Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 74

CSI

Nyonya bawel itu tertawa lebar menunjukkan giginya yang prongos, katanya, ''Toa-moaycu kau seorang nona yang kenal budi dan kasih, tidak salah bukan ucapanku tadi. Tapi untunglah kau tidak anggap dia sebagai kekasihmu, aku menjadi lega bagi kau. Waktu sudah larut malam, mari kau tidur di kamarku saja. Jin cin malam ini kau temani Cin kongcu tidur diluar kamar saja!"

''Aku harus membubuhi obat sekali lagi pada luka luka Cin kongcu, mungkin malam ini harus sibuk bekerja dan tak sempat tidur lagi."

"Benar," sela Cin Liong hwi. "nona Lu, kau tak usah temani aku lagi, lekaslah kau pergi istirahat saja."

Meskipun merasa sebal bersama sinyonya bawel ini tapi Giok yau lebih benci berada sama Lou Jin cin, akhirnya ia pikir: "Bila mereka mau mencelakai aku, sejak tadi sudah bisa turun tangan, selanjutnya aku harus waspada berlaku hati hati. Nyonya bawel ini kan bukan harimau betina takut apa." terpaksa ia menurut saja ikut sinyonya bawel kembali ke kamarnya.

Sejak tadi Lou Jin cin sudah menyambung tulang lengan Cin Liong hwi yang keseleo. Setelah Lu Giok yau mengundurkan diri, ia mengganti obat baru lagi dengan tekun dan penuh perhatian ia melayani keperluan Cin Liong hwi sehingga pemuda ini merasa risi dan kikuk.

Diam diam Cin Liong hwi membatin: "Kenapa Lou cengcu ini begitu baik terhadapku?" belum lenyap jalan pikirannya tiba-tiba didengarnya Lou Jin cin bertanya padanya, "Siapakah nama ayahmu?"

"Ayah bernama Cin Hou siau," sahut Cin Liong hwi singkat dalam hati ia membatin lagi: "Mungkin dia segan terhadap ayah maka ia layani aku sedemikian telatennya."

Benar juga dilihatnya Lou Jin cin tersenyum lebar katanya: "Kiranya putra Cin tayhiap. Nama besar ayahmu, sudah lama Lohu kenal dan dengar. Tak nyana malam ini aku bisa jumpa dengan Kongcu sungguh sangat beruntung."

Cin Liong hwi mengira dugaannya benar, hatinya menjadi terhibur dan senang baru saja ia hendak mengucapkan sekedar basa-basi Luo Jin cin telah bicara lagi: "Ayahmu seorang tokoh persilatan yang kenamaan meski Lohu tiada jodoh berkenalan dengan ayahmu menjadi heran dan ada persoalan yang belum kuketahui, harap Kongcu suka memberi petunjuk!"

"Silahkan Cengcu katakan saja."

"Kenapa ilmu pukulan yang dilancarkan Kongcu tadi bukan Bi-lek-ciang, mungkinkah Kongcu punya guru lain?"

"Ini ini" Cin Liong hwi tergugup. Maklum Jing bau khek pernah berpesan padanya supaya tidak membocorkan rahasia ini, sekarang rahasia sudah diketahui oleh Lou Jin cin, mengira tak bisa mengelabuhi orang maka sesaat lamanya ia menjadi kememek tak bisa menjawab.

Lou Jin cin tertawa lebar ujarnya, "Apakah gurumu itu Jin bau khek? Jangan sekali-kali kau ceritakan pada orang lain bahwa kau telah angkat beliau sebagai guru. Terhadapku tidaklah menjadi soal."

Cin Liong hwi tercengang katanya, "Dari mana Lou cengcu bisa tahu?"

"Cin kongcu," ujar Lou Jin cin menyeringai. "Apa kau tahu siapa aku sebenarnya?"

Cin Liong hwi tidak tahu kemana justru dengan kata-katanya ini namun tanpa menanti jawabannya, Lou Jin cin sudah menjawab pertanyaan sendiri, "Jing bau khek waktu menyuruh kau datang kemari mungkin beliau tidak memberi tahu padamu. Ketahuilah bahwa dia sebenarnya adalah Suhengku."

