“Senjata ini kami rampas darinya,” katanya.
“Aha! Kalau begitu dia benar-benar mempunyai alamat jahat untuk membunuhku!” teriak Shi Men marah. “Binatangpun takkan demikian khianat dan curang seperti manusia ini! Dengan hati murni aku hendak menolongnya, memberinya tiga ratus ons perak agar dia dapat bekerja sendiri dan hidup tenang dan berkecukupan, dan sebagai balas jasa.. Dia malah berkeliaran di malam hari hendak berniat jahat membunuhku! Kalau tidak begitu, mau apa dia membawa-bawa golok tajam?” Dia lalu memerintah kepada para pegawainya,
“Bawa dia ke dalam kamarnya untuk mengambil kembali uang tiga ratus ons yang dia terima dariku!” Sementara itu, keributan itu terdengar oleh lian Cu, isteri Lai wang yang sedang bercakap-cakap dengan pelayan lain, sama sekali tidak menyangka akan datangnya malapetaka yang menimpa diri suaminya itu. Ia cepat lari ke kamarnya dan melihat kamar itu penuh orang. Melihat betapa, suaminya menjadi orang tertuduh dan semua orang mencari tiga ratus ons perak itu, Lian Cu menjadi marah kepada suaminya.
“Inilah akibat dari kesukaanmu mabuk-mabukan!” Ia berteriak sambil menangis.
“Betapa seringnya aku memperingatkanmu, dan sekarang dalam keadaan mabuk engkau berani menyerang orang dengan golok!” Lian Cu mengeluarkan enam bungkus uang perak yang belum pernah dibuka itu dari dalam peti dan menyerahkannya kepada orang-orang yang membawa Lai Wang kembali kepada majikan mereka. Shi Men membuka bungkusan-bungkusan uang itu satu demi satu, di bawah sinar lampu dan pandang mata para pembantunya. Dan semua orang terkejut melihat bahwa hanya satu bungkus saja berisi perak, sedangkan lima bungkusan yang lain berisi tembaga yang tidak berharga
“Pembunuh dan perampok kau” bentak Shi Men dengan marah. “Di mana kau sembunyikan lima bungkusan perak itu?”
“Tapi... tapi, Kongcu” Lai Wang yang terkejut sekali melihat isi bungkusan itu, membantah. “Saya tidak pernah menukar isi bungkusan perak itu dengan apapun juga. Sungguh mati saya tidak mengerti bagaimana”
“Cukup!” Shi Men membentak. “Engkau bukan hanya hendak membunuhku, akan tetapi engkau bahkan mencoba untuk merampokku pula. Semua bukti Ini sudah cukup, dan dapat ditambah lagi oleh saksi, Lai Seng, majulah” Lai Seng melangkah maju dan berlutut, kemudian menceritakan betapa dia mendengar ucapan Lai Wang yang mabuk, yang mengeluarkan ancaman terhadap Shi Men, menyatakan tentang sebatang pisau yang ketika masuk berwarna putih dan keluarnya berwarna merah.
“Cukuplah semua bukti dan saksi itu,” kata Shi Men. “Belenggu dia dan masukkan dalam kamar tahanan. Besok akan kutuntut dia di depan pengadilan!” Lai Wang hanya dapat melihat dan mendengar semua itu dengan muka pucat, tanpa dapat membela diri dan pada saat dia diseret keluar, Lian Cu berlari me- masuki ruangan itu dengan rambut kusut dan muka pucat. la segera menjatuhkan diri di depan kaki Shi Men.
“Kongcu, kenapa dia diperlakukan sebagai seorang pencuri? Saya sendirilah yang menyimpan enam bungkusan uang Itu dan tali bungkusan itu tidak pernah putus atau tersentuh. Bagaimana mungkin ini bungkusan ditukar? Dia terkena fitnah, Kongcu! Hukumlah dia dengan cambuk, saya tidak perduli, akan tetapi kenapa Kongcu hendak mengadukannya di depan pengadilan?”
“Tenanglah hatimu,” kata Shi Men dengan halus. “Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu. Bukan baru kemarin aku mengenal pegawai yang jahat ini. Golok yang terdapat padanya malam ini membuktikan niat jahatnya. Engkau tidak tahu apa-apa tentang ini.” Shi Men memberi isyarat kepada pelayannya, Lai An, untuk membawa Lian Cu ke dalam kamarnya dan membujuknya, namun wanita itu tidak mau bangkit dari tempat ia berlutut.
