkatnya itu masih belum lenyap, tongkatnya sendiri sudah turun dan kini sebagai gantinya, tangan kanan kakek lumpuh itu menghantam kedepan dengan pukulan jarak jauh.

Angin mendesis ketika pukulan ini dilakukan. Pukulan ini sudah membunuh puluhan orang pengungsi tanpa mengenai tubuh, maka dapat dibayangkan betapa ampuhnya. Ban-pi Lo-cia kaget dan maklum bahwa inilah pukulan maut yang membuat kakek bekas raja muda itu dijuluki Kepalan Sakti. Ia tidak berani berlaku sembrono, maka tidak mau menangkis secara langsung karena maklum bahwa lawannya memang memiliki keistimewaan dalam hal pukulan tangan kosong. Cepat ia menggeser kakinya sehingga kedudukan kuda-kudanya miring, kemudian dari samping ia baru berani menangkis dengan Hek-see-ciang. Tentu saja menangkis dari samping tidak sama dengan menerima dari depan secara langsung. Betapapun juga, begitu lengannya bertemu dengan lengan kakek lumpuh, hampir saja Ban-pi Lo-cia terjengkang, maka cepat-cepat ia melompat kebelakang sambil tertawa bergelak.

"Huah-hah-hah, bidadari cantik manis. Kaulihat, bukankah Ban-pi Lo-cia tidak dapat roboh oleh Sin-jiu? Sekarang kau lihat betapa aku membalasnya..."

Tiba-tiba Ban-pi Lo-cia berhenti berkata-kata, matanya liar mencari-cari didalam gelap dan tiba-tiba ia berseru,

"Celaka, kita kena tipu gadis liar itu!"

"Huh-huh, siapa butuh siluman itu? Biar dia mampus!"

Kong Lo Sengjin memaki.

"Hayo kita lanjutkan pertandingan, tak usah banyak cerewet!"

Kembali ia menerjang maju dengan tongkat bambunya.

"Nanti dulu!"

Ban-pi Lo-cia mengelak. Lenyapnya gadis jelita yang tadinya ia anggap sebagai korban yang sudah berada didepan mulut, melenyapkan pula nafsunya bertempur.

"Kau tahu ia itu puteri Pat-jiu Sin-ong. Mengapa pula ia ikut-ikut memperebutkan Kam-goanswe kalau tidak diutus ayahnya? Hemm, apakah kau kira Nan-cao tidak mengilar pula memiliki panglima seperti Kam-goanswe?"

Kong Lo Sengjin menyumpah-nyumpah.

"Kau betul! Celaka, kita kejar dia!"

Dua orang itu lalu melesat pergi mengejar. Tiba-tiba keduanya seperti ada yang memberi aba-aba, meloncat keatas pohon dan memandang dari puncak pohon besar. Biarpun keadaan gelap, namun sinar bintang-bintang dilangit cukup untuk menerangi sebagian besar permukaan bumi dan pandangan tajam kedua orang kakek ini segera melihat berkelebatnya bayangan dua orang muda itu yang belum lari jauh.

"Huah-hah-hah, manisku! Kau hendak lari kemanakah?"

Mereka berdua meloncat turun lagi dan segera mengejar kearah dua bayangan tadi. Bukan main kagetnya hati Lu Sian. Tadinya ia sudah merasa girang karena berhasil lari pergi dari tempat pertempuran selagi dua orang kakek sakti itu berkutetan mencari menang. Tanpa disengaja, mereka lari sambil berpegang tangan. Agaknya Kam Si Ek masih belum pulih betul oleh bekas pukulan Hek-se-ciang, maka ia menurut saja digandeng dan ditarik oleh gadis itu.

"Celaka."

Bisik Lu Sian.

"Si Monyet Gundul mengejar kita..."

"Hemm, kita bersembunyi dibalik batang pohon besar, biarkan ia lewat lalu tiba-tiba kita berdua menyerang dari kanan kiri, bukankah itu akan berhasil?"

Kam Si Ek memberi usul. Siasat seperti ini adalah siasat perang, akan tetapi agaknya takkan berhasil banyak kalau dipergunakan sebagai siasat pertandingan perorangan. Dalam perang mungkin siasat ini dapat dipergunakan melawan musuh yang lebih banyak.

"Percuma, kepandaiannya beberapa kali lipat lebih tinggi daripada kita, akal itu takkan berhasil. Lebih baik bersembunyi, tapi jangan sampai dapat dicari."

Tiba-tiba terdengar teriakan keras dari arah belakang,

"Kam-goansewe, jangan takut aku menolongmu!"

Gemetar suara Lu Sian mendengar ini.