Cin Liong hwi tersentak kaget, tersipu-sipu ia berdiri, serunya, "Kiranya Susiok, harap maaf Wanpwe kurang hormat."

Lou Jin cin menekan pundaknya, ujarnya, "Malam ini hampir saja salah paham orang sendiri tidak kenal pada keluarga sendiri. Untung kau bersama putri Lu Tang-wan itu, waktu berkelahi melawan Cohaptoh tadi kau gunakan pula ilmu ajaran Suheng yang tunggal itu, aku baru tahu bahwa kau adalah Sutitku."

Tanpa merasa Cin Liong-hwi menjadi heran dan bertanya-tanya dalam batin, "Tidaklah heran bila dia dapat kenal pukulan yang kulancarkan itu adalah ajaran perguruannya. Namun kenapa pula datangku bersama nona Lu juga merupakan suatu kesalahan pula? Ada apa pula hubungannya soal aku menjadi Sutitnya?''

Agaknya Lou Jin cin seperti dapat meraba jalan pikirannya, katanya tertawa, "Sekarang kita terhitung orang sendiri, ada omongan apa masa kau takut katakan kepada Susiokmu?"

"Entah apakah yang ingin Susiok ketahui?"

Mendadak Lou Jin cin menjadi serius, tanyanya, "Sutit, apakah kau menyukai nona Lu itu?"

Kontan merah jengah selebar muka Cin Liong hwi jawabnya tersendat, "Susiok, kau menggoda Sutit saja."

"Kupercaya mata tuaku ini belum lamur, rasa cintamu terhadap nona Lu itu, sekilas pandang saja lantas dapat kuketahui. He he, kita kan orang sendiri, kenapa kau kelabui aku lagi? Ketahuilah gurumu sudah ceritakan hal ini kepada aku."

Cin Liong-hwi tertegun, katanya, "Jadi Susiok sudah tahu peristiwa yang bakal terjadi malam ini?"

Lou Jin-cin manggut-manggut, sahutnya, "Jing-bau-khek Suheng kemaren pernah kemari, katanya dia baru saja menerima seorang murid, dan diceritakan pula akan kesukaran yang tengah kau hadapi, yaitu harus mempersunting putri Lu Tang-wan sebagai isterimu, supaya dapat merubah rasa permusuhan menjadi hubungan kekeluargaan yang dekat, benarkah?"

Mendengar bicara orang tepat dengan kenyataan terpaksa Cin Liong-hwi mengakui terus terang, katanya, "Suhu memang pernah berpesan demikian, tapi..."

"Gurumu sudah berpikir secara rapi demi kepentinganmu segala urusan pasti akan berjalan dengan lancar dan tak mungkin salah lagi," demikian tegas Lou Jin Cin. Lalu sambungnya, "Katanya cepat atau lambat kau akan berkunjung kemari bersama nona Lou itu, dia minta aku bantu kau. Hehe, sungguh tidak kunyana malam ini kau datang begini cepat. Hahaha, segala urusan sudah bicarakan secara blak-blakan, apa kau ingin aku bantu kau tidak?''

Cin Liong hwi baru sadar akan duduknya perkara, batinnya, "Tak heran begitu melihat aku datang bersama nona Lu lantas dia tahu bahwa aku adalah Sutitnya. Tanpa melihat cara perkelahianku tadi."

"Eh, kenapa tidak bicara?'' goda Lou Jin cin. "Ini kan urusan besar Susiok, kau tidak usah malu malu."

Berdetak jantung Cin Liong-hwi, katanya lirih, "Entah bagaimana rencananya Susiok untuk membantu aku?"

Dengan kerlingan penuh arti Lou Jin cin melirik dirinya, seperti tertawa tidak tertawa ia berkata sepatah demi sepatah, "Cara yang sepele saja yaitu Nasi sudah menjadi bubur."

Cin Liong hwi terperanjat, serunya, "Ini... ini Susiok. apakah maksudmu ini?''

"Kau seorang cerdik pandai, masa belum jelas? Maksudku malam ini juga kau boleh kawin dengan nona Lu itu."

