"Keparat bermulut busuk, seret ia ke sini!" lalu empat orang pelayan wanita menangkap Siu Oh dan menyeretnya ke depan kaki Cun Bwe.
"Bagus ya? Kami memperlakukanmu dengan baik-baik di Sini, memberimu tempat dan makan, dan engkau membalasnya dengan kekurang ajaran mulutmu! Aku tidak sudi mempunyai koki macam engkau!" Cun Bwe memanggil suaminya dan minta kepada suaminya untuk menghukum Sun Siu Oh yang dikatakannya kurang ajar dan berani memakinya. Tanpa banyak cakap lagi Siu Oh lalu diseret ke tempat penyiksaan dan merima hukuman tiga puluh kali cambukan dengan telanjang bulat. Akan tetapi Siu Oh melawan ketika hendak ditelanjangi dan tidak sudi bertelanjang di depan umum. Para pelayan juga meragukan perlakuan ini, sedangkan isteri ke dua Chow-Taijin juga merasa betapa hukuman itu keterlaluan Maka iapun berkata,
"Nyonya Besar, berilah ia hukuman cambuk sesukamu akan tetapi harap jangan menyuruh membuka pakaian di depan umum, ini tidak pantas." Mendengar ini, Chow-Taijin mengangguk-angguk. Diapun tidak setuju dengan keputusan itu, akan tetapi tidak berani berterang menentang kehendak isterinya yang tercinta.
"Apa, engkau membelanya?" Cun Bwe berteriak. "Apakah kalian ingin aku menjadi gila? Akan kubanting mati anakku dan aku menggantung diri!" Dan iapun melempar dirinya ke atas lantai. Chow-Taijin cepat merangkul dan memeluknya.
"Baiklah, kehendakmu akan terlaksana" Dia menghibur dan demikianlah, Sun Siu Oh yang malang terpaksa harus menelungkup dan merima cambukan Sebanyak tiga puluh kali di pinggulnya. Dan pada hari itu juga Siu Oh dijual kepada Bibi Pi yang membawanya pergi. Cun Bwe hanya menjual Siu Oh seharga delapan ons saja, amat murah, akan tetapi Ia berpesan kepada Bibi Pi bahwa harga itu diberikan dengan syarat bahwa Siu Oh harus dijual ke rumah pelacuran! Karena mendapat kesempatan untuk mengeduk keuntungan sebanyaknya, Bibi Pi lalu menyanggupi dan iapun mengatur rencana. la menghubungi rumah pelacuran terbesar dan melalui seorang perantara yang menyamar sebagai duda Iapun menjual Siu Oh kepada duda itu untuk harga dua puluh lima ons. Sang duda membayar harga itu dan membawa Siu Oh pulang, bukan ke rumahnya sebagai isterinya yang ke sekian karena isteri pertama sudah meninggal, melainkan ke rumah pelacuran itu. Siu Oh terkejut bukan main, Ia menangis dan memberontak, namunn ia disiksa, dipaksa dan akhirnya semua kemarahan dan pemberontakannyapun dapat ditekan dan ditundukkan.
Ia harus belajar memainkan alat-alat musik dan setelah ia pandai, ia diharuskan berias diri, mengenakan pakaian indah dan mulailah ia bekerja sebagai seorang pelacur! Rumah pelacuran itu bukan lain adalah milik Liu ipar dari Chang Shong! Pada suatu hari, Chang Shong yang dihormati dan ditakuti sebagai pegawai berkunjung ke rumah pelacuran milik iparnya itu. Seperti biasa, dia disambut dengan hormat dan dipersilakan memilih bunga-bunga hidup yang terdapat di situ. Mendengar akan adanya seorang bunga baru yang cantik, ia memilihnya dan dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia mengenal pelacur ini sebagai Sun Siu Oh, bekas tukang masak rumah majikannya yang baru saja diusir keluar dari rumah itu. Juga Siu Oh mengenalnya dan pura-pura tidak Mengenalnya di depan orang banyak. Barulah setelah. mereka bereda berdua di dalam kamar, Chang Shong bertanya.
"Bukankah engkau Sun Siu Oh? Bagaimana engkau bisa berada di tempat ini?" Siu Oh menangis,
"Aku ditipu Bibi Pi, katanya dinikahkan dengan seorang duda, kiranya duda itu adalah perantara yang membawaku ke tempat ini. Aku dipaksa bernyanyi dan tertawa, padahal hatiku menangis air mata darah." Chang Shong memang sejak wanita itu menjadi koki di rumah majikannya, juga merasa kagum dan suka kepada wanita ini. Maka sekarang dia memperoleh kesempatan dan diapun mengajak Siu Oh makan minum, menyuruhnya bernyanyi dan malam itu dia menjadikan Siu Oh kekasihnya. Pada keesokan harinya, Chang Shong berpesan kepada iparnya bahwa mulai hari itu, Siu Oh adalah miliknya dan tidak boleh melayani laki-laki lain. Dialah yang akan memberinya belanja setiap bulannya. Pertemuannya dengan Chang Shong ini sedikitnya merupakan hiburan bagi Siu Oh, membebaskannya dari siksaan batin harus melayani setiap laki-laki yang berani membayarnya sebagai seorang pelacur.
