Wanpwe punya sebatang seruling samber nyawa benda pusaka inilah yang selalu menjadi incaran mereka, mereka selalu menggunakan kekerasan hendak merebut milikku ini, terpaksa Wanpwe harus turun tangan membunuh orang, apalagi kadang-kadang juga sangat dongkol dan susah bertahan lagi!"
"Oleh karena itu mereka lantas menjuluki kau Kim pit-jan hun!"
"Ya, begitulah!"
"Tahukah kau bahwa didalam seruling samber nyawa itu tersembunyi suatu rahasia besar persoalan dunia persilatan?"
"Harap Cian-pwe suka memberi petunjuk."
"Seruling samber nyawa adalah benda kuno yang sakti mandra guna, dari jaman kejaman menjadi tradisi peninggalan yang memilikinya, puluhan tokoh kosen yang pernah memegangnya sudah melebur bergantian dengan kekuatan mereka sehingga benda ini semakin hebat dapat menambah semangat dan kekuatan Lwekang orang yang menggunakannya, seribu tahun yang lalu seruling ini terjatuh ditangan sepasang suami istri suatu cikal bakal aliran persilatan yang kenamaan bernama Jan-hun cu, dengan suatu cara yang teristimewa, mereka menutup atau menyumbal daya sedot yang timbul dari seruling ini pada para pemakainya. Cara yang digunakan itu sudah dilebur kedalam seruling ini dijadikan sebuah lagu irama seruling yang hebat sekali."
Giok-liong menjadi heran dan tak mengerti, tanyanya.
"Seluruh batang bersih kemilau tiada tanda-tanda luar biasa, Wanpwe pernah memeriksa seruling ini dengan seksama, darimana bisa ditiupkan sebuah lagu irama seruling."
Li Hian mengelus-ngelus jenggot panjangnya yang memutih, katanya tertawa.
"Sudah tentu, karena beliau tidak mengukir not lagu itu diatas seruling itu."
"Lalu bagaimana bisa tahu cara bagaimana lagu itu harus ditiup dengan seruling?"
"Kalau Lwekangmu sendiri sudah mencapai tingkat yang sempurna tidak sembarang orang dapat mencapainya, lalu kau kerahkan Lwekang kedalam seruling itu, maka seruling itu akan melagukan beberapa irama seruling yang beraneka macam, ragam dari lagu itu itu tergantung dari kekuatan Lwekang orang yang memilikinya."
"Satu diantara irama lagu itu adalah curahan hasil semayam Jan-hun cu suami istri selama memperdalam ilmunya didalam gua semedinya itu, ada banyak peninggalan hasil jerih payahnya dalam memperdalam dan menyelidiki berbagai ilmu, umpamanya buku-buku ilmu pukulan, pedang serta buku perang serta ilmu pengobatan dan lain lain."
Giok-liong semakin tak mengerti tanyanya lagi.
"Kalau begitu banyak ragam lagu-lagu itu. Lalu dari mana bisa diketahui lagu manakah yang menyatakan petunjuk itu?"
"Rasa kecewa Jan huncu suami sitri selama hidup ini justru tidak memperoleh seorang murid yang baik. Sedang murid satu satunya malah mendirikan sebuah aliran tersendiri diluaran, bukan saja kejam dengan berbagai siksaan malah bersimaharaja puIa. Sudah tentu hal ini membuat mereka sangat sedih dan putus asa, waktu mereka mendengar kabar ini justru sedang saat-saat genting mereka menghadapi latihan ilmunya maka tiada tempo lagi untuk mengurusi murid murtad itu. Tapi mereka suami istri tahu, cepat atau lambat murid murid itu pasti akan menimbulkan bencana bagi dunia persilatan, maka didalam gua semadinya itu mereka meninggalkan hasil ciptaan jerih payah selama bertahun-tahun disana, lalu diatas seruling sambar nyawa itulah mereka meninggalkan kunci rahasia cara mendapatkan peninggalan mereka itu. Harapannya adalah dalam waktu yang tidak lama ini terdapat seorang berbakat dalam segala bidang dapat menerima peninggalannya itu menjadi murid resmi mereka.
