Si Tangan Halilintar Chapter 72

NIC

Mayani khawatir kalau Nenek Bu benar-benar hendak membunuh orang. Kalau hal itu terjadi, maka akan semakin buruklah nama Lauw Beng yang telah diaku sebagai cucu nenek itu.

"Ibu, harap jangan bunuh orang. Mereka ini ku kira bukan jahat, melainkan tolol dan cukup diberi hajaran saja agar sembuh dari kebodohan mereka”.

Mendengar ucapan dua orang wanita itu, Lu Kiat dan Lu Siong marah sekali. Mereka adalah pendekar-pendekar Siuw-lim-pai yang lihai. Kini dijadikan bahan ejekan seorang nenek dan seorang gadis muda!.

"Lu Siong, kau tangkap gadis itu, biar aku tangkap si nenek bawel!” kata Lu Kiat dan dua orang itu lalu dengan sigap dan cepat maju menjulurkan tangan hendak menangkap pergelangan tangan dua orang wanita itu. Nenek Bu mengeluarkan suara terkekeh dan Mayani menggerakkan tangan menangkis seperti yang di lakukan Nenek Bu sambil terkekeh itu.

"Dukkk !!”

"Dukk !!”

Tubuh dua orang murid Siauw-lim itu terjengkang dan terlempar sampai beberapa meter ke belakang! Mereka terkejut bukan main dan baru menyadari bahwa dua orang wanita Mancu itu bukanlah orang lemah. Tangkisan mereka tadi mengandung tenaga sin-kang yang kuat sehingga mereka berdua tadi tidak menggunakan sin-kang, maka mereka tidak merasa gentar, melainkan penasaran dan marah.

"Bagus, kiranya kalian memiliki sedikit kepandaian dan hendak melakukan perlawanan? Lebih baik bagi kami karena tidak akan dikatakan menyerang dua orang wanita lemah. Lu Siong, jatuhkan gadis itu, akan tetapi jangan bunuh, agar dapat kita tangkap!” kata Lu Kiat dan dia sendiri maju menerjang nenek yang berdiri sambil tersenyum geli itu. Akan tetapi dengan gerakan aneh namun lincah, tubuh nenek itu menggeliat dan serangan Lu Kiat itu hanya mengenai angin kosong ! Lu Kiat merasa penasaran dan melanjutkan dengan serangan sambung menyambung secara bertubi, namun kesemuanya itu dapat dihindarkan Nenek Bu dengan amat mudahnya, mengelak dan menangkis.

Lu Siong juga sudah menyerang Mayani. Dia seorang pemuda yang sopan, maka ketika menyerang dia menjaga agar jangan menyerang bagian yang tidak pantas. Dia mencengkram kearah pundak gadis itu dengan maksud kalau sudah dapat mencengkram, membuat gadis itu tidak berdaya dan menelikungnya. Akan tetapi dia kecelik karena hanya dengan merendahkan pundaknya, Mayani sudah dapat menghindarkan diri dengan amat mudahnya.

Tingkat kepandaian silat Siauw-lim yang dikuasai Lu Kiat sudah cukup tinggi dan tingkat kepandaian Lu Siong bahkan lebih tinggi lagi. Namun kini mereka menghadapi dua orang lawan yang memiliki ilmu silat yang aneh.

Mereka berdua merasa bingung akan tetapi juga penasaran karena merasa dipermainkan. Dua orang wanita itu membuat gerakan yang aneh sekali, terkadang berloncatan seperti anak kecil menari-nari. Terkadang bertepuk tangan dan berputar-putar, lalu jongkok berdiri dengan lucu dan aneh. Bahkan seolah sengaja membelakangi lawan seperti menantang lawan untuk seperti menantang lawan tubuh mereka!

Merasa dipermainkan seperti anak kecil, Lu Kiat dan Lu Siong marah sekali dan mereka mengeluarkan seluruh jurus-jurus terampuh mereka dan mengerahkan semua tenaga sakti. Namun tetap saja semua serangan mereka tidak pernah menyentuh tubuh lawan dan seb

mbalas, mereka menjadi terdesak hebat.

"Cukup main-main ini. ibu!” terdengar Mayani berseru.

