Si Rajawali Sakti Chapter 51

NIC

"Ah, aku tidak tahu harus berbua apa "

"Aku dapat menolongmu, Kongcu."

"Bagus! Engkau memang cerdik. Kalau ia tetap menolak untuk kembali, padahal aku tidak mau kehilangan isteriku, lalu bagaimana, Yin-moi?"

"Kita tangkap dan bawa ia kembali dengan paksa." "Akan tetapi ia akan bertambah benci padaku!"

"Tidak, Kongcu. Kebenciannya hanya sebentar. Ingat, Hui Lan seorang perawan ketika kau gauli, tentu saja dara itu menjadi kaget, marah, dan bingung. Kalau kita tangkap dan bawa pulang, lalu kau bujuk perlahan-lahan, tentu ia akan menurut. Tidak mungkin ia membiarkan dirinya ternoda dan membawa aib kemana-mana. Kalau menjadi isterimu berarti ia tidak terkena aib dan hidup terhormat."

"Ah, engkau kekasihku yang pandai!" Kian Ki menjadi girang dan merangkul Cu Yin. "Ih, nanti dilihat orang. Mari kita lipat kejar dan susul Hui Lan, Kongcu."

Mereka berdua lalu keluar dari pekarangan dan mulai mencari jejak dan mengejar Hui Lan.

ooOOoo

Hui Lan berlari keluar dari kota raja sambil menangis. Air matanya bercucuran dan hatinya menjerit-jerit, la telah dinodai, ia telah diperkosa si jahanam Chou Kiah Ki, demikian hatinya jerit. Apa gunanya hidup lagi? la masuki hutan di tepi jalan umum dan tampak lagi dari jalan. Ia menyelinap antara pohon-pohon, kini melangkah perlahan tanpa arah tertentu. Kedua kaki melangkah sendiri tanpa digerakkan pik annya yang melayang-layang di antara kegelapan yang mengerikan. Pikiran yang keruh menimbang-nimbang, mencari jalan keluar terbaik, namun selalu nemukan jalan buntu.

Kembali ke gedung Jenderal Chou menurut, menjadi isteri Chou Kian Tidak sudi, bantah hatinya. Dua hal yang membuat ia bagaimanapun juga tidak akan sudi menjadi isteri Chou Kian Pertama, karena keluara itu merencanakan pemberontakan dengan cara yang licik dan curang, berlawanan dengan nuraninya yang selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kedua, kalau tadinya ada sedikit rasa kagum dan suka bukan cinta, terhadap diri Chou Kian Ki kini semua itu sirna dan berubah menjadi dendam dan benci! Laki-laki itu secara muram, tak mungkin ia dapat mencinta apalagi menjadi isterinya. Tidak, sampai mati pun ia tidak sudi kembali ke gedung Jenderal Chou, tidak sudi tunduk menjadi isteri jahanam Chou Kian Ki.

Lalu bagaimana? Melarikan diri dan membawa aib yang akan bertahan selama hidupnya? Membiarkan kemungkinan keluarga Chou, kalau tidak berhasil membujuknya kembali, menyiarkan berita bahwa ia bukan perawan lagi dan mungkin menyebar fitnah bahwa ia yang bertindak menyeleweng dan membiarkan kegadisannya direnggut orang? Ah, betapa semua orang akan membicarakannya, mencibir, mengejek dan menghinanya! Dan ayah ibunya! Ayah ibunya bisa mati karena malu mendengar akan aib yang menimpa dirinya ini!

Hui Lan berhenti dan menjatuhkan diri terduduk dan bersandar pada batang pohon besar dengan bingung. Dunia ini seolah gelap baginya. Kembali kepada Keluarga Chou ia tidak sudi, sebaliknya kalau tidak kembali ia menghadapi bencana yang lebih menyeramkan lagi, yang namanya dan nama ayah ibunya akan tercoreng kotoran yang tidak dapat dihapus sampai mati! Maju salah mundur tak benar! Lalu apa yang harus ta lakukan?

"Ayah ............! Ibu !" Gadis itu menangis menggerung-gerung. Kini, di dalam

hutan ia tidak menahan-nahan lagi suara tangisnya dan ia menjerit-jerit menyebut ayah ibunya dengan air mata oercucur Ia bersimpuh di bawah pohon itu, tubuhnya membungkuk-bungkuk sampai dahinya menyentuh tanah.

"Suhuuuuu !!" Kini ia menyebut suhunya karena hanya tiga orang itulah

ayahnya, ibunya, dan gurunya yang disambatinya.

Akan tetapi tangis menggerung-gerung menyebut nama mereka bukan menghibur, bahkan semakin, menyayat meremas hatinya sehingga pandang matanya menjadi gelap dan membuat ia hampir jatuh pingsan. Akan tetapi ia menguatkan dirinya.

Mati! Itulah jalan satu-satunya untuk membebaskan diri dari kedua pilihan yang sama-sama mengerikan dan amat dibencinya itu. Kembali ke Keluarga Chou tidak sudi, melanjutkan hidup menderita aib juga ia tidak sudi karena mengerikan, maka matilah yang akan membebaskannya dari kedua pilihan itu. Mati, bebas dari semua kesengsaraan dan penderitaan. Ia mengangkat kepala, memandang kepada dahan yang melintang di atasnya. Dahan yang cukup kuat, sebesar pahanya. Perlahan- lahan dengan kedua tangan gemetar akan tetapi tanpa ragu sedikitpun, Hui Lan menanggalkan pedang dari punggungnya, lalu meloloskan ikat pinggangnya yang panjang berwarna merah.

Ia mengikatkan sabuknya di dahan pohon itu, lalu melompat ke atas dahan pohon,diikatkannya ujung sabuk ke lehernya.

