Akhirnya, ia memilih seorang gadis puteri pedagang sutera she Lo di Jalanan Raya dan iapun merencanakan persiapan pernikahan untuk Ceng Ki. Ceng Ki tentu saja tidak dapat menolak hal baik untuk kemajuan dirinya itu, apalagi calon isterinya yang bernama Lo Cui Peng cukup cantik dan molek, bahkan gadis remaja yang menjadi pelayan dalam kamar juga manis. Diam-diam Ceng Ki bersukur dengan nasibnya yang demikian baiknya. Pernikahan itu Sama sekali tidak mengganggu hubungan Ceng Ki dengan Cun Bwe. Dengan cerdik Cun Bwe segera akrab dengan Cui Peng dan membiasakan diri untuk sekali makan bersama Suami isteri itu. Tanpa menimbulkan kecurigaan dan hampir setiap hari dapat saja mengadakan pertemuan berdua saja dengan kekasihnya. Ceng Ki diangkat menjadi sekretaris dan mempunyai sebuah kamar kerja sendiri, Maka mulailah bagi Cun Bwe untuk mengunjungi kamar kerja pria ltu atau sebaliknya ia memanggil Ceng Ki dengan alasan untuk nerundingkan sesuatu yang penting mengenai pekerjaan. Lima bulan kemudian, pada suatu hari datanglah Chow-Taijin dan tugas yang pikulnya itu berhasil dengan baik sekali. Pemberontakan berhasil dipadamkan sehingga Kaisar di Istana merasa gembira bukan main. Chow-Taijin menerima banyak anugerah, di antaranya dia diangkat menjadi seorang Jenderal di Propinsi Shantung. Semua pembantunya yang tercatat dalam daftar diberi kenaikan pangkat dan di antara termasuk juga Chen Ceng Ki yang diangkat menjadi Pembantu Sekretaris dan biarpun tidak besar namun setiap bulan dia menerima upah untuk pangkat itu. Ketika pada malam harinya Cun Bwe tldur bersama suaminya, ia menceritakan tentang semua pelaksanaan dari pesan suaminya.
“Pesta pernikahan itu menghabiskan uang yang cukup banyak.”
“Ah, sudah semestinya untuk merayakan pernikahan mengeluarkan tidak sedikit uang. Bagaimanapun, semua itu untuk keperluan seorang anggauta keluarga yang terdekat. Kita harus berani berkorban sedikit untuk saudara misan.”
“Sungguh amat baik dirimu telah menolongnya mendapatkan suatu pangkat kecil yang mendatangkan kehormatan baginya. Tentu saja upahnya terlalu kecil untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan isterinya.”
“Engkau benar. Sementara ini aku tidak dapat berbuat banyak untuknya, apalagi dalam waktu dekat ini aku harus pergi ke Ci-Nan-Hok, untuk memulai dengan tugasku dalam kedudukan yang baru, Sebaiknya akan kutinggalkan sedikit uang modal baginya agar dia dapat, mempergunakannya sebagai modal berdagang sesuatu. Biarlah dia mencari seorang pengurus untuk pekerjaan itu. Dan setiap sepekan sekali, dia boleh membayar sedikit kepadaku dari keuntungan yang diperolehnya, sebagai uang bunga dari pinjaman itu. Dengan demikian, akan ada sesuatu yang membangkitkan gairah dan semangat dalam hidupnya.” Tentu saja Cun Bwe setuju dengan usul suaminya yang akan menolong kekasihnya memperbaiki kedudukannya. Ia menunggu sampai suaminya berangkat meninggalkan rumahnya, lalu mengadakan pertemuan dengan Ceng Ki.
“Aku telah membicarakan masa depanmu dengan suamiku dan dia berpendapat bahwa sebaiknya engkau melakukan dagang kecil-kecilan untuk memperoleh hasil yang akan mencukupi kebutuhan hidup keluargamu. Kami akan menyediakan modal dan engkau harus mencari seorang pengurus perusahaan yang pandai dan memilih tempat yang cukup ramai.”