"Nenek Bu terkejut nendang miring. "Bukkk!” Lu Kiat tidak mampu menghindar, terpaksa menangkis dan ketika tangkisannya bertemu dengan kaki menendang, tubuhnya terlempar dan terbanting sampai terguling-guling.

"Pergilah!” Mayani membentak dan tangan kirinya berhasil mendorong pundak Lu Siong sehingga terjungkal lalu bergulingan. Paman dan keponakan itu terluka, dan mereka berdua menjadi penasaran dan marah sekali. Dua orang wanita itu adalah keluarga Lauw Beng Si Tangan Halilintar, musuh besar mereka yang hendak ditangkap atau dirobohkan.

"Sraattt ! Singgg!” Tampak dua sinar berkelebat ketika Lu Kiat dan Lu Siong mencabut pedang mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang gagah yang merasa diri mereka pendekar Siauw-lim, maka tentu saja mereka memegang peraturan para pendekar dan tidak menyerang lawan dengan senjata tanpa memberi kesempatan mengeluarkan senjatanya atau tanpa memberi peringatan.

"Keluarkan senjata kalian”. kata Lu Kiat kepada mereka sambil memandang dengan sinar mata menantang. Juga Lu Siong menahan senjatanya, tidak langsung menyerang melainkan menunggu lawan untuk mengeluarkan senjatanya. Akan tetapi kedua orang wanita itu saling pandang sambil tersenyum dan berdiri menantang, sekalian mengerti bahwa dia setuju kalau mereka berdua nenek Bu dengan gerakan melainkan membacok mereka mengangguk karena saling pandang saja mereka sudah tahu akan isi hati masing- masing. "Kami tidak takut menghadapi pisau mainan kanak-kanan itu. Kalau kalian hendak menggunakan pisau itu, maju dan lakukanlah, kami tidak biasa menggunakan senjata menghadapi lawan yang bodoh seperti kalian”. kata Mayani dan ucapan itu diikuti suara tawa nenek Bu.

Tentu saja kedua orang wanita itu tidak sekedar membual atau menyombongkan diri. Adanya mereka berdua berani menantang Lu Kiat dan Lu Siong dengan tangan kosong itu karena mereka berdua yakin dari pertandingan tadi bahwa dua orang murid Siauw-lim-pai itu bukan merupakan lawan yang terlalu berat baginya, mereka yakin bahwa dengan tangan kosongpun mereka akan mampu mengalahkan dua orang lawan yang bersenjata pedang. Lu Kiat mengerutkan alisnya.

"Kami bukan laki-laki curang tidak biasa menyerang lawan yang bertangan kosong dengan menggunakan senjata. Hayo keluarkan senjata kalian!” katanya.

"Dengar", kata Mayani. "Kami tidak menganggap kalian curang, melainkan bodoh! Bukan kalian yang menyerang kami yang tidak bersenjata, melainkan kami yang menyerang kalian dengan pedang kalian! Hayo jangan banyak cakap, kalau memang kalian berani, seranglah kami!”. Dua orang murid Siauw-lim-pai itu tentu saja menjadi semakin penasaran. Mereka saling pandang dan Lu Kiat mengangguk kepada keponakannya, tanda berdua menyerang lawan dengan pedang. Mereka lalu mengelebatkan pedang mereka.

"Sambut pedangku!” Lu Kiat membentak sambil menyerang dengan pedangnya, menusuk kearah dada dengan gerakan yang kuat dan amat cepat. Pedangnya meluncur seperti anak panah menuju kearah dada nenek itu. "Lihat seranganku!” Lu Siong juga membentak dan pemuda ini menggerakkan pedangnya, bukan menusuk mke edang itu ikut tertarik bersama tan, namun Lu Kiat su ayani. Gadis inipun tidak mengelak dan setelah pedang mendekati kearah leher Mayani. Serangan pemuda ini bahkan lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan serangan pamannya.

"Syyuuuttt ….!” Pedang di tangan Lu Kiat meluncur cepat kearah dada nenek itu dan Nenek Bu hanya tersenyum saja seolah tidak tahu kalau dadanya terancam pedang yang siap menembus dada dan jantungnya. Melihat nenek itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis, Lu Kiat yang berjiwa gagah itu menjadi ragu sehingga tusukannya menjadi lambat. Akan tetapi ketika ujung pedang hanya tinggal beberapa senti lagi, tiba-tiba dari bawah menyambar tangan kiri Nenek Bu dan tahu-tahu pedang telah di cengkramnya dan sekali tarik, pegelangan Lu Kiat ke atas, ke dekat mulut. Nenek Bu membuka mulutnya, menggigit pedang itu.