"Ayah, Ibu, Suhu, maafkan aku terpaksa meninggalkan kalian bertiga. Maafkan aku dan selamat tinggal !" la lalu melompat turun dan tubuhnya tertahan dan

tergantung ketika tali itu menjerat lehernya. Semua lalu gelap gulita.

Hui Lan membuka matanya dan medapatkan dirinya rebah telentang di bawah pohon besar itu. Dengan heran melihat wajah seorang laki-laki duduk di atas batu, di dekatnya.

"........... di mana aku............? Sorga atau Neraka ?" la menggumam dan

suaranya serak, lehernya terasa agak nyeri.

"Nona, engkau masih berada di dunia di dalang hutan " kata Liu Cin dengan

terharu. Dia merasa iba sekali melihat gadis ini, yang meraba-raba lehernya mecoba untuk bangkit duduk akan tetapi rebah kembali.

Hui Lan yang mulai sadar itu memandang ke arah dahan pohon dan ia teringat semua. "Akan tetapi......... aku ............. aku mati, seharusnya aku mati "

Liul Cin memperlihatkan gulungan sabuk merah di tangannya dan berka "Nona,! engkau tidak mati, nyaris mati memang ”

"Kenapa? Ah, kenapa engkau mengagalkan aku mati? Kenapa?" Ia kini memaksa diri bangkit duduk dan memandang dengan mata melotot penasaran kepada pemuda itu. Kini baru ia menyadari bahwa ketika ia menggantung diri, pemuda ini tentu telah menyelamatkannya.

"Nona, bunuh diri bukan perbuatan gagah. Bunuh diri itu dosa besar dan hanya dilakukan seorang pengecut, padahal aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang pengecut, engkau seorang gadis gagah perkasa." '

"Siapa engkau ??" Hui Lan dengan marah menatap wajah pemuda itu.

"Nona Ong Hui Lan, lupakah engkau kepadaku? Aku Liu Cin."

"Liu Cin? Ah, Liu Cin ............, mengapa tidak kau biarkan aku mati saja ?" Gadis

itu menangis sesenggukan.

Liu Cin merasa kasihan sekali. Dia menyentuh kedua pundak gadis itu dan berkata dengan suara gemetar penuh perasaan. "Nona, apa yang terjadi denganmu? Siapa yang mengganggumu? Aku tersumpah untuk menghajar orang yang berani membuat engkau berduka seperti ini."

Liu Cin !!" Hui Lan mengeluh danterkulai kedepan, cepat dirangkul Liu Cin dan

dalam keadaan setengah pingsan itu Hui Lan merangkul dan membenamkan mukanya di dada pemuda itu sambil menangis tersedu sedan.

Liu Cin membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya. Gadis itu kini seolah menemukan tempat untuk menumpahkan semua kesedihannya, setelah menumpahkan semua kehancuran hatinya melalui air mata yang membanjir keluar dan membasahi baju Liu Cin perlahan lahan Hui Lan menjadi tenang dan setelah ia merasa betapa ia menangis di dada Liu Cin dan membasahi baju pemuda itu, ia cepat menarik mundur tubuhnya dari pangkuan Liu Cin

.

"Liu Cin, ........... maafkan aku ........ tidak semestinya aku menangis begini "

"Tidak mengapa, Nona. Bukankah kita telah berkenalan dan menjadi sahabat?"

"Tapi, aku tidak dapat berterima kasih karena engkau selamatkan dari maut. Engkau bagiku malah menggagalkan kebebasanku."

"Maafkan kalau aku membuat engkau merasa kecewa dan penasaran, Nona Ong. Akan tetapi sekali lagi kutekankan bahwa perbuatan bunuh diri adalah perbuatan para pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan dan hendak melarikan diri. Akan tetapi melarikan diri dengan cara bunuh diri bahkan membuat kita lebih menderita lagi. Apa engkau tahu bahwa bunuh diri membuat kita penjadi arwah penasaran? Coba Nona ingat-ingat lagi semua yang diajarkan oleh gurumu.

Bukankah beliau juga mengeluarkan hal yang sama dengan apa yang katakan tadi?"

Hui Lan menghela napas panjang.Sejak pertemuannya pertama dengan pemuda ini di taman bunga belakang gedung Jenderal Chou, ia entah bagaimana sudah mempunyai perasaan percaya kepada pemuda murid Siauwlimpai ini. Tadinya ia memandang Liu Cin dengan curiga karena pemuda itu datang bersama Lai Cu Yin yang genit, akan tetapi setelah mereka bercakap-cakap di taman, pandangannya terhadap pemuda ini menjadi lain. Dan kini, ucapan pemuda yang tampak lugu dan jujur ini begitu mengena dalam hatinya. Ia teringat akan nasehat-nasehat gurunya dan terbuka kesadarannya bahwa hampir saja ia melakukan hal yang amat bodoh dan pasti ditentang oleh gurunya. "Terima kasih, Liu Cin," Ia kini rasa heran sendiri mengapa ia menyebut nama pemuda itu begitu saja seolah mereka telah menjadi sahabat baik lama sekali.

"Nona "

"Nanti dulu, Liu Cin. Sejak semula aku telah menyebut namamu begitu saja maka tidak enaklah kalau engkau menyebutku Nona. Engkau tahu bahwa namaku Hui Lan."

Liu Cin tersenyum. Sebetulnya di merasa rikuh (canggung) untuk menyebut gadis itu namanya saja karena bagai manapun juga dia telah mendengar bahwa gadis ini masih keturunan bangsawan, selain puteri seorang bangsawan Kerajaan Chou yang pejabat tinggi, juga calon mantu seorang jenderal yang dahulunya seorang pangeran. Akan tetapi mendengar ucapan Hui Lan, dia merasa senang juga.

Posting Komentar