Siauw Beng memperhatikan gerakan tujuh orang yang mengepung itu dan diam-diam terkejut. Mereka itu membentuk kiam-tin (barisan pedang) dan melihat kedudukan mereka, tujuh orang pendekar pedang itu membentuk Jit-seng Kiam-tin (Barisan Pedang Tujuh Bintang)!. Agaknya Ai Yin, yang menjadi puteri tunggal Si Pedang Sakti Tanpa Tanding, juga mengenal barisan pedang yang tangguh itu, maka sambil berteriak melengking ia sudah mendahului mereka dan menerjang sambil berseru, "Lihat pedang!”.
Sinar pedang bergulung-gulung menyambar kearah tujuh orang itu. Tujuh orang itu terkejut sekali. Mereka maklum bahwa puteri Bu-tek Sin-kiam, biarpun masih begitu muda, tentu memiliki ilmu pedang yang amat dahsyat, maka mereka membentuk barisan bintang dan mereka bergerak secara sambung menyambung dan saling melindungi. Ke manapun sinar pedang Ai Yin menyambar, selalu pedangnya bertemu dengan tangkisan-tangkisan tujuh buah pedang. Memang tujuh orang itu merasa betapa tangan mereka yang memegang gagang pedang tergetar hebat, akan tetapi bagaimanapun juga, sebatang pedang Ai Yin tentu saja kewalahan menghadapi pengeroyokan tujuh pedang lawan.
Tiba-tiba Siauw Beng menangkap lengan kiri Ai Yin dan menarik gadis itu untuk melarikan diri. "Ai Yin, kita pergi!” katanya sambil menerjang ke kiri. Dua orang yang berada di kiri cepat menggerakkan pedang mereka untuk mencegah larinya Siauw Beng akan tetapi dua kali kaki kiri Siauw Beng menyambar dan dua orang itu terpelanting roboh.
Kesempatan itu dipergunakan Siauw Beng untuk menarik Ai Yin lari dengan cepat meninggalkan para pengeroyok itu. Setelah berlari jauh dan tidak dapat di kejar Kang-lam Jit-hiap, Ai Yin meronta, melepaskan lengan kirinya yang dipegang tangan kanan Siauw Beng.
"Eh, Siauw Beng! Engkau ini bagaimana sih? Aku membelamu dari mereka, malah engkau memaksa dan mengajak aku lari ! Memalukan benar ! Kau kira aku takut melawan Jit-seng Kiam-tin mereka?”.
"Bukan begitu, Ai Yin. Aku bahkan yakin engkau akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi kalu kita kesalahan tangan melukai atau membunuh mereka, namaku menjadi semakin terkenal sebagai seorang penjahat yang memusuhi para pendekar!”.
"Akan tetapi mereka keras kepala, hendak menangkapmu!”.
"Untuk itu, mereka tidak dapat disalahkan, Ai Yin. Coba bayangkan, andaikata kita yang mengalami hal seperti itu, anaknya diperkosa lalu di bunuh orang, bagaimana rasanya? Tentu saja mereka menjadi mata gelap, pikirannya tidak begitu jernih lagi, adanya hanya luapan nafsu amarah dan dendam. Apalagi tanda-tandanya sudah begitu jelas ! Penjahat itu lengan kirinya buntung dan berjuluk Si Tangan Halilintar ! Keadaan dan julukan penjahat itu sama benar denganku, maka dapat dimaafkan kalau mereka menjadi marah sekali, setiap bantahan dan alasan kita dianggap bohong”.
Ai Yin mengangguk-angguk. "Setelah aku mendengar omonganmu, memang benar demikian, Siauw Beng. Mata mereka di butakan nafsu amarah, pikiran mereka di gelapkan dendam sakit hati. Akan tetapi yang terkutuk adalah penjahat itu. Bukan saja dia kejam dan jahat dengan pembunuhan-pembunuhan dan perkosaan-perkosaan itu, akan tetapi dia juga licik dan curang sekali menggunakan namamu sehingga engkau yang makan getahnya”.
Mendengar suara gadis itu penuh gelora amarah Siauw Beng berkata.
"Tenangkan hatimu dan usir kemarahan itu, Ai Yin. Dengan pikiran jernih dan hati tenang, kita dapat berpikir lebih terang. Mendengar pengakuan Kang-lam Jit-hiap tadi bahwa seorang murid perempuan mereka di perkosa dan dibunuh penjahat itu, maka jelas bahwa ini bukan sekedar fitnah bohong. Jelas memang ada orang yang menyamar sebagai aku dan melakukan semua kejahatan itu, tentu dengan maksud agar aku yang menjadi bulan- bulan kemarahan orang. Hal ini mengingatkan aku akan pengalamanku dahulu ketika aku di musuhi Ciong-yang Ngo-taihiap dan ayah angkatku sendiri, Ma Giok. Akan tetapi hal itu terjadi karena salah paham. Mereka mengira aku menjadi pengkhianat dengan membela Puteri Mancu yang mereka sangka mengerahkan pasukan membunuh kakak beradik Song yang menjadi orang pertama dan kedua dari Lima Pendekar Besar itu. Akan tetapi sekarang jelas ada orang yang agaknya teramat membenci aku dan dengan caranya yang licik itu dia hendak mencelakai aku”.
