Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Chapter 81

CSI

Orang yang bicara ini bukan lain adalah ayah Hong-thian-lui, yaitu Ling Hou adanya.

Lou Jin-cin tahu bahwa ilmu silat Ling Hou tidak tinggi, segera ia menjengek tawa, "Main teriak apa kau, aku sudah dengar. Tidak lebih kau menyusul tiba untuk mengantar jenazah putramu, baik akan kukabulkan keinginanmu ! Ayo tangkap orang itu!" dari samping Thio Jay-giok menambah sepatah kata, "Bila tidak bisa diringkus hidup, serang dengan senjata rahasia !"

Tanpa perintah yang kedua kali anak buah Lou Jin cin segera berbondong-bondong memburu kearah tempat sembunyi Ling Hou malah yang lari paling depan sudah menyambitkan senjata rahasianya dari kejauhan.

O^~^~^O

Tapi dengan adanya alingan gunung-gunungan palsu, sembilan senjata rahasia yang berhamburan itu tiada satupun yang dapat mengenai diri Ling Hou.

Saking gelisahnya entah darimana datangnya kekuatan Hong-thian-lui, mendadak ia menghardik seperti guntur, berbareng telapak tangannya menghantam kedepan, Umong sudah kapok akan kehebatan pukulannya ini, sigap sekali ia mencelat berkelit, justru seorang Kim-tiang Busu yang berada disampingnyalah yang konyol terdampar oleh gelombang pukulan Bi-lek-ciang Hong-thian-lui, kontan tubuhnya terpental jauh tiga tombak.

Begitu meloncat keluar Hong-thian-lui lantas berteriak, "Ayah !"

Ling Hou terkejut, cepat iapun berteriak, "Anak Wi, berhenti, jangan kemari !"

Lou Jin-cin bergelak tawa, serunya : "Kalian ayah dan anak tumbuh sayap pun jangan harap bisa terbang, nantikan waktu untuk mengantar jiwa saja !"

Ternyata Ling Hou juga segera terbahak-bahak suara tawanya malah lebih lantang dan keras, sesaat kemudian terdengar ia berseru : "Lou Jin-cin, berani kau melukai seujung rambut putraku, akan kubuat seluruh Lou-keh-ceng ini hancur lebur rata dengan tanah. Hayo kalian berani melangkah maju puluhan langkah lagi, akan kubuat pula kalian dedel dowel seperti perkedel !"

Lou Jin-cin tertawa dingin, ejeknya : "Kau punya kepandaian apa, berani kau main gertak menakuti orang!" tapi para pembantunya mendengar ancaman Ling Hou serta merta merendahkan kakinya, sangsi dan takut pula hati mereka, lebih baik percaya dari pada menjadi korban secara konyol demikian pikir mereka, tanpa merasa beramai ramai mereka berhenti dan menonton adegan selanjutnya yang akan terjadi.

Terdengar Ling Hou berseru pelan-pelan, "Jadi kau tidak percaya ? Baik, biar kau lihat lebih dulu." Sambil berkata tiba-tiba tangan kanannya diayun, sebatang Coa-yam cian (panah ular berasap) segera melesat keluar. Ujung runcing dari Coa-yam-cian ini kosong dan diisi dengan ramuan bahan peledak, begitu terjilat api lantas menyala dan meledak, umumnya kaum persilatan digunakan untuk memberi isyarat sesama kaum dan disambitkan ketengah udara. Tapi kali ini Liong Hou menyambitkan kearah tanah.

Begitu jilatan api mengenai tanah kontan terdengar ledakan yang gemuruh, sebuah gunungan palsu dipinggir sana seketika runtuh berhamburan, batu pasir beterbangan ke tengah udara. Untung orang-orang itu sudah menghentikan langkah dan berdiri agak jauh dari lingkaran daya ledakan yang hebat itu, meski begitu tak urung mereka merasa muka mereka seperti disampok angin badai yang panas, tak sedikit yang terluka oleh percikan batu-batu.

Terdengar Ling Hou menjengek tawa pula, "Ini baru percobaan belaka ! Lou Jin-cin, ketahuilah, aku sudah memendam puluhan peledak disepuluh tempat yang terpendam dalam daerah lingkungan Lou-keh-cengmu ini. Tempat yang meledak ini hanya kutaruh bahan peledak yang paling sedikit !"

Ternyata keluarga Ling merupakan ahli pembuat bahan peledak yang diwaris dari leluhur mereka. Moyang mereka tidak lain adalah Ling Tin, pahlawan gagah dari gunung Liang-san yang paling terkenal pandai membuat peledak itu. Baru sekarang Ling Hou mengunjukkan diri, karena ia harus memilih tempat yang strategis untuk memendam bahan peledaknya itu.

