Seruling Samber Nyawa Chapter 74

Ui hoa-kiaucu Kim Ing lancarkan sebuah pukulan jarak jauh terus maju hendak merebut Giok-liong menjadi gelagapan tanpa berpikir melukai orang, lekas lekas ia menubruk maju sambil mencengkeram.

saking bernafsu mereka merebut sehingga angin pukulan juga terlalu besar, sehingga seruling itu terpental membelok meluncur ketengah udara.

Kedua belah pihak sama-sama menang-Kap tempat kosong begitulah karena dorongan angin pukulan seruling itu melesat setinggi puluhan tombak terus meluncur turun kedalam jurang telaga yang dalam sana.

"Celaka!"

Sambil mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuannya Giok-liong meluncur mengejar dengan tanpa memikirkan akibatnya, jelas seruling itu sudah separo amblas kedalam air, mendadak terlihar air muncrat air menjadi bergelombang tinggi.

Kiranya begitu dekat dengan seluruh kekuatannya Giokliong menghembuskan napas dari mulutnya berbareng cepat sekali tangannya meraih maju.

Hanya sedetik saja kaki, muka dan selebar dadanya sudah basah oleh air.

Tapi gerakan Giokliong belum berhenti sampai disitu saja, sedikit menutul kaki tubuhnya terus jumpalitan meluncur ketepi sana sejauh tujuh tombak ringan sekali kakinya mendarat disebelah sana, dimana kakinya berpijak tepat diatas dahan sebuah pohon Siong yang tua.

Memandangi seruling ditangannya sungguh susah dilukiskan perasaan hatinya, jantungnya masih berdebar keras, seluruh tubuh basah kuyup oleh keringat dan air, air mukanya serius.

Betapa tidak, seandainya seruling ini benar-benar terjatuh kedalam air terjun yang tidak terukur dalamnya itu bukankah dirinya menjadi durhaka ternadap perguruan dirinya akan menyesal dan putus asa selama hidup ini, sampai nama Kim pit jan-bun yang sepele itu juga harus dicuci bersila dan dihapus dari peninggalan sejarah dunia persilatan.

"Hm, cepat benar gerak tubuhnya !"

Sebuah dengusan dingin dari sebelah sana, Tampak Ui-hoa kiaucu Kim Ing setindak demi setindak menghampiri kearah Hoa Sip-i, kira

kira sejauh tujuh kaki ia berhenti membentak dengan nada berat.

"Memincut anak murid agama kita, ditengah jalan kau mencuri dan merampok seruling pusaka lagi, Besar nyalimu !"

Pemuda baju biru Hoa Sip-i menjadi nekad dan tidak mau kalah garang, semprotnya dengan histeris .

"Kim Ing! Sungguh memalukan dan sia-sia belaka kau menjadi seorang pimpinan agama, dengan cara kejam dan telengas kau siksa seorang gadis sebatang kara yang sengsara. Kau sudah membunuh ayahnya, menyiksa ibunya, sekarang ...

"

Sambil berkata-kaia air mata meleleh dengan deras sampai ia tak kuat meneruskan kata-katanya, akhirnya sambil membanting kaki ia mendelik dan berseru kalap .

"Biarlah aku adu jiwa dengan kau !"

"Kau belum ada harga bergebrak dengan aku !"

Seperti banteng ketaton Hoa Sip-i menyeruduk maju sambil mencengkeram kearah Kim Ing.

Tapi yang diserang mandah tertawa dingin, sedikit menggeser kaki bagai bayangan setan saja layaknya tahu-tahu ia sudah memutar di belakang Hoa Sip i.

Sebetulnya Hoa Sip-i sudah kerahkan seluruh tenaganya untuk menyerang tapi tahu-tahu bayangan orang didepannya mendadak menghilang, belum lagi ia sempat menarik kembali serangannya dan menanan badan yang menjorok kedepan itu, tahu-tahu ia sudah rasakan lima jalur angin kencang menutuk tepat dilima jalan darah penting ditubuhnya.

Seketika ia menggembor keras tertahan, badannya tersungkur jatuh terus bergulingan ditanah dari tujuh lubang indranya mengalirkan darah, kaki tangannya berkelejetan betapa saat dan derita yang dirasakan sungguh ngeri dan memilukan hati.

