"Ada urusan apakah, Paman Chang yang baik?"
"Hemm, enak saja engkau main-main pelacur busuk! Engkau masih berhutang uang pajak tiga bulan kepadaku. Hayo bayar!"
"Biarlah nanti akan kubayar, Paman. Harap sabar sebentar," kata Kim Giok masih menyembunyikan rasa takutnya di balik senyum manis. Akan tetapi, dengan marah Chang Shong mendorong wanita itu sampai terpelanting dan kepalanya membentur meja sampai mengeluarkan banyak darah. “Aku tidak bisa menunggu lagi! Aku harus menerimanya sekarang!" teriaknya kepada Kim Giok yang masih rebah di atas lantai. Kemudian dia membalikkan tubuhnya menghadapi Chen Ceng Ki, matanya melotot marah. Sekali tendangan membuat meja di antara mereka terlempar, membuat mangkok piring berserakan. Melihat kekasihnya diperlakukan kasar, Chen Ceng Ki merasa bahwa sudah tiba saatnya dia memperlihatkan kejantanannya.
"Hai. siapakah engkau itu yang masuk dengan kekerasan seperti orang biadab?"
"Apa? Seorang Pendeta laknat macam engkau berani membuka mulut? Engkau Pendeta busuk tukang lacur, biar kuhajar engkau" bentak Chang Shong dan diapun menerjang dengan marah. Ceng Ki berusaha melawan, namun sia-sia saja. Dia seorang pemuda yang lemah dan terlalu banyak pelesir dengan wanita, mana mungkin mampu melawan seorang jagoan tukang pukul seperti Chang Shong? Dia dibanting ke atas lantai dan dihujani pukulan dan tendangan sampai jatuh pingsan. Petugas Keamanan datang dan setelah mendengar dari Chang Shong yang mereka kenal sebagai pelayan kepercayaan Jaksa Chow,
Tentu saja mereka lebih percaya kepada pelayan pembesar itu dan Chen Ceng Ki bersama Kim Giok lalu ditangkap dan diseret ke pengadilan. Sebelum diadili, mereka dijebloskan ke dalam tahanan. tempat tahanan, para petugas tahanan, yang juga merangkap sebagai tukang siksa di pengadilan, segera mengancam dan membujuk kepada Chen Ceng Ki agar “bersikap baik" terhadap mereka, dan tidak melupakan "jasa" mereka. Chen Ceng Ki mengerti apa maksud mereka yaitu mereka minta uang suapan, akan tetapi dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Baju luarnya telah terobek ketika dia dipukuli Chang Shong, dan uang dalam sakunyapun hilang. Yang dimilikinya hanyalah sebuah hiasan rambut dari perak dan benda itulah yang diberikan kepada petugas tahanan, yang diterimanya dengan wajah muram oleh para petugas itu.
Keadaan Kim Giok lebih baik. Bibi Ceng, yaitu mucikari yang mengurus semua keperluan Kim Giok, cepat membagikan empat ons uang kepada Petugas tahanan yang tentu saja merasa senang dan mereka menjanjikan untuk bersikap lunak terhadap wanita pelacur ini kalau terjadi pemeriksaan pengadilan tiba. Seperti kita ketahui,Chow-Taijin adalah jaksa yang, berkuasa dan dia telah menerima Cun Bwe sebagai selirnya yang tercinta. Cun Bwe adalah bekas pelayan Kim Lian ketika masih bekerja di rumah keluarga Shi Men. Setelah Cun Bwe melahirkan seorang putera, maka kesayangan Chow-Taijin terhadap dirinya menjadi semakin besar, Apalagi ketika isteri Pertama meninggal dunia, maka Cun Bwe diangkat menjadi isteri pertama!
Tentu saja kedudukannya menjadi tinggi dan mulia, dan segala keinginannya dipenuhi belaka oleh suaminya. Anak laki-laki yang kini berusia enam bulan itu amat dekat dengan Chang Sheng tukang pukul yang menjadi pelayan kesayangan dan kepercayaan Chow-Taijin. Seringali anak itu dipondongnya dan diajaknya bermain-main. Bahkan kalau Chow-Taijin sedang mengadakan pemeriksaan dalam sidang pengadilan, dimana Chang Shong hadir, pelayan ini seringkali mengajak anak itu bersamanya. Demikian pula, ketika Chen Ceng Ki dan Kim Giok diadili, Chang Shong juga hadir sambil mondong anak kecil putera Chow-Taijin. dan Cun Bwe itu. Keputusan pengadilan itu cepat sekali. Setelah ditanya nama dan pekerjaannya, hakim memutuskan,
"Orang muda Chen, sebagai seorang anggauta Kuil Tao, engkau telah melanggar pantangan Kuil, engkau minum arak dan melacur di tempat umum, bahkan membikin ribut! Karena itu, kami Menuntut untuk memberi hukunan Cambuk dua puluh kali kepadamu, dan engkau tidak boleh lagi menjadi Pendeta Tao.” Kemudian kepada Kim Giok, pembesar itu berkata, "Engkau kami jatuhi hukuman jepit jari lima puluh kali, dan engkau tidak boleh kembali ke kedai arak di Lin-Ceng melainkan harus kerumah pelacuran di mana engkau berasal." Hukuman itu segera dilaksanakan. Beberapa orang algojo melaksanakan hukumnan jepit jari kepada Kim Giok, akan tetapi mereka benar-benar melakukannya dengan lunak sehingga wanita itu tidak begitu tersiksa. Sebaliknya, mereka melaksanakan hukuman terhadap Chen Ceng Ki, merangket orang muda itu dengan sepenuh tenaga tanpa mengenal kasihan lagi. Tiba-tiba terjadilah suatu keanehan. Anak laki-laki yang berada dalam pondongan Chang Shong, tiba-tiba meronta ronta dan mengulurkan kedua tangan ke arah Chen Ceng Ki. Chang Shong berusaha mendiamkannya namun sia-sia saja, maka, khawatir kalau pembesar itu terganggu dan marah, Chang Shong segera mengajak anak yang masih menangis itu masuk ke dalam.