“Penilaianmu digelapkan oleh kebencian, Kongcu. Kongcu kehilangan keadilan dan kebijaksanaan. Tidak salah bahwa di dalam mabuknya dia mengeluarkan ucapan tidak karuan, akan tetapi sampai bagaimanapun juga, dia tidak akan dapat melakukan kejahatan-kejahatan seperti yang Kongcu tuduhkan itu!” Shi Men kehilangan kesabarannya dan dengan marah dia memerintahkan Lai An untuk memaksa wanita itu kembali ke kamarnya. Lian Cu meronta dan menangis ketika dengan paksa Lai An memondongnya dan membawanya pergi dari ruangan itu. Pada keesokan harinya, Shi Men membuat surat pengaduan. Percuma saja Goat Toanio berusaha membujuknya agar urusan itu diselesaikan saja di rumah dan tidak perlu diajukan ke pengadilan. Namun Shi Men membentaknya sehingga nyonya ini mengundurkan diri dengan muka merah karena malu.
“Hemm, segala sesuatu di sini kacau balau,” kata Isteri tertua itu kepada para madunya yang kesemuanya, kecuali Pang Kim Lian, hadir di ruangan itu “Rumah ini penuh dengan hawa siluman musang berekor sembilan. Tentu ada mulut busuk dan jahat yang membisikkan semua racun itu kepada suami kita. Sungguh penasaran sekali memperlakukan seorang pegawai yang baik dan setia sebagai seorang penjahat tanpa ada, sebab yang kuat. Bukti-bukti itu palsu. Aih, dia telah kehilangan akalnya, dia telah keracuhan hawa racun jahat!” Tentu saja ucapannya ini ditujukan kepada Kim Lian, dan memang sesungguhnya demikianlah. Si Teratai Emas Kim Lian itulah yang mengatur semua siasat untuk menjatuhkan Lai Wang, seperti yang disindirkan oleh Goat Toanio tadi.
“Engkau. tenanglah,” ia menghibur Lian Cu yang menangis di depan kakinya. “Pengadilan tentu akan melihat kebersihan suamimu dan dia tentu akan dibebaskan.” Akan tetapi Goat Toanio tidak menduga bahwa suaminya sudah bener-benar berada dalam cengkeraman kekuasaan Kim Lian yang tidak mau berbuat setengah-setengah dan sudah membujuk Shi Men untuk melanjutkan usahanya menjatuhkan Lai Wang.
Tidak percuma Shi Men mengirim hadiah-hadiah berharga kepada Jaksa dan Hakim yang memeriksa perkara Lai Wang sehingga keputusan sidang pengadilan jauh berlawanan dengan yang diharapkan dan diperkirakan oleh Goat Toanio. Apa gunanya semua pembelaan yang diteriakkan oieh Lai Wang di sidang pengadilan itu tentang penyelewengan isterinya dengan Shi Men, dan betapa semua ini adalah tipu muslihat yang diatur oleh Shi Men untuk memfitnahnya? Apa gunanya semua teriakannya bahwa dia menderita penasaran? Hakim dan para pembantunya bersikap seperti mendengar teriakan orang yang miring otaknya.
“Inikah caramu membalas budi terhadap majikanmu yang demikian baik hati kepadamu, manusia tak tahu diri?” Hakim Cia membentak marah.
“Dia telah melimpahkan budi kebaikan kepadamu, memberi engkau dan isterimu hidup berkecukupan di rumahnya dan memberi pula modal kepadamu untuk dapat berdagang sendiri, akan tetapi engkau membalasnya dengan kejahatan!” Akan tetapi, siksaan yang bagaimanapun tidak mampu memaksa Lai Wang untuk mengakui tuduhan itu sehingga akhirnya dia dijebloskan ke dalam kamar tahanan. Shi Men merasa puas dengan jalannya persidangan itu dan dia memesan kepada para pelayannya agar jangan mengirim makanan apapun kepada Lai Wang, dan agar jangan menyampaikan jalannya persidangan pengadilan itu kepada Lian Cu.
Dia menyuruh seorang pelayan terkasih untuk menghibur dan membujuk Lian Cu agar jangan berduka dan mengatakan bahwa suaminya tentu akan segera dibebaskan. Namun janji ini tidak diperdulikan oleh Lian Cu yang sejak suaminya ditahan tidak mau makan atau minum. Wajahnya pucat, pakaiannya kusut dan tak pernah menyisir rambutnya. Kepercayaannya terhadap Shi Men mulai meluntur. Barulah ia mau percaya setelah Lai An, pelayan Shi Men, memberitahukan bahwa suaminya benar-benar diperlakukan dengan baik dan pembebasannya hanya menanti beberapa hari lagi saja. Dan iapun mau menyisir rambut, berganti pakaian dan menerima kunjungan Shi Men.
“Bagaimana keadaan suamiku?” tanyanya kepada Shi Men ketika majikannya ini menjenguknya di dalam kamarnya.