Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 86

CSI

"Lalu dimana Ling Tiat wi berada?" tiada tempo ia mengurus persoalan Cin Liong-hwi, yang paling diperhatikan adalah keadaan Hong thian lui.

"Kau tidak perlu kuatir ayahmu akan bisa menolongnya keluar !"

"Apa ayahku sudah menyusul tiba ke Lou-keh-ceng ?" teriak Lu Giok-yau kaget kegirangan.

"Ya, kuduga waktu kau jatuh pulas itulah beliau sudah sampai di Lou-keh-ceng. Kudengar seseorang berteriak memanggil ayahmu untuk menolong kau dipekarangan luar disebelah timur, maka berani kupastikan akan kedatangan ayahmu. Ada pula seorang yang membantu Hong-thian-lui melawan Liong-siang Hoatong menurut rekanku orang itu betul-betul adalah Cin Hoa-siau adanya."

Tanpa merasa Lu Giok-yau merasa kuatir akan ayahnya, katanya : "Konon ilmu silat Liong-siang Hoatong sangat lihay entah apakah mereka bisa meloloskan diri dari Lou-keh-ceng ?"

In-tiong-yan sudah lari keluar sebelum ayah Hong-thian-lui muncul, kejadian selanjutnya ia tidak tahu sama sekali. Terpaksa ia hanya bisa membujuk pada Lu Giok-yau : "Ilmu silat Hong thian-lui sudah pulih kembali, ilmu silat gurunya jauh lebih tinggi darinya, menurut hematku seumpama mereka tidak dapat mengalahkan Liong siang Hoatong, Liong siang Hoatong juga tidak akan dapat merintangi mereka melarikan diri."

"Semoga begitulah adanya!" demikian Lu Giok-yau berdoa, dalam hati ia membatin : "Bila Ling-toako bisa lolos dari marabahaya, ayah pasti membawanya pulang. Bila aku segera pulang tentu disana bisa ketemu dengan mereka."

Tak terduga justeru In tiong-yan berkata : "Nona Lu dalam daerah yang berdekatan sini, adakah kau punya famili ? Lebih baik famili yang rada miskin, terutama keluarga terdekat yang belum diketahui oleh pihak Lou-keh-ceng."

Lu Giok-yau tercengang sebentar katanya : "Apakah cici hendak mencari tempat untuk menyembunyikan diri ? Cobalah kupikir sebentar !"

"Bukan aku tapi kaulah! Menurut pandanganku, untuk sementara waktu kau jangan keburu pulang kerumah."

Heran Lu Giok yau dibuatnya, tanyanya: "Bukankah tadi kau mengatakan hendak pulang bersama aku?" dalam hati ia membatin: "Kalau kau tidak leluasa berkunjung kerumahku, adalah aku sendiri kenapa tidak boleh pulang?"

In tiong-yan tertawa: "Tadi aku omong sembarangan saja untuk menipu mereka. Sudah tentu aku tak bisa kerumah, dan kaupun tidak boleh pulang."

"Kenapa?" "Lou Jin-cin bertetangga dalam bilangan satu keresidenan, sudah tentu dia mengetahui alamat rumahmu bukan?"

Baru sekarang Lu Giok-yau sadar katanya: "Kau kuatir mereka akan meluruk ke-rumahku mencari perkara!"

"Benar, bila Hong thian-lui dan ayahmu serta yang lain berhasil lari keluar dari Lou keh ceng, masa Liong-siang Hoatong mau berpeluk tangan dan menyudahi perkara itu? Kuduga ayahmupun tidak begitu goblok mau segera pulang kerumah,'' lalu sambungnya lagi. "Untung dalam waktu dekat ini Liong-siang Hoatong harus segera pulang ke Mongol, untuk sementara kau harus sembunyi menghindari malapetaka, kira kira sepuluh hari atau setengah bulan setelah mendapat berita yang pasti baru pulang!"