"Hahaha, bocah keparat ! kepandaianmu seperti sinar kunang-kunang juga berani kurang ajar terhadap aku ! Hahaha, biar kau coba rasakan betapa nikmat hajaran yang setimpal ini !"

Saking kesakitan Hoa Sip-i sudah tidak mampu lagi mengeluarkan suara, seluruh tubuh sudah dekil dan kotor oleh keringat dan debu tak menyerupai orang lagi.

Setelah seruling sudah dapat direbut kembali Giok liong berniat tinggal pergi saja, tapi entah bagaimana juga kesan lantas timbul dalam benaknya sekali loncat ringan sekali ia sudah sampai ditepi sana, sambil unjuk senyum yang dipaksakan ia menjura, katanya.

"Kaucu, kalau kau tiada permusuhan yang mendalam, silakan kau bebaskan tutukan Toan hun siok-bing-im bong-ci itu !"

"Kau mintakan balas kasihannya ?"

"Ya, cukup kasihan keadaannya !"

"Agaknya kau sudah khilaf dan lupa, sedikit terlambat tadi seruling pusakamu pasti sudah hancur lebur bukan !"

"Tentang ini aku tidak bisa salahkan dia. Bukankah kekasihnya kau ..."

"Ck, ck, ck, ck, ... tak kira ternyata Kim-pit-jan hun jaga seorang pemuda romantis."

"Terserahlah, aku tidak ikut campur lagi !"

Ujar Giok liong dengan muka merah, menjejak tanah pesat sekali ia melompat ke luar hutan sana.

"Tunggu sebentar!"

Bayangan kuning berkelebat tahu-tahu Ui-hoa kiaucu Kim Ing sudah menghadang didepannya, ujarnya sambil unjuk senyum menggiurkan.

"sebelum pergi tinggalkan dulu seruling samber nyawa!"

"Kenapa?"

"Sebab Ui hoa-kiau sangat memerlukan seruling pusaka itu." "Apa kau sudah lupa bahwa seruling ini sebenarnya adalah milikku?"

"Hanya kupinjam setahun saja, setelah waktunya tentu kukembalikan!"

"Kalau aku tidak ingin pinjamkan?"

"Terpaksa harus kurebut dengan kekerasan!"

"Hahahaha ... ."

Saking gusar Giok-liong bergelak tertawa serunya lantang.

"Baik! justru aku paling senang orang main kekerasan terhadap aku, Ui hoakiau kalian ada ilmu simpanan apa, biarlah aku yang rendah belajar kenal seluruhnya!"

Alisnya berkerut dalam, ujung bibirnya menjengek menghina. Mendadak ia melompat maju menghampiri tubuh Hoa Sip i, beruntun jarinya bergerak sebat sekali menutuk tiga puluh enam jalan darah besar ditubuhnya, lalu bentaknya keras.

"Kawan lekas pergi."

"Kau berani melepas dia!"

Terdengar hardikan marah disusul bayangan kuning menerjang dengan serangan membadai.

"Terang kau tidak memberi muka kepadaku. Masa Ma Giok liong gampang dipermainkan. Kalau kau berani merintangi aku, seumpama manjat kelangit sukarnya!"

Sembari berkata sebat sekali iapun bergerak menangkis dan balas menyerang dengan keras lawan keras.

Mega berkembang angin menderu bayangan orang menjadi berseliweran kurang jelas dipandang mata nyata kedua belah pihak sudah bertempur sengit.

Sementara itu pemuda baju biru Hoa Sip-i tengah merangkak bangun dengan napas memburu dengan ujung bajunya ia seka kotoran mukanya, dengan susah payah ia merangkak dan berusaha bangun, baru saja ia melangkah dua tindak mata terasa berkunang-kunang, puluhan bayangan kuning berkelebat melayang datang seiringan daun jatuh menghadang dihadapannya, saat mana ia sudah kempas kempis tenaga untuk berdiri juga sudah payah, akhirnya ia meleso jatuh duduk lagi, suaranya serak seperti kera berterisk.

"Kalian ini siluman jahat, bunuhlah tuan mudamu ini..."

Posting Komentar