Pada pertengahan bulan ke dua belas, Cun Bwe berkata kepada suaminya,
"Sebentar lagi akan tiba saatnya peringatan tiga tahun kematian Shi Men dan ulang tahun kelahiran puteranya. Aku tidak ingin dianggap tidak tahu aturan, maka aku ingin mengirim beberapa sumbangan ke rumah Goat Toanio." Chow Taijin menyetujui keinginan isterinya itu, dan dikirimnya seorang utusan membawa seguci anggur yang baik dan sebaki penuh bahan-bahan sembahyang. Keluarga Goat Toanio membalas dengan kartu undangan yang diantar oleh kacung A Tai, undangan dari Goat Toanio untuk Nyonya Jaksa Chow yang terhormat. Dengan girang Cun Bwe datang berkunjung ke rumah yang mendatangkan banyak kenangan baginya itu. la mendapatkan perubahan besar dalam rumah tangga itu.
Antara lain bahwa pelayan Siauw Giok kini telah menjadi isteri kacung A Tai yang telah dewasa. Pegawai Lai Seng yang telah menjadi duda, kini menikah dengan pelayan Yu I. Akan tetapi, hatinya kecewa karena ia tidak melihat Chen Ceng Ki di rumah itu seperti yang diharapkannya. Ke manakah perginya Chen Ceng Ki, bekas kekasihnya itu? Puteranya, yang semua orang menganggap sebagai putera Chow-Taijin, agaknya Secara ajaib telah mengenal Ayahnya yang sejati ketika Chen Ceng Ki menjalani hukumamya dahulu itu. Melihat kemurungan isterinya, kemudian mendengar pengakuan isterinya bahwa isterinya mengkhawatirkan saudara misannya, Chow-Taijin lalu mengutus orang-orangnya untuk mencari Chen Ceng Ki dan mengajaknya ke gedungnya untuk dapat bertemu dengan isterinya. Ke manakah perginya Chen Ceng Ki?
Dia tidak berani kembali ke Kuil karena dia mendengar bahwa kepala Kuil telah meninggal dunia dengan mendadak tentu karena mendengar akan peristiwa yang menimpa dirinya dan Kakek itu takut kalau sampai namanya terbawa. Karena tidak ada lagi tempat berteduh, Ceng Ki kembali kepada keadaan semula, yaitu tinggal di bawah jembatan bersama para jembel dan tunawisma lainnya, mendapatkan makanan setiap harinya dengan cara mengemis! Pada suatu pagi, dia bermalas-malasan duduk di ujung pintu gerbang, membiarkan matahari pagi menyinari tubuhnya yang berpakaian compang-camping, ketika dia melihat seorang laki-laki berkuda. Seorang laki-laki yang gagah dengan pakaian mewah dan di tangannya terdapat seikat bunga seruni yang masih segar. Ketika penunggang kuda itu melihat Ceng Ki, dia menahan kendali kudanya, dan meloncat turun dengan wajah gembira.
"Ah, kiranya engkau berada di sini! Betapa sulitnya kami mencari-carimu sampai ke mana-mana" Ceng Ki memberi hormat dan bertanya dengan sikap sopan.
"Bolehkan saya bertanya, siapakah tuan dan dari mana?"
"Aih, Chen Kongcu. Lupakah engkau kepadaku? Aku adalah Chang Song pegawai Chow-Taijin. Engkau adalah saudara misan dari Nyonya Besar dan beliau khawatir sekali sejak engkau menghilang. Kami diutus mencarimu sampai dapat, dan kami sudah hampir putus asa. Tahu-tahu engkau berada di sini dan kami saling bertemu secara kebetulan. Marilah, Kongcu, kau naiki kudaku biar aku mengiringkanmu sambil jalan kaki" Demikianlah, manusia sudah kehilangan kemanusiaannya, kehilangan kepribadiannya sebagai mahluk yang paling agung di dunia ini, Yang ada hanyalah kedudukan dan uang. Kedudukan dan uanglah yang menentukan kehormatan orang, Kedudukan dan uang demikian dipuja sehingga yang dua itulah yang dihormati orang bukan manusianya! Kelucuan yang menyedihkan, namun kenyataan ini dapat dilihat di manapun juga!