Tentu saja Ceng Ki sangat menyetujui dengan gembira bukan main. Setelah mengupah Cun Bwe dengan kemesraan yang meluap-Iuap untuk berita baiknya itu, Ceng Ki lalu pergi mencari seorang calon pengurus. Kebetulan sekali pada suatu hari ia bertemu dengan, seorang bekas teman sekolah dị jalan raya, yaitu Lu. Mereka saling sapa dengan gembira dan saling menceritakan pengalaman masing-masing dan dahulunya merupakan sahabat yang akrab. Ceng Ki menceritakan semua pengalamannya tanpa tedeng aling-aling lagi. Lu mendengarkan penuh takjub, kemudian berkata,
“Sekarang dengarkan usulku yang akan mendatangkan keuntungan besar untukmu.” “Benarkah? Ceritakan usulmu itu, kawan!”
“Ingatkah engkau kepada Yang, bekas pengurusmu dahulu itu?” Tentu saja Ceng Ki masih teringat kepada bekas pembantu yang telah menipunya itu. Ketika dia bersama pembantu itu berbelanja sutera ke Hu-Couw sebanyak setengah kapal yang kemudian kapal itu berlabuh di Sungai Ceng-Kiang dekat Yen-Couw. Ketika dia pergi berkunjung kepada Mong Yu Lok yang kini telah menjadi isteri Li-Kongcu yang bangsawan dan kaya raya, dia meninggalkan dagangannya dalam kapal, dijaga oleh pembantunya, Yang. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa Yang telah melarikan dagangan itu!
“Jangan sebut nama jahanam itu!” Ceng Ki berkata dengan Suara marah karena hatinya panas teringat akan penipuan Yang kepadanya.
“Dia pernah menipuku habis-habisan, dan ketika aku berada dalam keadaan sengsara dan aku datang kepadanya untuk minta bantuan, dia mengusir dan memakiku seperti orang mengusir anjing atau pengemis saja!”
“Nah, sekaranglah saatnya engkau balas dendam dan memperoleh keuntungan besar,” kata Lu. “Dia sekarang telah membuka sebuah kedai arak besar di Lin-Ceng, hidup serba kecukupan. Engkau tidak perlu membuka perusahaan baru, Kalau engkau dapat menguasai kedai araknya itu, engkau akan memperoleh keuntungan yang sudah berjalan dengan amat baiknya, Sekarang, ajukan sebuah gugatan ke pengadilan untuk menuntut daganganmu yang pernah dia larikan. Kedudukanmu sudah baik dan tentu pengadilan akan berpihak kepadamu Dan dia, si Yang pasti tidak akan mampu mbayarnya dan terpaksa dia akan melepaskan kedai araknya untuk membayar tuntutanmu. Engkau akan menguasai kedai arak yang sedang berjalan dengan baik itu. Engkau boleh mempertahankan pengurusnya yang sekarang, yaitu Shia, dan kalau engkau mengangkatku sebagai pembantunya, maka engkau akan mempunyai orang yang boleh kau percaya untuk mengamati jalannya perusahaan. Aku yakin bahwa sebulan kau akan mengantungi tidak kurang dari seratus ons keuntungan. Nah, bagaimana pendapatmu?”
Ceng Ki merasa girang sekali dan cepat dia pulang untuk merundingkannya dengan Cun Bwe yang segera menyetujuinya. Dan seperti yang diperhitungkan oleh Lu, ketika Chen Ceng Ki mengajukan gugatannya ke pengadilan, tentu saja pihak pengadilan yang mengakuinya sebagai keluarga Chow-Taijin dan pemilik kedai arak Yang segera ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan. Setelah mengalami siksaan, Yang mengakui bahwa dia telah melarikan dagangan Ceng Ki dan karena dia diharuskan segera membayar semua harga dagangan itu, tiada lain jalan kecuali menyerahkan perusahaannya kepada Ceng Ki.
