Kui Lin tidak mempedulikan lagi ma-l yat j*oa Gu dan lima orang anak buah! perampok yang terluka. la lalu berlari I cepat meninggalkan tempat itu. Setelah | I mpir celaka di tangan para perampok an ditolong Han Lin lalu percekcokan-i ya
dengan pemuda itu, Kui Lin ingin j ulang. Ia lalu melakukan perjalanan repat pula ke r-mah ibunya di Cin-an.
Nyonya Song Kak, janda yang membuka toko obat di Cin-an itu berusia sekitar empat puluh tahun, masih tampak antik dan sehat. Toko obatnya cukup laris karena Nyonya Song memiliki keahlian memeriksa orang sakit dan memberi obatnya yang tepat. Ia mempelajari soal pengobatan ini dari mendiang suaminya.
Ketika Kui Lin muncul di pintu ru-nahnya, Nyonya Song berteriak girang, menyambut puteri yang menjadi anak tunggalnya itu dengan rangkulan dan iuman. Segera ia menyuruh dua orang pembantunya menjaga toko dan ia menggandeng Kui Lin memasuki rumah. Di dalam rumah, ributlah Kui Lin menceritakan semua pengalamannya kepada ibunya yang terkadang menggelengkan kepalanya mendengar semua cerita anaknya. Terutama sekali ia merasa khawatir mendengar akan pengalaman Kui yang baru saja terjadi ketika ia terta para perampok. "Jangan khawatir, Ibu. Aku su hajar mereka, bahkan seorang di.ant tiga pemimpin mereka telah berha kutewaskan. Mereka pasti jera dan tid akan berani melakukan perampokan lagi Kui Lin menghibur ibunya.
"O ya, sebulan yang lalu guru Louw Keng Tojin, datang berkunjung sini, Kui Lin." "Ah, Suhu datang ke sini, Ibu? A keperluan apakah beliau berkunjung sini?" "Tadinya dia datang untuk bertem denganmu, Kui Lin. Setelah kuberitah bahwa . engkau belum pulang, dia lal pergi lagi dan meninggalkan surat untuk mu. Nyonya Song lalu mengambil se pucuk surat dari almari dan menyerahkannya kepada puterinya.
Kui Lin segera membacanya. Dalam surat itu, Louw Keng Tojin menyuruh ia pergi ke kota raja untuk membantu gurunya dan para tokoh dunia kangouw da-
Um usaha mereka mencegah terjadinya l-'-rang saudara yang hanya akan menyenggarakan rakyat jelata. Kita akan bertemu kelak di sana, demikian Louw Keng Tojin menutup suratnya.
Ketika Nyonya Song membaca surat itu, ia berkata, "Kui Lin, aku tidak dapat melarangmu memenuhi permintaan gurumu, karena kurasa mendiang ayahmu uga akan menyetujui. Aku tahu bagaimana tugas seorang pendekar. Akan tetapi engkau baru saja datang, maka ja-
gan engkau buru-buru pergi lagi, anakku. Berdiamlah di rumah bersama ibumu, setelah reda rasa kangenku, baru engkau boleh pergi lagi."
Kui Lin tidak membantah dan demikianlah, ia tinggal di rumah bersama ibunya dan setiap hari membantu ibunya melayani pembeli obat di toko mereka.
r'.'';r' a 'l
Beberapa hari kemudian. Malam itu sunyi sekali. Langit gelap oleh mendu tebal. Hawa udara dingin dan kare semua orang mengetahui bahwa ada a caman hujan lebat yang setiap «aat ak turun, maka mereka lebih suka berdiad di dalam rumah. Sejak sore tadi toko obat Nyonyi Song sudah ditutup. Hal ini bukan hanyj karena mendung mengancam akan me> nurunkan hujan lebat, melainkan karenjl sebuah peristiwa yang membuat Nyonyi Song ketakutan. Tadi, ketika Nyonya Song masih duduk di toko dibantu dua orang pelayannya dan Kui Lin sedana pergi ke belakang untuk mandi, tiba tiba mereka mendengar suara di pint toko. Ketika mereka bertiga melihat ternyata suara itu ditimbulkan sebatan pisau yang menancap di pintu toko it dan di gagang pisau terdapat sehelai kertas yang ada tulisannya.
Ketika Nyonya Song' membaca tulisan itu, wajahnya berubah pucat sekali da cepat ia memerintahkan dua orang pe layannya untuk menutup toko. la sendir lalu masuk dan menemui puterinya.
Kui Lin yang telah selesai mandi dan tukar pakaian, heran melihat ibunya pak pucat dan gelisah.
"Ibu, ada apakah? Engkau kelihatan lisah "
Nyonya Song tidak menjawab, melain-n menyerahkan surat dan pisau itu ke-ida puterinya. Kui Lin menerimanya n menjadi semakin heran, akan tetapi bacanya surat itu. Isinya hanya singkat aja.
"Malam ini, semua mahluk yang bernyawa di rumah ini akan matil"
Surat itu tidak ditandatangani. "Dari lana datangnya surat itu, Ibu?" tanya ui Lin dengan alis berkerut karena ia arah sekali.