Tak tahunya bahwa analisa In tiong-yan justru menyimpang dari keadaan yang sebenarnya. Lou Jin cin sudah pecah nyalinya oleh bahan peledak Ling Hou, selama berpuluh tahun dalam operasi berdagang tanpa modal dalam kalangan hitam menghasiIkan harta benda dan bangunan gedung yang megah ini boleh dikata jauh lebih banyak dari milik Lu Tang-wan, mana dia sudi mempertaruhkan segala harta milik dan jiwa sendiri dalam adu perjudian yang sulit diramalkan kalah menangnya ini. Jika sekarang dia dapat mengalahkan dan menghancurkan segala milik keluarga Lu umpamanya, masa dia tak kuatir kelak Lu Tang-wan dan Ling Hou berani menuntut balas kepadanya?

Dengan kedudukan Liong-siang Hoatong sebagai Koksu negeri Mongol, beliau takkan sudi menunjukkan diri dimuka umum. Sebab kedatangannya ke Tionggoan kali ini mempunyai tugas yang teramat penting artinya, segala gerak-gerik dan tindak-tanduknya disini harus serba rahasia. Cuma soal ini In-tiong-yan sendiri tidak tahu.

Namun bagi In tiong-yan pengalamannya kangouw jauh lebih luas dibanding Lu Giok yau, kuatir Lu Giok-yau tidak tahu urusan maka sebelum berpisah ia telah memberi pesan wanti- wanti, inipun maksud baiknya demi keselamatannya. Mana dia tahu bahwa maksud baiknya justru menjadikan dia anggap dirinya kepintaran, sehingga akhirnya terjadi pula peristiwa lain yang berbuntut panjang.

"Terima kasih akan petunjuk Cici," kata Lu Giok-yau, "Cici kemana kau pergi, kenapa harus berpisah di sini? Bukankah kita lebih baik jalan bersama?''

"Aku kuatir kau kena rembet perkara ini. Mereka pasti akan mencariku kemana-mana, mana boleh kau jalan sama aku?"

"Aku jadi tak mengerti, bukankah kau tuan putri? Kenapa harus takut kepada mereka?" ada sebuah kata yang menyuapi hati orang tak enak diucapkan, sebetulnya ia ingin bertanya, ''Kenapa pula kau mau bantu aku ?"

"Dalam waktu singkat sulit menerangkan, kelak bila kau ketemu Hong-thian-lui segalanya dapat kau ketahui!"

Belum habis kata katanya, tiba-tiba didengarnya derap langkah kaki kuda yang berlari pesat sekali, lambat laun, semakin dekat, dan menuju kearah sini.

In-tiong-yan tertawa dingin, "Cepat benar kedatangan mereka!"

"Bila yang datang keparat she Cin itu, kulabrak dia habis-habisan!" demikian ujar Lu Giok yau dengan gemas.

"Jangan ceroboh, yang datang bukan hanya satu, Em, satu dua tiga semua ada empat orang," dalam hati ia membatin ; "Tunggangan mereka sama kuda kuda jempolan dari luar perbatasan, mungkinkah keempat Kim-tiang Busu yang mengejar kita ?" sebagai nona yang dibesarkan dipadang rumput, dari derap kaki kuda kuda itu dapatlah ia mengukur dan menaksir kuda macam apakah itu. Lu Giok yau maklum akan peringatan In-tiong yan tersentak hatinya, pikirnya : "Ya, mereka bukan hanya seorang, meski ada bocah keparat she Cin itu, mana ada kesempatan aku melabrak dia?" diam-diam ia sangat sesalkan kepandaian sendiri yang tidak becus, sesaat ia kehilangan pegangan diri sendiri, katanya, "Lalu bagaimana ?"

"Lekas kau sembunyi, tak perduli apapun yang terjadi jangan sekali kali kau keluar, biar aku yang hadapi mereka."

Tempat dimana berada sekarang hanyalah sebuah gugusan tanah tinggi menurut perhitungan In Tiong-yan, para pendatang itu tentu akan naik kemari dalam jangka waktu satu jam, cukup untuk memeriksa seluruh gunung untuk sembunyi juga tidak bisa lagi, paling diseret pulang pula. Sebetulnya ia tidak sudi pulang kembali ke Holin, jadi supaya Lu Giok-yau tidak jatuh ketangan musuh, tidak bisa tidak ia harus mengorbankan dirinya sendiri.