"Wah, benar-benar celaka. Kusangka Ban-pi Lo-cia menang dan mengejar, kiranya kedua-duanya iblis tua itu yang mengejar kita."

"Hemm, mengapa takut? Kalau memang tidak ada jalan keluar, kita lawan mati-matian. Aku tidak takut mati!"

"Aku... aku juga tidak takut mati, akan tetapi aku masih ingin hidup, apalagi sekarang setelah bertemu denganmu."

Kata-kata Lu Sian ini membikin Kam Si Ek terkejut dan tercengang. Selanjutnya ia menurut saja ketika Lu Sian menariknya kearah kiri dimana terdapat sebuah danau kecil. Kini bulan mulai menerangi jagat dan tampaklah permukaan danau kilau kemilau, dan rumput alang-alang yang tumbuh dipinggir danau bergerak-gerak seperti menari-nari ketika tertiup angin malam.

"Lekas terjun, ini jalan satu-satunya!"

Lu Sian menarik tangan Kam Si Ek dan mereka terjun kedalam air danau yang gelap dan dingin. Kam Si Ek segera menggerakkan kaki tangan hendak berenang ketengah, akan tetapi gadis itu menahannya.

"Tidak usah ke tengah, kita bersembunyi disini saja."

"Disini?"

"Ya, menyelam. Lihat, alang-alang ini dapat menyembunyikan kita."

Lu Sian memilih batang alang-alang yang besar dan panjang, memotongnya dan memasukkan ujungnya kemulut.

"Kalau mereka lewat, kita menyelam, batang alang-alang ini membantu pernapasan kita."

Diam-diam Kam Si Ek kagum bukan main. Gadis ini cerdik luar biasa, pikirnya setelah ia mengerti apa yang dimaksudkan Lu Sian. Ia pun segera memotong sebatang alang-alang dan mereka menanti. Danau dibagian pinggir itu tidak dalam, air hanya sebatas dada mereka. Akan tetapi dinginnya bukan main! Tidak lama mereka menanti. Dua bayangan yang cepat sekali gerakannya datang dari depan, lalu terdengar suara Ban-pi Lo-cia,

"Ke mana mereka pergi? Tak mungkin mereka lari jauh!"

"Hemm, kalau tidak bersembunyi di danau itu, kemana lagi?"

Kata pula Si Kakek Lumpuh, Kong Lo Sengjin. Kagetlah hati dua orang muda itu dan cepat-cepat Lu Sian menarik tangan Kam Si Ek memberi isyarat supaya menyelam. Keduanya lalu menyelamkan kepala, berlutut kedalam danau dan batang alang-alang itu mereka pergunakan untuk menghisap hawa dari permukaan air. Karena disitu memang banyak tumbuh alang-alang maka batang alang-alang dari mulut mereka itu tidak tampak dari luar. Mereka tidak berani banyak bergerak, kuatir kalau-kalau air bergelombang dan menimbulkan kecurigaan.

Dari dalam air mereka dapat melihat bayangan dua orang itu dipinggir danau. Agaknya dua orang kakek itu tetap menyangka mereka bersembunyi didanau maka sengaja mereka menanti. Akan celakalah agaknya kalau tadi mereka tidak mempergunakan batang alang-alang untuk bernapas, karena kalau tadi mereka hanya menyelam biasa, tentu sekarang sudah tidak kuat menahan napas dan terpaksa muncul lagi. Dan sekali mereka muncul, berarti mereka pasti akan tertawan! Saking girang dan kagum hati Kam Si Ek memikirkan ini, didalam air ia memegang tangan Lu Sian dan menggenggamnya. Kagetlah ia karena tangan gadis itu menggigil kedinginan. Baru ia teringat bahwa didalam air danau ini dingin luar biasa, maka tanpa ragu-ragu lagi Kam Si Ek lalu memeluk pundak gadis itu sambil merapatkan tubuhnya agar dengan jalan ini mereka berdua agak merasa hangat.

Ketika melihat dari dalam air bahwa kedua orang kakek itu berdiri agak menjauhi tempat mereka sembunyi, Lu Sian menempelkan telinganya ke permukaan air dengan gerakan hati-hati sekali. Daun telinganya timbul dipermukaan air diantara alang-alang dan terdengarlah suara Ban-pi Lo-cia.

"Aku harus mendapatkan bidadari itu!"

"Ah, monyet tua bangka tak tahu malu, masih suka mengejar-ngejar gadis remaja. Aku sama sekali tidak peduli. Nah, kau carilah sendiri!"

Jawab Kong Lo Sengjin sambil menggerakkan tongkat hendak pergi.

"Uh, uh, kau lah yang tolol!"

Posting Komentar