Jengah dan panas pula muka Cin Liong-hwi, jantungnya seperti hendak meloncat keluar saking keras bergoncang, suaranya gemetar, "Dia, apakah dia mau?"

Lou Jin cin terkekeh-kekeh, katanya, "Bibi gurumu seorang ahli menggunakan obat bius, pasti nona Lu itu sekarang sudah tidur pulas tak tahu diri lagi. Peduli dia mau atau tidak, yang terang penganten laki-laki seperti kau sudah pasti jadi."

Betapapun Cin Liong-hwi dari keturunan keluarga baik-baik, hati nuraninya masih lurus dan dapat berpikir secara jernih, rasa malu masih terkandung dalam benaknya, mendengar ucapan yang kotor dan menusuk kuping ini seketika merah jengah seperti kepiting direbus, katanya, "Ini, ini kurang baik bukan?"

"Pepatah ada bilang nyali kecil bukan seorang lelaki, kalau tidak jahat bukan seorang jantan, apalagi apa yang kuajarkan kepadamu ini toh bukan perbuatan jahat, malah menguntungkan bagi kau. Apa kau rela nona secantik bidadari itu dicaplok oleh Hong-thian lui bocah gendeng itu? Asal nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun sudah kasep, kutanggung dia akan tunduk dan menurut seperti sapi yang kau cocok hidungnya. Kalian merupakan pasangan yang setimpal, yang pria tampan yang perempuan ayu jelita, coba kau katakan adakah jeleknya akalku ini? Kesempatan ini jangan kau abaikan, lekaslah mari kuantarkan."

Seperti kena sihir Cin Liong-hwi berdiri dengan hambar, ternyata dengan linglung ia ikut berjalan masuk. Lou Jin cin membawanya masuk kedalam sebuah kamar, katanya tertawa, "Silakan kau masuk sendiri, aku tidak bisa temani kau didalam."

Kamar tidur ini cukup lebar, diterangi sebuah pelita kecil, tampak olehnya Lu Giok yau tengah tidur telentang diatas ranjang dengan pakaian lengkap, kelihatannya nyenyak dan tertidur pulas dalam alam mimpi.

Dengan suara lirih Cin Liong-hwi coba memanggil, "Nona Lu..'' sedikitpun ia tidak bergerak atau mendengar.

Jantung Cin Liong-hwi mendebur keras seperti gelombang samudra yang mendampar pantai. "Ai, dapatkah aku melakukan perbuatan yang tercela ini?" demikian sanubarinya tanya pada dirinya, dalam keadaan gawat antara nafsu binatang yang menyesatkan pikiran dan kejernihan pikirannya saling bertentangan ini, seluruh badannya menjadi basah kuyup oleh keringat dingin.

Dikala Lu Giok-yau terbius mabuk dan tidur pulas inilah, Hong thian-lui juga sedang gulak gulik tak bisa tidur dikamar tahanannya. Dalam keheningan malam yang semakin larut ini dari kejauhan ia dengar suara ribut ribut. Hatinya lantas berpikir : "Mungkinkah Hek-swan hong meluruk datang lagi ?" dia tahu bahwa bangunan Lou-keh-ceng ini sangat besar dan Iuas, meski suara itu kedengaran rada jauh, namun pasti masih didalam lingkungan Lou-keh-ceng.

Sekonyong-konyong dilihatnya sesosok bayangan orang berindap indap memasuki kamar tahanannya, Hong-thian-lui kaget, terdengar bayangan itu berkata lirih : "Jangan gugup, inilah aku." Tiba-tiba pandangannya menjadi terang, orang itu sudah menyulut sebuah pelita, kiranya In-tiong-yan adanya.

Hong-thian-lui menjadi heran, tanyanya, "Untuk apa kau datang pada malam begini ?"

"kubawakan obat untuk luka-lukamu. Bagaimana masih sakit tidak lukamu ?"

"Luka luar sih tidak menjadi soal, hanya tenagaku saja yang belum pulih."

"Telanlah pil ini tak lama kemudian tenagamu akan pulih kembali."

Posting Komentar