Dengan langkah ringan In-tiong-yan berjalan keluar hutan, dia siap menanti kedatangan mereka untuk mencegah mereka memeriksa kedalam hutan. Tak terduga belum lagi ia berjalan keluar dari hutan, didengarnya derap kaki kuda yang cepat itu sudah melewati gunung dan semakin jauh dan akhirnya tak terdengar lagi.

O^~^~^O

In tiong-yan merasa diluar dugaan, pikirnya: "Umong dan kawan kawannya menerima tugas Koksu mengejar aku, tindakan mereka pasti tidak begitu ceroboh, melihat pinggir jalan ada sebidang hutan, kenapa mereka tidak kemari untuk memeriksanya, mungkinkah terkaanku yang salah?"

Lu Giok yau juga menyusul keluar, katanya, "Apakah mereka sudah pergi ?"

"Tak dapat dipastikan apakah benar mereka mengejar aku, mungkin nanti mereka bisa balik kesini. Sebelum mereka balik marilah lekas tinggalkan tempat ini, aku menuju kedepan dan kau lebih baik lari dari jurusan yang lain."

Sebelum berpisah terasa berat perasaan Lu Giok yau, katanya; "Cici, kau hendak kemana?"

In tiong-yan tertawa getir, sahutnya: "Aku sendiri juga tak tahu. Jangan kau risaukan diriku, lekaslah berangkat!"

Apa boleh buat terpaksa Lu Giok-yau turun gunung, setelah berjalan beberapa lama melihat tiada pengejar datang, legalah hatinya, pikirnya, "Ucapan In tiong yan memang benar untuk sementara lebih baik aku tidak pulang saja." teringat oleh ia punya bu inang yang bertempat tinggal diselokan bawah gunung sana, bu inang itu pasti orang orang Lou-keh ceng tidak akan mengenalnya, lebih baik aku kesana dulu sembunyi seluruh atau setengah bulan malah bisa minta bantuannya mencari berita diluar. Siapa tahu tanpa aku keluar ayah dan Ling toako bisa menjemput aku kemari setelah mendengar beritaku." Perhitungannya memang cukup muluk, sayang kejadian didunia ini kadang-kadang menyimpang dari kehendak manusia.

Terpaksa kita tinggalkan keadaan Lu Giok-yau, marilah kita ikuti perjalanan In tiong-yan. Sejak berpisah dengan Lu Giok-yau batinnya terasa hambar, pikirnya; "Setelah bersembunyi barang beberapa hari nona Lu itu masih punya rumah dan bakal jumpa pula dengan ayahnya, terlebih punya harapan bersua kembali dengan kekasihnya. Aku sebaliknya keluntang keluntung tak punya untuk menetap lagi," terpikir pula olehnya, "Aku sudah menitipkan Pinghoat itu kepada Sip It sian untuk diberikan kepada Hek swan-hong, tujuanku sudah terlaksana, kuduga Hek-swan hong pasti masih ingin mencari aku, tapi aku tiada minat bertemu pula dengan dia," Maklum dia sebagai seorang tuan putri bangsa Mongol, Mongol bakal menyerbu ke Tionggoan adalah kejadian yang pasti soalnya tinggal tunggu waktu saja. Dan bila peristiwa sudah terjadi terang dan gamblang Hek swan hong pasti berdiri dipihak yang bermusuhan dengan dirinya. Setelah ia menyerahkan Pinghoat itu kepada Hek-swan-hong, ia sudah bertekad untuk tidak pulang lagi kenegeri sendiri. Tekad hatinya ini sudah merupakan suatu pengorbanan terbesar selama hidupnya, seumpama ia harus selangkah setindak lebih maju berdiri dipihak dan sejajar dalam jalan dan haluan yang sama dengan Hek swan-hong paling tidak dalam saat ini, betapapun ia belum berani mengambil keputusan ini.

Posting Komentar