"Tadi ada yang menyambitkan pisau e pintu toko dan surat itu diikat pada agang pisau. Aku su&oh menyuruh Pa-nan dan Bibi Kwa menutupkan semua intu dan jendela."
Melihat ibunya tampak khawatir, Kui -in menghibur. "Ibu, jangan khawatir. Inipasti ulah penjahat-penjahat licik y pengecut. Hanya gertakan saja! Biar aku akan menjaga semalam suntuk kalau betul ada yang berani datang ngacau pasti akan kupengga! leher dengan pedangku!"
Biarpun sudah dibujuk dan dihi puterinya, tetap saja Nyonya Song r rasa khawatir sekali. Ia maklum bah dahulu, suaminya yang pendekar terk memiliki banyak musuh dari golong sesat, bahkan suaminya tewas dikero banyak tokoh sesat. Sekarang ditam lagi dengan puterinya yang juga te menanam banyak bibit permusuhan ngan golongan sesat. Ia sendiri, biarp tidak selihai mendiang suaminya at puterinya, bukan seorang wanita lema Ia sudah menerima latihan dari suamin sehingga memiliki kepandaian ilmu s lat yang lumayan yntuk menjaga d membela dirinya sendiri. Akan te pi sekali, ini ia merasa khawatir ak datangnya ancaman itu. Ia seolah dapa merasakan bahwa ancaman itu bukanla hanya gertakan saja seperti yang dikata tn puterinya. Apalagi setelah Kui Lin rcerita tentang pengalamannya berkahi dengan serombongan penjahat yang i pimpin Tiat-pi Sam-wan dan betapa orang di antaia tiga kepala perampok Itu telah dibunuh oleh Kui Lin. Sebagai r. teri seorang pendekar, ia banyak mendengar tentang kekejaman para golongan vesat di dunia kangouw.
Seperti telah disangka dan ditunggu banyak orang, malam itu mulai turun hujan. Hujan dan angin menderu-deru. Hujan turun seperti air ditumpahkan dari atas. Banyak rumah kebocoran dan penghuninya sibuk menampung air bocor atau i encoba untuk membetulkan genteng rumah mereka. Akan tetapi ternyata bahwa hujan deras itu tidak terjadi lama, eolah-olah semua air yang terkandung dalam awan gelap itu telah ditumpahkan emua ke seluruh kota Cin-an. Sesungguhnya tidak demikian. Akan tetapi angin kuatlah yang membebaskan kota Cin-an dari kebanjiran. Angin itu bertiup keras dan mendorong awan, sebagian besar dari awan, menuju ke barat sehingga awan yang berada di atas an segera habis menjadi hujan dan rah lain di sebelah barat yang kini guyur hujan lebat.
Setelah hujan berhenti, suasana kota Cin-an menjadi semakin sunyi dingin. Hampir tidak ada orang kel dari rumah pada malam yang dingin kali itu. Sebagian besar sudah pergi dur karena dalam hawa ud* ra sedin itu memang paling nyaman idalah ti di bawah selimut tebal dan hangat.
Akan tetapi di rumah Nyonya 5o penghuninya tidak dapat tidur seje pun. Mereka semua dalam keadaan i gang dan khawatir, yaitu Nyonya So kakek dan nenek pelayan, ada pun K Lin duduk di ruangan tengah de sikap tenang. Ia menyuruh dua c pelayan itu tinggal di dalam kamar reka dan tidak boleh keluar. Ibunya , dianjurkan untuk tinggal di'dalam kam dan siap dengan pedangnya untuk mer jaga diri. Berulang-ulang Kui Lin m nenangkan hati mereka dengan mengata kan bahwa ia telah siap untuk meng
ar siapa saja yang berani mengganggu. Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, dengar suara anjing menjerit-jerit. "Kainggg! Kainggggg! Lalu suara itu < henti.
Nyonya Song keluar dari kamarnya, h-r Jari menghampiri puterinya. "Kau i' ngar itu, Kui Lin? Itu suara Si Pulih ! Ia menjerit-jerit lalu berhenti
jangan—jangan "
"Tenanglah, Ibu. Mungkin ia tidak
a-apa, kalau Ibu merasa sangsi, mari kita lihat bersama!" Dengan tabah Kui I tn lalu keluar, diikuti oleh ibunya, menuju ke pekarangan belakang dari mana '.uara anjing tadi terdengar. Ia membawa
buah teng lampu gantung. Setelah tiba di pekarangan belakang, tiba-tiba mereka mendengar suara ayam-yam berteriak, berkokoh riuh lalu ber-l»enti dan sepi kembali. Cepat mereka menuju ke kandang dan penerangan lampu teng di tangan Kui Lin membuat mereka dapat melihat Si Putih, anjing mereka, sudah menggeletak berlumuran darah yang keluar dari lehernya yang terluka lebar, juga tujuh ekor ayam liharaan mereka mati semua dengan her hampir putus.