Si Tangan Sakti Chapter 18

NIC

Mereka melihat ada orang Pek-lian-kauw, orang-orang Pat-kwa-pai, dan tokoh-tokoh sesat yang terkenal.

Tentu saja mereka merasa seperti ikan yang dilepas di air, merasa cocok dan senang, apalagi di ruangan itu, para ta-mu yang dipersilakan menunggu tibanya saat pertemuan, mendapat hidangan arak dan kue serba melimpah.

Setelah gadis baju putih mempersilakan mereka masuk, tiga orang Naga Besi ini segera bertemu dan bercakapcakap dengan akrab ber-sama orang-orang yang telah mereka kenal.

Dan di ruangan ini, mereka baru mendapatkan keterangan dari para tamu siapa orang-orang yang berdiri di bela-kang Pao-beng-pai ini.

Pao-beng-pai yang kini berdiri lagi dengan kokoh kuatnya ini merupakan perkumpulan yang tadinya telah mati karena dihancurkan pasukan pemerintah, seperti banyak perkumpulan lain yang memberontak terhadap Kerajaan Ceng (Mancu).

Muncul seorang yang gagah perkasa dan dialah yang mengumpulkan kembali bekas anak buah Pao-beng-pai, mempergunakan uang untuk menghimpun tenaga-tenaga baru sehingga Pao-beng-pai bangkit kembali dan kini bahkan menjadi perkumpulan yang lebih besar dan lebih kuat daripada dulu.

Tokoh itu bernama Siangkoan Kok, seorang laki-laki berusia lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi besar dan ber-wajah gagah seperti tokoh Kwan In Tiang dalam dongeng Sam Kok.

Dia mengaku sebagai keturunan keluarga kaisar Kera-jaan Beng yang telah jatuh oleh orang-orang Mancu.

Tentu saja tidak ada bukti--bukti bahwa dia keturunan kerajaan yang sudah jatuh lebih dari seratus tahun yang lalu, akan tetapi karena dia kaya raya, dan berilmu tinggi, maka orang-orang yang ditarik menjadi anggauta Pao-beng--pai percaya saja.Di samping harta kekayaan yang amat banyak, yang tidak seorang pun me-ngetahui dari mana datangnya dan me-nurut Siangkoan Kok harta benda itu adalah peninggalan keluarga Kaisar Beng, tokoh ini pun memiliki kepandaian silat yang hebat.

Banyak sudah jagoan yang tadinya menentangnya, banyak tidak per-caya akan kepemimpinannya, jatuh di tangannya dan banyak yang menaluk lalu menjadi pembantunya dengan imbalan yang cukup besar sehingga kedudukannya semakin kuat dan Pao-beng-pai semakin terpandang karena di situ berkumpul banyak tokoh yang berilmu tinggi.

Siangkoan Kok mempunyai seorang isteri yang selain cantik, Juga lihai bukan main.

Isterinya itu bernama Lauw Cu Si berusia empat puluh lima tahun.

Ia pun terkenal karena mengaku sebagai ke-turunan keluarga pimpinan Beng-kauw, sebuah perkumpulan tokoh-tokoh sesat yang pernah menjagoi dunia kang-ouw.

Kalau Siangkoan Kok disebut "pangcu" (ketua), maka isterinya, Lauw Cu Si ini memerintahkan semua anak buahnya agar menyebutnya "toanio" (nyonya besar).

Masih ada lagi seorang tokoh dalam keluarga pimpinan Pao-beng-pai, yaitu seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun yang cantik jelita namun tidak kalah lihainya dibandingkan ayah ibunya, yaitu ketua Pao-beng-pai dan isterinya itu.

Namanya adalah Siangkoan Eng, ayah ibunya menyebutnya Eng Eng.

Akan te-tapi semua anak buah Pao-beng-pai di-haruskan menyebutnya Sio-cia (Nona) saja tanpa sebutan lain.

Gadis yang cantik, anggun dan dingin inilah yang pernah dengan berani mendatangi pesta tiga keluarga besar di rumah Suma Ceng Liong dan menantang untuk mengadu ilmu silat.

