Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 85

CSI

Tak nyana gerak-gerik In tiong-yan adalah begitu cepat dan gesit sekali sulit dilukiskan dengan kata-kata meskipun jurus serangan Bi-lek-ciang ini tipu peranti untuk menyerang dan menjaga diri merupakan ilmu terlalu cetek dan belum sempurna mana kuasa menghadapi ginkang In-tiong yan serta gerak kilatnya yang hebat itu.

Maka terdengarlah suara "plak plok" keadaan Cin Liong hwi jauh lebih mengenaskan dari semula, tamparan beruntun dua kali dikiri kanan pipinya begitu telak dan keras sekali, kontan selebar mukanya menjadi bengap merah padam.

"Cin-toanghiong, Cin-toahiapsu, pukulan kali ini cukup membuka kedok aslimu bukan ? Ternyata kau bukan Enghiong atau pendekar benar, kau adalah anjing, adalah biruang yang pintar membual!''

"Wak," mulut Cin Liong hwi terpentang dengan menyemburkan darah segar, makinya keras: "Siluman perempuan, aku ingin jiwamu !" seiring dengan makiannya, "Wuut" ia kirim sebuah pukulan yang dilancarkan sekarang adalah ilmu hasil ajaran dari Jing-bau-khek.

Pengalaman In-tiong yan dalam menghadapi musuh cukup luas, begitu melihat telapak tangan orang menjadi hitam lantas dia menduga pasti pukulan orang mengandung bisa timbul kewaspadaan dirinya, cepat ia menarik tangannya kedalam lengan bajunya dengan jurus Hian-niau hoat-su dengan jari-jarinya terbungkus dalam lengan bajunya terus menggores dengan kekuatan lwekangnya ditelapak Cin Liong-hwi yang nyelonong tiba itu kontan Cin Liong-hwi rasakan telapak tangannya seperti diiris pisau, sakitnya bukan alang kepalang, sambil menjerit keras dia jumpalitan mundur kebelakang. Bicara lambat kejadiannya terlalu cepat. In-tiong-yan memburu pula lantas angkat kaki menendang tubuh Cin Liong-hwi kontan menggelundung jauh dan akhirnya terbanting celentang sejauh beberapa tombak. Untung In tiong yan masih menaruh kasihan tidak melukai jalan darah Lou-kiong-hiat, kalau tidak ilmu silatnya itu sudah punah seluruhnya.

Setelah melampiaskan amarah hatinya In tiong yan jadi berpikir, "Kupandang persahabatanku dengan Hong-thian lui, aku tak boleh bertindak terlalu kasar padanya. Tapi cara bagaimana aku harus menjelaskan kepada nona Lu ini?" Seperti diketahui In-tiong-yan adalah putri bangsa Mongol, sejak jauh hari Hong-thian-lui mengenalnya toh baru beberapa lama saja dia mau percaya pribadinya.

Sekarang ia baru pertama kali ini jumpa dengan Lu Giok-yau, bahwasanya belum bisa dikatakannya kenal, seumpama In-tiong yan bicara terus terang menurut keadaan yang sebenarnya mana mungkin dia mau percaya begitu saja?

In tiong-yan sedang berpikir cara bagaimana dia mencari alasan untuk ajak bicara pada Lu Giok-yau, mendadak Cin Liong hwi meletik bangun serta berjingkrak berdiri teriaknya. "Suhu, Suhu! Kau orang tua lekas datang siluman perempuan ini hendak membunuh aku!"

Terdengarlah suara dingin serak berkata, "Siluman perempuan dari mana?" suaranya pun hilang orangnya tiba, tiba-tiba dihadapan mereka muncul seorang laki-laki tua mengenakan jubah panjang warna hijau.

In-tiong-yan tercengang hatinya, "Adakah orang ini Cin Hou siau? Kenapa muka mereka ayah beranak jauh berbeda! Apalagi seharusnya dia memanggil ayah kenapa memanggil Suhu malah?"

Dikala Cin Liong-hwi kena disepak jumpalitan oleh In-tiong-yan dalam kejutnya segera Lu Giok-yau mencabut pedangnya, baru saja ia siap menerjang memberi pertolongan, sekonyong-konyong muncullah seorang yang dipanggil Suhu oleh Cin Liong-hwi, keruan iapun terkejut dan tertegun dibuatnya.

Kiranya karena hajaran In-tiong-yan yang bertubi tubi itu, Cin Liong hwi menjadi kaget gusar dan dongkol pula, apalagi setelah kena ditendang jumpalitan semakin takut hatinya bila In-tiong yan benar benar hendak menghabisi jiwanya, dalam keadaan panik itu segera berkaok kaok memanggil gurunya, tanpa hiraukan lagi pesan Jin-bau-khek bila dihadapan orang luar sekali-kali dilarang membocorkan rahasia hubungan antara guru dan murid ini.