Setelah bersama Chang Shong dia tiba di rumah Jaksa Chow, melihat keadaan bekas kekasihnya itu, Cun Bwe lalu mengutus pelayan untuk menyediakan air harum agar “saudara misannya” itu dapat membersihkan diri, dan memberinya pakaian yang bersih dan indah. la sendiri lalu berias dan akhirnya, kedua orang ini dapat bertemu di dalam ruangan tamu. Karena berada di tempat terbuka dan dapat terlihat oleh para pelayan, Ceng Ki dan Cun Bwe bercakap-cakap seperti selayaknya dua orang saudara misan yang baru berjumpa. Akan tetapi keduanya merasa demikian terharu sehingga dua pasang mata itu berlinangan air mata. Pada waktu itu, Jaksa Chow masih berada di ruangan sidang, masih belum selesai dengan tugas pekerjaannya untuk hari itu. Cun Bwe khawatir kalau sampai suaminya datang dan Ceng Ki salah tingkah dan salah omong, maka sambil berbisik-bisik iapun memberi peringatan.
“Jika dia datang dan bertanya kepadamu, katakan bahwa engkau adalah saudara. misanku dari pihak Ibu, Aku lebih tua setahun darimu, yaitu dua puluh lima tahun, lahir tanggal dua puluh lima bulan empat. Mengeri?”
“Mengerti”
“Ketika kukatakan kepada suamiku bahwa engkau saudara misanku, dia merasa sangat menyesal bahwa engkau telah menerima hukuman. Ketika itu aku sudah ingin menahanmu di sini, akan tapi pelayan Siu Oh itu berada di sini, maka hal itu tidak mungkin. Mengertikah engkau? Nah, aku berhasil mengusirnya keluar dan pada waktu itu, engkaupun menghilang sehingga kami bersusah payah mencarimu.” Tak dapat menahan keharuan hatinya. mereka berdua menangis. Akan tetapi mereka segera menghentikan tangis ketika seorang pelayan wanita muncul dan memberi tahu bahwa pengadilan telah selesai sehingga Chow-Taijin setiap saat akan datang.
Ternyata Chow-Taijin bersikap amat baik dan ramah terhadap Chen Ceng Ki, demi menyenangkan hati isterinya yang tercinta, Dengan rela tuan rumah ini menyediakan sebuah kamar yang besar dan cukup mewah untuk ditinggali Ceng Ki, di bagian perpustakaan sebelah barat dan Ceng Ki dianggap sebagai seorang anggauta keluarga Cun Bwe sendiri yang mengatur agar kamar itu dilengkapi dengan perabot, dan diberi pembaringan yang enak, bantal-bantal yang baru dan lunak, juga untuk saudara ltu dibuatkan pakaian yang cukup banyak, serba indah dari sutera mahal, sandal, sepatu dan pendeknya, lengkap! Bahkan seorang kacung diberikan kepada Ceng Ki untuk menjadi pelayannya. Sekali lagi bintang peruntungan Ceng Ki terang benderang dan dia hidup dalam kemewahan dan kecukupan,
Seolah-olah dia kembali seperti ketika masih menjadi mantu Shi Men dan tinggal di rumah mertuanya itu. Dan terbukalah kesempatan seluas-luasnya bagi Cun Bwe dan Ceng Ki untuk mengulang kembali hubungan yang pernah terputus, bahkan kini lebih erat dan lebih mesra daripada dahulu. Chow-Taijin banyak kesibukan di siang hari dan jarang berada di dalam rumah, oleh karena itu leluasalah kedua orang itu untuk mengadakan pertemuan dan bermain cinta mengumbar nafsu mereka yang tak pernah mengenal puas, Kadang-kadang Cun Bwe berkunjung ke dalam kamar Ceng Ki, bahkan mereka kini bermain cinta di dalam kamar Cun Bwe! Tidak ada waktu lowong dan kesempatan dilewatkan oleh dua orang yang menjadi hamba dari nafsu mereka sendiri itu. Pada, suatu hari Chow-Taijin berkata kepada isterinya,
“Mentaati perintah lstana, tak lama lagi aku harus memimpin pasukan bersama Komandan dari Ci Nam Hok untuk menumpas pemberontakan di Pegunungan Liang-San. Urusan ini akan memakan waktu beberapa bulan lamanya. Karena itu, engkau segera mengurus dan mencarikan jodoh untuk saudara misanmu, agar dia tidak tinggal sendirian. Karena sepeninggalku, aku akan mengangkat dia menjadi satu di antara pembantuku untuk mengurus pekerjaan kantor. Jika perjalananku berhasil baik maka tentu Istana akan memberi pahala dan saudara misanmu akan dapat kumasukan ke dalam daftar orang-orang yang berjasa agar dia diberi anugerah pangkat. Dengan demikian maka nama baik keluargamu akan terangkat.”
Tentu saja Cun Bwe menyambut usul ini dengan gembira. la mencinta Ceng Ki dan ingin melihat kekasihnya itu berkembang kembali nasib baiknya. lapun cepat mengutus pelayan untuk menghubungi seorang perantara, seorang comblang untuk memilihkan calon jodoh untuk Ceng Ki.