Keluarga ini menguasai atau lebih tepat lagi membangun kembali Pao-beng--pai lima tahun yang lalu.

Dengan ke-pandaian mereka yang tinggi, ayah, ibu dan anak yang ketika itu baru berusia delapan belas tahun, berhasil membang-kitkan Pao-beng-pai menjadi sebuah perkumpulan yang kuat.

Anak buah mereka tidak kurang dari seratus orang, akan tetapi ratarata anak buah ini memiliki ilmu kepandaian yang cukup tangguh karena selain para anggauta itu dipilih, juga mereka dilatih ilmu silat selama lima tahun ini.

Lebih dari separuh jumlah itu adalah anggauta pria, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok seragam abu-abu dan kelompok bersera-gam hitam-hitam yang tingkatnya lebih tinggi daripada yang abu-abu.

Adapun si-sanya, empat puluh orang, terdiri dari gadis-gadis yang usianya antara dua pu-luh sampai tiga puluh tahun, rata-rata cantik dan mereka ini digembleng secara khusus sehingga merupakan pasukan yang lihai, lebih lihai dibandingkan para ang-gauta pria.

Para anggauta wanita ini memiliki dua tingkat pula, yang pertama adalah mereka yang berpakaian putih-putih, hanya terdapat empat orang diantara mereka sebagai pimpinan, selebih-nya dibagi menjadi pasukan yang ber-seragam hitam, kuning, dan biru.

Para anggauta yang seratus orang lebih jumlahnya itu masih muda-muda dan tidak ada yang lebih dari tiga puluh tahun usianya.

Dan mereka itu tertib dan berdisiplin sekali, karena Paobeng-pai mempunyai peraturan yang amat keras.

Mereka itu mendapat upah yang besar, hidup serba kecukupan, akan tetapi me-reka harus taat akan semua peraturan dengan ancaman hukuman berat kalau mereka melanggar.

Di antara peraturan itu terdapat suatu ketentuan bahwa se-lama mereka masih menjadi anggauta Pao-beng-pai, mereka tidak diperbolehkan menikah! Juga bagi para anggauta wanitanya, selain tidak boleh menikah, ti-dak boleh pula melahirkan anak.

Dapat dibayangkan apa akibatnya dengan adanya peraturan ini.

Para ang-gauta itu adalah orang-orang yang sudah dewasa, maka peraturan ini tentu saja amat menyiksa dan karena mereka me-rasa sayang kehilangan kemewahan yang mereka nikmati sebagai anggauta Pao-beng-pai, juga karena mereka takut akan ancaman hukuman, mereka pun tidak ada yang berani melanggarnya.

Akan tetapi, larangan itu hanyalah larangan menikah bagi semua anggauta, dan larangan me-lahirkan bagi anggauta wanita.

Akibatnya, untuk menyalurkan kebutuhan berahi mereka, terjadilah hubungan gelap yang tidak wajar, bahkan kadang jahat.

Kare-na mereka adalah orang-orang yang me-miliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi bagi orang awam, maka banyak di antara para anggauta pria mempunyai kekasih di luar, bahkan ada pula yang melakukan perkosaan terhadap para wanita di dusun--dusun yang berada di luar daerah Ban-kwi-kok, yaitu yang berada di lereng dan kaki Gunung Setan.

Juga para anggauta wanita yang tidak lagi dapat menahan gejolak nafsu mereka, diam-diam men-jalin hubungan gelap dengan sesama ang-gauta yang pria, atau mempunyai ke-kasih gelap yang mereka pilih dari para penduduk dusun.

Tentu saja para wanita ini berusaha agar jangan sampai hamil sebagai hubungan gelap itu.

Mereka adalah orang-orang dari go-longan sesat, maka perbuatan semacam itu mereka anggap wajar saja.

Maka, tersohorlah nama Pao-beng-pai sebagai perkumpulan yang amat ditakuti oleh penduduk di pegunungan itu.

Siangkoan Kok dan anak isterinya tentu saja tahu akan perbuatan anak buah mereka, namun mereka ini bersikap tidak peduli.

Selama para anggauta tidak melanggar peraturan dan larangan, cukup-lah.