"Sayang sekali selama seribu tahun ini, tiada seorangpun yang memperoleh seruling ini yang dapat atau mencocoki taraf yang telah ditentukan itu, juga tiada seorangpun yang dapat memasuki atau menemukan tempat gua semedinya itu. Maka jerih payah hasil ciptaan Jau-hun cu itu juga menjadi khayalan belaka."
Mendengar penjelasan yang panjang lebar ini Giok-liong jadi berpikir.
"Siapakah murid Jan-hun cu dulu itu ? Bukan mustahil adalah cikal bakal Hian-bing-mo-kek atau hutan kematian ?"
Dalam hati ia berpikir mulutnya lamas bertanya.
"siapakah murid Jan-hun cu dulu itu ? Apakata nama aliran yang telah didirikannya itu ?"
"Untuk persoalan ini aku sendiri juga kurang jelas,"
Sahut Li Hian.
"Apa yang tadi saya ceritakan kudengar dari penuturan majikanku dulu."
Terketuk hati Giok-liong! Li Hian masih punya majikan! Baru saja ia hendak bertanya siapakah majikan yang dimaksudkan itu, keburu Li Hian sudah membuka mulut lagi.
"Diluar gua sudah terang tanah, tak lama lagi Lohu harus meninggalkan tempat ini. Mungkin tidak lama lagi kita bakal berjumpa pula di kalangan Kangouw, tatkala itu kita bisa duduk mengobrol panjang lebar lagi memperbincangkan situasi dunia persilatan masa ini ! Waktu itu kalau kau banyak persoalan yang menimpa dinmu, sekuat tenaga Lohu akan membantumu . ."
Belum habis ia bicara, mendadak dari kejauhan sama kumandang gelak tawa yang menggila, suaranya seperti orang kegirangan dan mencak-mencak karena putus lotre, cepat sekali gema gelak tawa itu meluncur datang kearah gua ini.
Lantas terdengarlah sebuah suara serak seperti gembreng pecah berkata diluar gua sana.
"Li Hian bocah kurcaci, tidak lekas keluar kau, Apakah belum cukup derita yang kau terima ini ?"
Giok liong menjadi terperanjat, disangkanya musuh besar Li Hian siapa yang telah tiba lagi, atau anak murid dari Hian bing-mo-kek telah balik kembali. Kalau Giok-liong merasa khawatir sebaliknya Li Hian mandah tersenyum girang, serunya.
"Kunyuk kalian, tungguh menyenangkan punya teman-teman seperti kalian ! Lima puluh tahun sudah kalian masih ingat untuk datang kemari !"
Lalu ia mendongak dan terawa terbahak bahak juga, begitu keras gema tawanya itu sampai kuping Giok-liong mendengung. Kini keaaaan diluar gua sudah terang benderang. Gelak tawa yang ramai tadi berkumandang lagi, terdengar seseorang berkata.
"Bocah keparat Li Hian, agaknya kau tidak pandang sebelah mata pada kawan lama lagi, berani berkata omongan yang tidak enak didengar begitu ayo merangkak keluar, marilah kita bertemu dan bercengkerama akan kulihat macam apa lagi tampangmu yang bagus dulu."
Li Hian berkata kepada Giok-liong.
"Mari kita keluar melihat-lihat ! Hahahaha, lima puluh tahun sudah akhirnya aku bebas kembali,"
Sekali berkelebat ringan sekali tubuhnya melayang keluar gua secepat anak panah.
Giok-liong juga tidak mau ketinggalan ikut melesat keluar gua, Kelihatan diluar gua sana berjajar berdiri tiga orang mengenakan juban putih panjang, dengan rambut kepala ubanan semua, tapi air muka mereka beraneka ragam, berbeda-beda tapi bertubuh tinggi kekar.