"Eh... apa yang terjadi dengannya?" tanya Cun Bwe ketika anak itu dibawa masuk ke dalam keadaan menangis semakin kuat.
"Sungguh saya sendiri merasa heran, Nyonya. Biasanya dia diam saja menyaksikan Semua peristiwa di pengadilan, akan tetapi ketika pesakitan Chen dari Kuil Tao itu dihukum cambuk, dia lalu menangis dan meronta-ronta, maka terpaksa saya ajak masuk," kata Chang Shong.
"Chen...!" Cun Bwe bertanya kaget dan iapun cepat menuju ke luar dan mengintai dari balik tirai. Dan benar saja, sekali lirik tahulah ia bahwa pemuda yang mengaduh-aduh di bawah cambukan itu bukan lain adalah Chen Ceng, mantu Shi Men yang pernah menjadi kekasihnya pula ketika pemuda itu mengadakan hubungan gelap dengan Kim Lian, bekas majikannya. Melihat ini, cepat Cun Bwe menyuruh Chang Shong untuk memanggil suaminya. Chang Shong cepat keluar dan mendengar bahwa isterinya memanggilnya sekarang juga, Jaksa Chow yang segera meninggalkan ruangan sidang dan masuk ke dalam. Para algojo yang baru mencambuk sepuluh kali, terpaksa menunda kelanjutannya hukuman itu sambil menanti kembalinya Chow-Taijin.
"Ada apakah?" tanya Chow-Taijin kepąda isterinya.
"Pendeta muda itu adalah saudara sepupuku dari pihak Ibu. Karena itu, aku mohon kepadamu, ampunkan dia dan aku ingin bicara dengannya."
"Ah, kenapa tidak lebih dulu engkau beritahu? Sekarang dia sudah menerima sebagian dari hukumannya." Chow-Taijin kembali ke ruangan itu dan memberitahu kepada para pegawainya, “Pesakitan itu dibebaskan dari sisa hukumannya, dan wanita itu segera dikirim kembali ke rumah pelacuran!" Kemudian kepada Chang Shong dia berkata,
"Jangan biarkan Pendeta muda itu pergi, isteriku ingin bicara dengannya karena dia masih saudara sepupunya." Sementara itu, dengan jantung berdebar, Cun Bwe menanti saat pertemuannya dengan Chen Ceng, sambil mengenang kembali saat-saat indah dan mesra ketika dia masih menjadi kekasih pemuda itu. Akan tetapi tiba-tiba ia teringat Sun Siu Oh! Ah, hampir saja ia lupa akan adanya wanita itu di dalam rumahnya dan bekerja sebagai pelayan dapur! Tentu saja Sun siu oh akan mengenal Chen Ceng Ki dan akan membuka rahasia kepada Chow-Taijin bahwa pemuda itu bukanlah saudara sepupunya, melainkan bekas kekasihnya!
"Katakan kepada saudara misanku itu bahwa pada saat ini aku belum sempat menerimanya dan aku akan menentukan waktunya untuk bertemu dengannya," katanya kepada Chang Shong. Biarpun Chen Ceng Ki merasa menyesal bahwa dia tidak segera dapat bertemu dengan Cun Bwe lagi, namun dia merasa lega bahwa dia merasa telah dapat terbebas dengan mudah walaupun punggungnya merasa pedih oleh cambukan sepuluh kali tadi. Diapun menerima pesan melalui Chang Shong itu dan dia meninggalkan kantor pengadilan, masuk ke kota Ceng-Ho-Sian dengan bebas, Cun Bwe mengasah otaknya yang cerdik.
Bagaimanapun juga, ia harus dapat mengadakan pertemuan. dengan bekas kekasihnya itu, akan tetapi seorang yang menjadi penghalang harus disingkirkan lebih dahulu, yaitu Sun Siu Oh. Dicarilah gara-gara. Melalui pelayannya, Ia memesan kepada Siu Oh untuk membuatkan masakan sup ayam yang lezat. Siu Oh melaksanakan perintah itu dengan hati-hati, iapun memasak sup ayam yang kelihatan lezat dan dengan baunya yang harum sedap, Akan tetapi, begitu mencicipi sedikit Cun Bwe memuntahkannya kembali dan memaki-maki, mengatakan bahwa sup itu tidak ada rasanya sama sekali, hambar dan tidak enak, dan minta kepada pelayan untuk membawanya kembali ke dapur. Pelayan itu membawa masakan ke dalam dapur dan mengatakan kepada Siu Oh bahwa majikannya menganggap masakan itu hambar dan kurang bumbu. Kini, setelah dicicipi lagi, Cun Bwe marah-marah.
"Huh, apakah ia ingin meracuni aku dengan masakan ini?" dan didorongnya panci sup itu sehingga isinya tumpah. "Panggil ia ke sini untuk minta ampun, aku sungguh marah kepadanya." Mendengar Ini Siu Oh mengomel,
"Hemm, baru saja ia mendapat kedudukan sedikit saja, ia sudah bersikap congkak dan menekan pelayan-pelayannya." Si pelayan tentu saja menyampaikan omelan ini kepada Nyonya majikannya dan Cun Bwe semakin marah.