Keruan Lou Jin-cin ketakutan, dengan mengeraskan kepala ia berseru, "Seumpama kau mampu menghancur leburkan seluruh Lou keh-ceng rata dengan bumi, kalian ayah dan anak serta kawan-kawanmu juga tidak ketinggalan mati bersama !"

"Kita ayah dan anak emangnya sudah tidak ingin hidup lagi," demikian ejek Ling Hou ketus, "Hehe seluruh keluarga Lou-keh-ceng kalian yang berjumlah seratus tiga puluh tujuh jiwa bersama tamu tamu agung kalian ini bakal mengiringi kami gugur bersama. Hitung dagang ini masih menguntungkan pihak kami, Lou Jin-cin, apa kau berani bertaruh bahwa aku sungguh tidak berani melaksanakan ancamanku ?" tampak kedua jari tangannya menjepit pula sebatang Coa-yan-ciau, ujung panahnya berkilauan membiru diarahkan ke arah Lou Jin-cin beramai. Siap untuk disambitkan.

Cepat Lou Jin-cin berseru, "Ling-tayhiap, marilah bicara dulu, buat apa kita harus bertengkar sampai babak belur bersama ? Sebetulnya aku tiada niat mempersukar kalian ayah dan anak !"

"Bagus !" seru Ling Hou, "jadi kau masih ingin berdagang lain obyek dengan aku ini ? Tapi aku kuatir kau tidak kuasa memberi keputusan."

Tatkala itu pertempuran berbagai kelompok itu sudah berhenti, cepat-cepat Lou Jin-cin memburu kepekarangan belakang sebelah barat, katanya lirih kepada Liong-siang Hoatong, "Hoatong, kawanan musuh ini adalah kaum gelandangan yang tidak takut mati. Aku kuatir mereka bakal melaksanakan ancamannya."

Sebetulnya Liong-siang Hoatong sendiri jauh lebih gugup dan gelisah dari Lou Jin-cin, sebagai seorang Koksu, masih ada seorang tuan putri macam In-tiong-yan yang menjadi tanggungannya di Lou-keh-ceng, mana berani ia mempertaruhkan jiwa sendiri dan jiwa tuan putri untuk berjudi dengan maut gugur bersama musuh ?

Terdengar Ling Hou membentak pula, "Aku tidak punya banyak waktu menanti kalian ngobrol bagaimana soal dengan ini? Sebelumnya aku harus bicara di muka harga yang kutetapkan tak bisa ditawar lagi."

Lekas Liong siang Hoa tong berkata, "Beritahu padanya kita turuti kehendak mereka saja!"

"Ling tayhiap," seru Lou Ji cin sambil tertawa kecut, "silahkan kau sebutkan kemauanmu!"

"Harap kau Lou toacengcu mempersiapkan kuda dan mengatur kita keluar perkampungan cukup hanya kau seorang saja. Setelah sepuluh li baru akan kulepas kau pulang dengan selamat!"

"Mana boleh kalian mengambil aku sebagai sandera," bantah Lou Jin cin.

"Kau anggap kita ini bermartabat macam tampangmu itu bicara seperti kentut busuk?"

Liong siang Hoatong segera membujuk, "Lou cengcu silakan kau antar mereka saja!"

Disebelah sana Ling Hou sudah menambahkan, "Sebelum kita keluar dari lingkungan Lou keh ceng, semua orang dilarang sembarangan bergerak! Kalau tidak, hm... cukup aku menggerakkan tangannya pasti bisa membuat kalian hancur lebur tanpa bekas lagi!" ancamannya ini ditujukan pada kawanan Liong siang Hoatong yang mungkin bisa main bokong secara licik. Meski Lou keh ceng meliputi satuan li panjangnya setelah mereka berada diluar seumpama Liong siang Hoa tong ingin mengejarpun takkan mungkin kecandak lagi.

Liong siang Hoatong tertawa dibuat buat serunya: "tayhiap kau terlalu banyak curiga. Masa Lolap bakal membokong kalian?"

"Kuduga kaupun tak akan," demikian jengek Ling Hou, segera ia memberi isyarat mengumpulkan teman temannya dengan mengepit Lou Jin cin di tengah, beruntun mereka beranjak keluar dari Lou keh ceng dengan langkah lebar.

Para centeng sudah mempersiapkan kuda yang diminta, tanpa banyak kata beramai ramai mereka menunggang kuda terus dibedal sekencangnya meninggalkan Lou keh ceng. Setelah puluhan li kemudian sesuai dengan perjanjian mereka melepas Lou Jin cin pulang.

Setelah bayangan punggung Lou Jin cin menghilang dikejauhan baru Ling Hou menengadah tertawa besar.

Posting Komentar