"Tapi dia juga berlengan kiri buntung. Apakah engkau tahu, siapa orang yang buntung lengan kirinya dan membencimu, Siauw Beng?”.
Siauw Beng menggeleng kepalanya. "Bahkan seorang yang berlengan kirinya buntung saja belum pernah aku melihatnya, apalagi yang mengenal dan membenciku”.
Siauw Beng, apakah ada orang yang membencimu, amat membencimu?” Tanya Ai Yin pula, alisnya berkerut dan matanya memandang tajam seperti seorang penyelidik kelas berat sedang menyelidiki sebuah kasus rumit!.
"Entahlah, mungkin saja banyak sekali walaupun, puji sukur kepada Thian, aku sendiri tidak mempunyai perasaan benci kepada siapapun”.
"Siauw Beng, jalan satu-satunya adalah menyelidiki tentang penjahat itu. Kita mencari berita tentang dirinya dan dimana ada berita penjahat itu beraksi, kita harus cepat mengejar ke sana”.
Demikianlah, Siauw Beng dan Ai Yin mulai mendengar-dengarkan dan mencari berita tentang sepak terjang penjahat yang memakai nama Si Tangan Halilintar yang buntung lengan kirinya itu. Akan tetapi sejak bertemu dengan Jit-hiap (Tujuh Pendekar) Siauw Beng terpaksa harus menyembunyikan diri dari orang banyak. Apalagi dia pernah dikejar dan di serang pasukan Pemerintah Mancu, dan sekali lagi oleh serombongan pendekar. Si Tangan Hlilintar berlengan kiri buntung yang membunuhi banyak orang, baik orang itu pembesar Mancu ataukah pendekar. Juga dimana-mana dia melakukan perkosaan dan pembunuhan terhadap wanita!.
Yang terkadang hampir tak dapat menahan rasa penasaran dan kemarahannya adalah Ai Yin. Ketika mereka berdua mendengar bahwa Si Tangan Halilintar itu melakukan perkosaan dan pembunuhan di sebuah dusun, mereka cepat masuk dusun itu. Akan tetapi begitu orang melihat Siauw Beng, mereka berduyun-duyun datang dengan segala macam senjata di tangan, di pimpin oleh kepala dusun dan beberapa orang yang tampaknya ahli silat!.
"Bunuh Si Tangan Halilintar ! Bunuh si lengan buntung!” Demikian mereka berteriak-teriak dan hendak menyerbu.
"Tahaaannnn ……….!” Tiba-tiba Ai Yin berteriak melengking, mengejutkan semua orang yang menahan langkahnya dan memandang gadis yang sudah melayang naik ke atas sebuah atap rumah bersama seorang pemuda berlengan kiri buntung yang mereka yakini sebagai penjahat yang sedang tersohor itu, yang semalam memperkosa dan membunuh seorang gadis dusun itu.
"Kalian semua dengarlah baik-baik!. Penjahat yang melakukan pembunuhan dan perkosaan, yang menggunakan nama julukan Si Tangan Halilintar itu adalah palsu ! Si Tangan Halilintar yang asli adalah pendekar ini, seorang pendekar bernama Lauw Beng yang tidak pernah melakukan kejahatan bahkan selalu menentang kejahatan ! Aku, Wong Ai Yin, puteri Bu-tek Sin-kiam, menjadi saksinya ! Aku selalu bersamanya dan tidak pernah melihat dia melakukan kejahatan. Penjahat itu adalah Si Tangan Halilintar palsu!. Akan tetapi, dengan suara penuh gemuruh penduduk itu menyatakan tidak percaya dan mereka lalu memungut batu dan menyambitkan batu-batu itu kea rah Siauw Beng dan Ai Yin !
Ai Yin jengkel sekali dan membanting kakinya, tidak ingat bahwa ia berdiri di atas genteng sehingga ada genteng yang remuk.
"Menyebalkan! Monyet-monyet bodoh itu!”.
Siauw Beng yang juga repot menangkis batu-batu itu seperti halnya Ai Yin berkata, "Percuma saja, Ai Yin. Hayo pergi dari sini!”. Dia menggandeng tangan gadis itu dan mereka melayang turun ke belakang rumah itu dan melarikan diri. Sambil berteriak-teriak penduduk mengejar dan berteriak-teriak penduduk mengejar dan mencari mereka, akan tetapi dua orang muda itu telah pergi jauh.
Setelah tiba di tempat yang jauh dari dusun itu, Ai Yin berhenti dan ia membanting-banting kaki kanannya saking jengkel. "Sialan dangkalan ! Masa kita dilempari batu dan di kejar- kejar seperti anjing!”.
"Sudahlah, Ai Yin. Bukan kesalahan mereka. Kita harus mencari penjahat itu dan mulai sekarang aku tidak akan memperlihatkan diri kepada umum sebelum penjahat itu tertangkap”.
Mereka melanjutkan perjalanan, tetap mengikuti jejak si penjahat yang berpindah-pindah dan meninggalkan jejaknya berupa pembunuhan dan perkosaan.