"Siapa kau ini?" bentak In-tiong-yan, dalam hati ia berkata: "Bila benar dia adalah guru Hong-thian-lui, biar aku nanti minta maaf padanya." Setelah menyambut pukulan Cin Liong-hwi tadi meski jari jarinya terbungkus didalam lengan bajunya, tak urung telapak tangannya terasa gatal dan kesemutan. Tidak seperti Lu Giok-yau meski ayahnya seorang tokoh persilatan yang kenamaan tapi pengalaman Kangouwnya sendiri terlalu cetek dan memang belum pernah berkelana sehingga tidak punya pengetahuan seluk beluk kehidupan di luaran. Cin Liong-hwi mengatakan pukulan tangannya yang berbisa sebagai Bi lek-ciang untuk menipunya diapun mau percaya begitu saja. Dulu In-tiong yan pernah bertempur sama Hong-thian lui, begitu ia menyambuti pukulan Cin Liong-hwi ini lantas tahu itulah bukan Bi-lek-ciang. "Apalagi Cin Hou siau merupakan tokoh persilatan dari aliran lurus yang berkepandaian tinggi dari warisan keluarga yang murni, masa meyakinkan pukulan berbisa dari golongan sesat? Waktu Hong thian lui membicarakan soal ilmu silat sama aku dulu belum pernah dia rnenyinggung bahwa perguruannya juga mengajarkan ilmu kepandaian macam ini!" karena kesangsian inilah maka In-tiong yan berani membentak tanya kepada orang tua berjubah hijau.

Setelah angkat kepala dan melihat tegas pada In-tiong-yan, bukan kepalang kaget Jing-bau-khek, katanya tersipu-sipu; "Harap tuan putri suka mengampuni kesalahan muridku yang tak tahu diri ini, pandanglah mukaku orang tua tak berarti ini memberi ampun padanya!" sembari berkata ia menjura dalam.

In-tiong-yan mengayun telapak tangannya mendorong kedepan, serunya; "Siapa kau sebetulnya, kenapa aku harus pandang mukamu untuk mengampuni bocah keparat ini?" Dorongan tangannya ini sengaja hendak menjajal Lwekang Jing-bau khek, sudah tentu Jing-bau khek tidak berani balas menyerang tapi ilmu pelindung badannya jauh berada diatas kemampuan In-tiong-yan, sekali dorongan In-tiong yan ini sedikitpun tidak membuatnya bergeming, terasa olehnya tenaga dorongannya sendiri laksana amblas kedasar lautan dan tak berbekas, insaf bahwa kepandaian orang jauh lebih tinggi dari dirinya benaknya lantas membatin, "Untung dia masih belum tahu bahwa aku sedang melarikan diri, terpaksa sekarang harus cepat-cepat mencari akal untuk membebaskan diri."

Cin Liong hwi mengharap gurunya menuntutkan balas bagi dirinya, diluar dugaan malah gurunya berlaku hormat, dan mohon maaf pada gadis baju hitam ini dan memanggilnya ''tuan putri". Sebagai orang yang cerdik setelah hilang rasa kagetnya lantas ia sadar dan mengerti.

"Apakah perempuan siluman ini In tiong yan adanya? Bualanku mengenai pribadinya, telah didengar pula olehnya?" demikian ia membatin serta merta matanya melirik kearah Giok yau, tampak muka orang pucat pias, giginya menggigit bibir kencang-kencang tak bersuara mungkin karena peristiwa ini terjadi begitu mendadak sehingga perasaan hatinya bergejolak, relung hatinya belum bisa merangkai kejadian yang dihadapi ini dengan kesadaran pikirannya. Karena adanya sang guru dan In-tiong-yan di situ, Cin Liong-hwi menjadi berhalangan untuk memberi penjelasan seperlunya kepadanya, karena ia menjadi basah kuyup sebab gugupnya sendiri.

Untuk sesaat Jing bau khek sendiri juga belum jelas duduk perkara sebenarnya, sangkanya sebelum tiba di Lou keh ceng Cin Liong-hwi sudah mengerjai Lu Giok yau, sehingga belum bertemu dengan Lou jin-cin, tidaklah perlu dibuat heran jika terjadi bentrokan dengan In-tiong yan disitu.

Dihadapan In tiong-yan sudah tentu Jing bau khek kurang leluasa menanyakan pada muridnya, terpaksa ia menjawab pertanyaan In tiong yan lebih dulu dengan tertawa dibuat-buat ia menyahut, "Tuan puteri tidak kenal aku tapi aku sudah bertemu dengan Koksu kalian Liong siang Hoatong sekarang kebetulan memang kami hendak menuju ke Lou keh ceng untuk menemui Liong-siang Hoatong, dengan tuan puteri sungguh tak nyana bisa beruntung jumpa disini entah bagaimana muridku yang tidak becus ini membuat kesalahan terhadap tuan putri, harap tuan putri suka memaafkan atas kesalahannya. Muridku, hayo maju mohon maaf kepada tuan putri?"

Betapapun Cin Liong hwi masih punya rasa malu setelah tahu In tiong-yan adalah tuan putri bangsa Mongol, hatinya menjadi nekad, pikirnya, "Suhu membunuh akupun tidak sudi bertekuk lutut padanya." batin memang berpikir demikian serta melihat gurunya mendelik kepadanya, sikapnya yang kereng itu seketika menjadi hatinya gugup.