"Kreekkk-krekkk-krekkk ….!” Pedang itu patah-patah terkena gigitan nenek itu dan beberapa potong kecil berada di mulut Nenek Bu. Lu Kiat terkejut bukan main dan dia cepat melompat ke belakang, memegang pedangnya yang tinggal sepotong. Pada saat itu, Nenek Bu meniup dengan mulutnya dan tiga potongan pedang meluncur seperti peluru ke arah tubuh Lu Kiat. Tokoh Siauw-lim-pai ini terkejut dan cepat memutar pedang buntungnya menangkis. Potongan-potongan pedang itu terpukul runtuh dah terkejut bukan main sehingga wajahnya menjadi pucat dan keringat dingin membasahi dahi dan lehernya.

"Sing …..!” Pedang di tangan Lu Siong membacok kearah leher Mayani, namun mayani mengelak dan mencengkram lehernya, kedua tangannya dari kanan kiri mencengkram pedang ini.

"Kreekk-krekk-krekkk …!” Pedang itu patah-patah dalam cengkraman kedua tangan seolah-olah terbuat dari papan tipis yang rapuh saja. Lu Siong terbelalak dan wajahnya juga pucat. Dia melompat ke belakang, ke dekat pamannya dan mereka berdua memandang kearah pedang di tangan mereka yang tinggal sepotong pendek. Pedang mereka bukanlah pedang biasa, melainkan pedang yang terbuat dari baja yang kuat. Namun dua orang wanita itu dengan tangan kosong menyambut pedang dan mencengkramnya sehingga pedang patah-patah. Lebih mengerikan lagi ulah nenek itu yang menggunakan giginya untuk menggigit patah-patah pedang Lu Kiat. Sebagai pendekar Siauw-lim, paman dan keponakan yang sudah tahu benar bahwa telah beberapa kali menghela napas panjang, Lu Kiat berkata dengan gagah.

"Kami mengaku kalah. Kalian boleh membunuh kami karena bagaimanapun juga, k ngan Halilintar, mencari dan membunuhnya bersama semua orang Siauw-lim-pai!”. “He-he-he, Kui Siang, apakah orang ini sudah gila? Dia minta di bunuh! Kalau begitu, bunuh saja mereka!”.

"Tidak, Ibu. Kita tidak boleh membunuh mereka. Mereka ini memang gila, jangan dengarkan permintaan mereka yang bukan-bukan. He, orang she Lu, kalau kalian memang orang-orang gagah, pendekar-pendekar sejati yang adil bijaksana dan tidak sembrono, mari kita berlomba. Kalian carilah bukti nyata bahwa pembunuh jahat yang menggunakan nama Si Tangan Halilintar itu memang benar Lauw Beng, dan kami akan mencari bukti bahwa penjahat itu bukan dia melainkan orang lain yang hendak melakukan fitnah kepada Lauw Beng. Kemudian wanita itu lalu meninggalkan mereka yang masih berdiri dengan tertegun di tempat itu. "Paman, mereka itu lihai bukan main! Ilmu silat mereka aneh dan memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Sungguh heran, belum pernah aku melihat ilmu silat seperti kacau balau dan aneh namun tangguh bukan main. Paman kira dari aliran manakah ilmu silat mereka itu?”.

Lu Kiat menghela napas dan menggeleng kepala. "Aku sendiri tidak yakin karena belum pernah melihat ilmu silat seperti itu. Akan tetapi aku pernah mendengar dari mendiang Thian Hok Losuhu bahwa di dunia persilatan terdapat banyak ilmu silat aneh, diantaranya terdapat ilmu-ilmu sesat yang amat sakti akan tetapi kalau kalau di latih membuat orangnya menjadi seperti gila. Melihat keadaan dua orang wanita tadi, terutama nenek yang seperti miring otaknya itu, aku menduga bahwa mereka telah menguasai apa yang disebut Yauw-hu Sin-kun (Silat Sakti Siluman yang kabarnya merupakan ilmu silat gabungan dengan sihir sehingga yang melatihnya dapat menjadi orang aneh”.

Posting Komentar