Yang berdiri di sebelah kiri bermuka hitam kehijau-hijauan hidungnya bengkok, bermata juling seperti mata garuda sikapnya garang.
Di tengah yang terapit bertubuh tinggi besar hampir setombak lebih, kulit mukanya bersemu merah ungu, jenggot panjang terurai di depan dadanya, matanya besar berkilat sangat galak sekali.
Orang yang berdiri paling kanan lain pula rupanya penuh codet seperti bekas kena penyakit kudis, matanya bundar bermulut lebar besar berjambang bauk lebat, ia berdiri sambil bertolak pinggang sangat gagah dan angker.
Begitu sampai diluar segera Li Hian membungkuk memberi soja kepada mereka sambil berseru.
"Haya, Toako bertiga datang berkunjung bersama, sungguh menyiksa adikmu saja."
Si orang tua yang berdiri ditengah bertubuh kekar besar itu, begitu Li Han melangkah dekat lantas pentang kedua lengannya yang besar kuat memeluk Li Hian dengan kencang, sepasang matanya yang berkilat itu berlinang airmata, suaranya keras dan tertawa aneh.
"Losu beberapa puluh tahun ini, sungguh kau menderita ..."
Dua orang dikanan kiri itu juga merubung datang ikut berpelukan berempat mereka saling bertangisan, melampiaskan rasa rindu sekian lama ini sampai suara tangis yang menggerung-gerung ini bergema didalam alas pegunungan.
Giok-liong berdiri disamping, melihat adegan yang mengharukan ini, hatinya terasa kecut, batinnya.
"Ketiga orang ini kepandaian silatnya pasti sangat hebat tak dibawah Li Hian sendiri, sungguh merasa heran . , . tengah ia berpikir, mereka berempat sudah menghentikan tangisnya. Li Hian memutar tubuh, wajahnya berseri girang, tapi air mata masih meleleh saking kegirangan, katanya kepada Giokliong.
"Harap maaf karena kita sudah lama sekali tidak pernah bertemu .., mari, biar Lohu perkenalkan kepada ketiga Toakoku ini."
Lalu berpaling berkata kepada mereka bertiga.
"Toako, Jiko dan samko, mari kukenalkan seorang sahabat muda Ma Giok liong yang berjuluk Kim pit-jan hun!"
Serentak mereka tertegun memandang kearah Giok-liong.
Giok-liong merasa tiga pasang mata mereka laksana kilat menatap kearah wajahnya sehingga hatinya menjadi bercekat, namun lahirnya tetap tenang malah unjuk senyum wajar, serunya sambil unjuk hormat.
"Wanpwe Ma Giok-liong, selamat bertemu para Cian-pwe!"
Lalu satu persatu Li Hian perkenalkan mereka bertiga.
"Si tinggi besar ditengah itu bernama julukan Kiug-thian-sin La Say sebagai Toako, yang sebelah kiri adalah Wi-thian-ing KLo Biauw sebagai Jiko dan yang terakhir adalah Ka-long Ci Hong. Waktu satu persatu mereka membalas hormat Giok-liong, didapati olehnya sorot pasangan mereka memancarkan sinar aneh yang sulit diselami. Giok-liong tidak tahu apakah sebabnya, Tatkala ini tiada waktu untuk memperhatikan hal ini, maka persoalan ini juga lantas berlalu begitu saja, setelah basa basi sekadarnya lantas King-thiao-sin (malaikat penunggak gunung) Lu Say merangkap tangan didapati dada serta katanya sungguh.
"Losiu berempat sungguh sangat beruntung dapat berkenalan dengan Siau-hiap, sayang sekali waktu memburu kita harus segera kembali Ping goan di laut utara sana, terpaksa tidak banyak waktu untuk saling bercengkrama dengan siauhiap ! Besar harapan kami beberapa waktu lagi kita bisa bertemu dan berkunjung lagi dikalangan Kangouw !"