Giranglah hati Ceng Ki. Bukan Saja dia dapat membalas dendam, akan tetapi juga dia memperoleh keuntungan besar. Dia lalu perbaiki kedai itu sehingga menjadi baru. Kedainya itu berada di dekat pelabuhan sehingga dari situ dia dapat melihat perahu-perahu yang berlabuh dan membongkar muatannya. Pada suatu siang, ketika dia duduk di depan kedainya, dia melihat dua buah perahu mendarat dan membongkar muatannya berupa beberapa peti dan karung yang oleh para kulinya diletakkan di depan kedai arak miliknya. Ceng Ki lalu melihat dua orang wanita dari perahu. Dia amat tertarik sekali dan, segera menghampiri mereka. Wanita pertama berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun, sedangkan yang ke dua kurang lebih dua puluh tahun. Melihat munculnya Chen Ceng Ki, Hua, pengurus kedai, berkata,
“Chen-Kongcu, dua orang wanita ini hendak menitipkan barang-barangnya untuk beberapa hari lamanya, katanya karena rumah saudara mereka ternyata tutup dan penghuninya tidak ada. Bagaimana kita mampu menerima titipan barang-barang yang banyak ini?” Ceng Ki sudah saling pandang dengan dua orang wanita itu, merasa seperti mengenal mereka dan akhirnya wanita yang lebih tua berkata,
“Maaf, bukankah Kongcu ini Chen Kongcu, mantu dari mendiang tuan Shi Men?” “Benar sekali, akan tetapi bagaimana Nyonya dapat mengenal saya ?”
“Apakah engkau tidak mengenal saya? Saya adalah Wang Liok Hwa, dan ini puteri kami, Mei Li.”
“Ah!” Ceng Ki teringat. Wanita ini adalah isteri seorang pegawai Ayah mertuanya dan wanita inipun menjadi kekasih mendiang Ayah mertuanya itu.
“Bukankah kalian datang dari Ibukota Timur? Dan di mana adanya suami Nyonya, Han Tao Kok?”
“Di perahu, sedang mengurus pembongkaran barang-barang.” Han Tao Kok segera ditemui dan Ceng Ki melihat betapa orang ini telah nampak tua, rambut dan jenggotnya sudah memutih. Mereka lalu bercakap-cakap dan Han Tao Kok bercerita tentang keributan yang terjadi di Ibukota Timur. Di antara para pembesar tinggi terjadi persaingan dan perebutan kekuasaan. Banyak pembesar tinggi yang kalah dalam persaingan ini, terkena fitnah dan dijatuhi hukuman, dan di antara fihak yang kalah ini termasuk pula menteri Ti, suami Mei Li kepada siapa Han Tao Kok menghambakan diri. Han Tao Kok masih sempat mengajak anak isterinya melarikan diri ke Ceng-Ho-Sian.
“Maksud kami hendak, tinggal untuk sementara di rumah adik saya di Ceng-Ho-Sian ini, akan tetapi temyata adik saya itu telah pindah dan rumahnya telah dijual. Terpaksa kami akan pergi ke selatan, ke rumah keluarga kami, dan kami hanya akan menunda perjalanan di sini selama beberapa hari saja.”
“Tidak perlu bingung, tinggallah di sini untuk sementara,” kata Ceng Ki dan diapun menceritakan keadaannya bahwa dia sekarang telah menjadi Sekretaris Pembantu dan membuka kedai arak itu. Han Tao Kok dan anak isterinya berterima kasih dan tak lama kemudian Ceng Ki mendapatkan kesempatan untuk bicara berdua saja dengan Mei Li yang sejak tadi amat dikaguminya.
“Berapakah usia Kongcu sekarang?” Mei Li bertanya sopan dan ramah. “Dua puluh enam tahun, dan engkau berapa, enci?”
“Sama,” jawabnya sambil tersenyum. “Sungguh merupakan suatu kebetulan bahwa setelah berpisah selama bertahun-tahun, dalam jarak ribuan li, kini tiba-tiba kita saling berjumpa di sini.”