Selain itu, Siangkoan Kok yang biar-pun kaya raya namun harus mengeluarkan biaya besar untuk perkumpulannya, se-gera mengambil tindakan untuk men-datangkan dana.

Caranya adalah me-nundukkan dan menalukkan semua gerom-bolan penjahat di kota-kota dan dusun-dusun sekitar Kui-san, memaksa mereka mengakui kekuasaan Pao-beng-pai.

Yang membangkang dihancurkan, dan yang taluk diharuskan membayar semacam "upeti" setiap bulan.

Bahkan Pao-beng-pai menguasai banyak tempat perjudian dan pelacuran di berbagai kota, dan dari penghasilan semua itulah keuangan Pao-beng-pai menjadi kuat.

Semua sepak terjang Pao-beng-pai selalu digembar--gemborkan sebagai suatu usaha untuk perjuangan, yaitu menghancurkan peme-rintah penjajah Mancu dan membangun kembali Kerajaan Beng yang sudah jatuh lebih dari seratus tahun yang lalu! Mingkin orang lain akan menganggap bahwa, cita-cita Siangkoan Kok terlalu tinggi, bahkan mimpinya terlalu muluk.

Namun, Siangkoan Kok berusaha sungguh--sungguh dan kini dia mulai hendak men-dekati semua golongan untuk diajak be-kerja sama.

Kalau dia berhasil, maka usahanya itu akan menjadi bahaya yang cukup besar bagi pemerintah Mancu.

Dia mengirim undangan ke seluruh penjuru, mengundang semua pihak yang merasa tidak rela tanah air dan bangsa dijajah orang Mancu, untuk berkunjung ke Ban--kwi-kok di Gunung Setan dan mengadakan pertemuan besar.

Pada hari itu, banyak sekali tamu berdatangan, mengunjungi sarang Pao--beng-pai.

Seperti juga halnya Tiat-liong Sam-hengte, para pengunjung itu ter-cengang dan kagum.

Mereka itu setelah tiba di perbatasan wilayah Pao-beng--pai, disambut oleh seorang murid Pao-beng-pai dan diantar sampai ke gedung yang megah seperti istana itu.

Di sepan-jang perjalanan ini saja mereka melihat kenyataan betapa tempat itu merupakan sebuah tempat pertahanan yang sukar diserang musuh, berbahaya dan penuh jebakan alam.

Tidak kurang dari seratus orang wakil dari pelbagai golongan datang sebagai tamu pada hari itu.

Bukan hanya dari perkumpulan-perkumpulan yang terkenal sebagai anti pemerintah Mancu seperti Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai, akan tetapi juga dari gerombolan orang-orang sesat, bahkan ada pula golongan pendekar yang datang berkunjung.

Mereka ini pada umumnya merasa tertarik dan ingin me-ngenal Pao-beng-pai lebih dekat karena mereka merasa heran mendengar bahwa perkumpulan yang sudah mati itu kini bangkit kembali.

Kalau golongan para pendekar ini datang untuk mencari tahu, sebaliknya mereka yang datang dari go-longan sesat tentu saja datang untuk melihat apakah di situ terdapat harapan bagi mereka untuk mendapatkan ke-untungan besar.

Tanpa keuntungan bagi mereka, golongan sesat ini tentu saja tidak sudi melelahkan diri.

Karena undangan itu tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu, melainkan undangan untuk umum, yaitu para tokoh dunia persilatan, maka bermacam orang yang datang berkunjung.

Asalkan dia merasa bahwa dirinya termasuk golongan dunia persilatan, ikut pula datang, walau-pun tingkat ilmu silat mereka itu masih jauh daripada pantas untuk menghadiri pertemuan seperti itu.

Siangkoan Kok memang pandai meng-ambil hati orang.

Sebelum pertemuani dimulai, sebelum dia keluar menemui para tamu, mereka itu telah disuguhi arak dan anggur yang baik, makanan yang lezat.

Setelah menjelang tengah hari, dihidangkanlah makan siang yang amat royal.

Berpestalah para tamu itu, melebihi pesta pernikahan atau pesta lain.

Posting Komentar