In tiong-yan mengulapkan tangannya, ujarnya: "Kejadian sudah berlalu tak perlu minta maaf apa segala. O ya, apa benar kau hendak ke Lou keh-ceng?"

Jing bau khek mengiakan dengan laku yang sangat hormat.

"Bagus benar kedatanganmu kalau begitu," demikian ujar In-tiong-yan pula, "Lekaslah, kau bawa muridmu ke Lou keh ceng. Bila kau ketemu Liong-siang Hoatong harap beritahukan padanya katakan aku bersama nona ini, pergi kerumahnya kira-kira dua tiga hari lagi baru bisa pulang. Sudah nona Lu mari kita berangkat !"

Jing bau khek menjadi keras pikirannya, setelah bertengkar dengan Cin Liong-hwi kenapa hubungannya begitu intim dengan putri Lu Tang-wan apakah memang mereka sudah kenal sejak lama?" namun meski hatinya masih dirundung berbagai pertanyaan, betapapun ia tidak berani bertanya pada In-tiong-yan.

Meski pengalaman Lu Giok yau masih cetek tapi pikirannya bisa bekerja dan tidak teledor, sesaat ia terlongong lambat laun kesadarannya dapat menyimpulkan serangkaian jalan pengalamannya selama ini yang hampir saja membuat dirinya masuk kedalam tipu daya keji orang. Terpikir olehnya; "Tak heran ayah sering berkata hati manusia susah diduga, bocah she Cin yang mengaku sebagai sute Hong thian lui ini ternyata adalah mata mata orang Mongol !" Soalnya ia dengar guru Cin Liong-hwi tadi mengatakan hendak menghadap pada Liong-siang Hoatong yang menjadi Koksu bangsa Mongol, apalagi kalau bukan mata-mata yang punya intrik dengan tartar Mongol? Demikian ia menganalisa. Adalah jamak pula bila dia menyangsikan kebenaran asal usul diri Cin Liong-hwi ini, bukan mustahil dia pun samaran belaka.

Sebetulnya Lu Giok-yau juga tidak mempercayai In tiong-yan, namun menghadapi antara untung rugi atau berat dan ringan ini, mau tidak mau ia harus berpikir. Sekarang diriku sudah kejeblos kemulut harimau, pergi sama In thiong-yan tidak lebih masuk ke mulut harimau yang lain, betapapun menghadapi dia seorang perempuan jauh lebih baik." karena pikirannya ini tetaplah tekadnya ia berkeputusan untuk membebaskan diri dari belenggu Cin Liong-hwi dulu, segera ia berangkat sama In tiong-yan.

Setelah jalan rada jauh In tiong-yan mengembangkan ginkangnya, sudah tentu Lu Giok yau tak mampu mengejarnya, jarak mereka semakin jauh. Berpikirlah Lu Giok yau, "Eh, kelihatannya dia tidak kuatir aku melarikan diri?" sebab kalau In tiong-yan anggap dirinya sebagai tawanan, tidak mungkin mau meninggalkan dirinya dalam jarak yang begitu jauh.

Belum lenyap jalan pikirannya mendadak kelihatan In tiong yan berlari balik lagi, lalu ia menarik tangan orang. Keruan Lu Giok yau kaget, teriaknya, "Apa yang kau lakukan?"

"Kita harus lekas lari," demikian In tiong yan menjelaskan. "Obrolanku hanya dapat ngapusi mereka sebentar saja, bila orang orang Lou keh ceng mengejar tiba dan bertemu mereka guru dan murid di tengah jalan bualanku akan tentu konangan mereka."

Lu Giok yau tercengang keheranan, batinnya, "Bukankah kau tuan puteri bangsa Mongol? Kenapa takut dikejar orang orang dari Lou keh ceng?"

Tapi In tiong yan menariknya lari sedemikian kencang, meski hati dirundung berbagai pertanyaan ia menjadi susah membuka mulut.

In tiong yan mengembangkan ginkang-nya yang paling tinggi menyeretnya lari seperti dikejar setan, hal ini berarti telah membantu dia. Terasa oleh Lu Giok yau angin menderu ditelinganya, pohon pohon dipinggir jalan berkelebat laksana kilat mundur ke belakang seperti naik awan saja dirinya bergelantungan meluncur kedepan. Tak habis heran dan kejut hatinya, pikirnya, "Kepandaiannya begini hebat bila ia bermaksud jelek terhadap diriku, betapapun aku tidak bakal dapat lolos dari genggaman tangannya !"

Entah berapa jauh sudah mereka lari, In-tiong yan membawanya kesebuah puncak gunung baru disini ia menghentikan kakinya. Katanya: "Kita boleh istirahat sebentar di sini. Tapi juga hanya sekejap saja kita harus berpisah disini. Kau ada pertanyaan kepadaku boleh silahkan katakan saja."

"Hah, jadi dia benar benar ?" tanyanya, "Apakah kau In tiong yan?"

In tiong yan tertawa, ujarnya, "Benar akulah In tiong yan seperti yang dikatakan keparat Cin Liong hwi telah kawin lari sama Hong thian lui. Apakah kau masih mempercayai obrolan bocah keparat itu?''

Posting Komentar