Mereka marah sekali, akan tetapi yang membunuh teman mereka adalah burung garuda putih tunggangan Pendekar Siluman yang sekarang sudah terbang pergi sehingga mereka tidak dapat menumpahkan kemarahan hati mereka. Agaknya kemarahan itu akan dilampiaskan dalam pibu ini. Apalagi koksu tadi sudah mengatakan bahwa pibu ini merupakan pertandingan perorangan, andaikata tidak demikian pun, mana orang-orang Pulau Neraka akan menjadi takut. Pulau Neraka tidak pernah takut terhadap pemerintah atau siapapun juga! Laki-laki tinggi besar bermuka biru muda itu telah mencabut pedang dengan tangan kiri, mukanya yang buruk dengan kumis pendek tanpa jenggot kelihatan muram dan kejam. Rambutnya yang riap-riapan itu diikat dengan sehelai tali putih. Kulitnya, dari muka sampai ke tangannya, bahkan matanya berwarna biru muda, amat menyeramkan.
"Aku Pok Sit dari Pulau Neraka akan melawanmu, Ciangkun!"
Katanya dan tanpa menanti jawaban orang Pulau Neraka ini sudah menerjang dengan pedangnya yang amat panjang. Gerakannya kuat dan cepat, juga aneh sekali berbeda dengan ilmu pedang biasa. Panglima Bhe Ti Kong cepat menangkis dengan senjata tombak pendeknya.
"Cringggg....!"
Bunga api berhamburan ketika dua senjata itu bertemu dan keduanya merasa telapak tangan mereka panas. Tahulah mereka bahwa tenaga mereka seimbang, maka ini keduanya serang-menyerang dengan hebatnya. Bun Beng menonton, akan tetapi pikirannya melayang-layang teringat kepada Pendekar Siluman dan wanita berkerudung yang mengaku sebagai Ketua Thian-liong-pang.
Kemudian ia teringat betapa ketua aneh itu tadi menyebut nama ayahnya berjuluk Kang-thouw-kwi Si Setan Botak. Botak seperti Koksu. Dan pukulan hebat dari Pulau Es tadi dikatakan oleh wanita berkerudung sebagai ilmu ayahnya, diajarkan oleh Pendekar Siluman kepada utusannya. Kalau begitu ada hubungan antara ayahnya dan Pendekar Siluman. Dan setidaknya, tentu ayahnya bukan orang sembarangan, melainkan seorang sakti pula. Itulah agaknya mengapa dulu ia dijadikan rebutan! Agaknya ayahnya itu dikenal dan dihormati orang-orang Thian-liong-pang dan orang-orang Pulau Neraka yang hendak memeliharanya! Ketika ia melihat ke arah pertandingan, ternyata bahwa orang yang dibencinya, Panglima Bhe Ti Kong, terdesak oleh ilmu pedang yang amat aneh dari lawannya.
Akan tetapi tiba-tiba koksu mengeluarkan ucapan-ucapan dan sungguh mengherankan, gerakan panglima itu berubah dan kini keadaannya berbalik. Si Muka Biru Muda itu yang terdesak oleh senjata tombak pendek! Mengertilah Bun Beng yang sudah memiliki dasar ilmu silat tinggi bahwa koksu itu bermain curang, memberi nasihat kepada pembantunya dalam bahasa yang tidak dimengerti orang lain. Perasaan marah membuat Bun Beng mencari akal untuk melepaskan diri. Ia teringat akan ilmunya Sia-kun-hoat, maka ia segera menggerakkan ilmu ini secara diam-diam, kemudian menggunakan kesempatan selagi perwira gendut yang memegangnya bergembira dan tertarik menyaksikan rekannya mendesak lawan, ia cepat merenggutkan dirinya terlepas dari pegangan panglima gendut.
"Heiii....! Pergi ke mana....?"
Panglima gendut terkejut, akan tetapi Bun Beng sudah meloncat pergi dengan lincahnya. Rasa bencinya yang mendalam terhadap Panglima Bhe Ti Kong yang telah ikut membunuh suhunya, membuat Bun Beng pada saat itu tidak memikirkan hal lain kecuali membantu lawan si panglima yang makin mendesak hebat dengan tombak pendeknya.
Para pembunuh suhunya adalah empat orang yang lihai bukan main. Apalagi koksu dan dua orang pendeta Lama itu, mereka adalah tiga orang sakti. Mana mungkin ia dapat membalaskan kematian Suhunya? Akan tetapi, Bhe Ti Kong merupakan orang ke empat yang tidak sesakti tiga kakek itu, apalagi sekarang menghadapi lawan tangguh. Kalau tidak sekarang dia turun tangan membalas kematian suhunya, menunggu sampai kapan? Hanya inilah yang memenuhi pikiran Bun Beng, maka begitu ia berhasil membebaskan diri dari pegangan Si Panglima gendut dengan ilmu melepaskan dan melemaskan tulang dan otot, ia segera meloncat dan menyerang dari atas ke arah kepala Bhe Ti Kong yang sedang mendesak Si Muka Biru Muda dari Pulau Neraka!
"Manusia curang! Rasakan pembalasanku!"
Bun Beng membentak sambil meloncat dan menubruk seperti seekor anak harimau yang tidak mengenal takut. Memang hatinya marah sekali, bukan hanya karena kematian suhunya yang dikeroyok secara curang, juga menyaksikan betapa Panglima Bhe Ti Kong ini sekarang dapat mendesak lawan karena dibantu oleh koksu. Dan memang sebenarnyalah dugaan Bun Beng ini.
Ketika tadi melihat anak buahnya itu terdesak, oleh tokoh Pulau Neraka yang bermuka biru muda, Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun menjadi jengkel dan juga khawatir sekali. Kekalahan panglima kerajaan berarti sebuah pukulan bagi kedudukannya dan akan membikin dia malu. Dia tidak menyalahkan Bhe Ti Kong yang terdesak lawan karena memang orang Pulau Neraka itu memiliki ilmu pedang yang aneh sekali gerakannya. Maka koksu yang sakti ini cepat memperhatikan gerakan orang itu, mempelajari dasar dan intinya, kemudian ia memberi nasihat kepada Bhe Ti Kong dengan bahasa daerah Mancu dan begitu Bhe Ti Kong mentaati nasihat ini, benar saja, ia dapat mendesak lawan dengan tombaknya. Serangan seorang bocah berusia sepuluh tahun tentu saja tidak akan ada artinya bagi seorang lihai macam Bhe Ti Kong.
Akan tetapi karena Bun Beng melakukan penyerangan selagi dia menghadapi seorang lawan yang amat tangguh, hal itu amat berbahaya. Apalagi karena bocah itu pun bukan sembarangan bocah, melainkan seorang anak yang telah bertahun digembleng oleh seorang tokoh sakti Siauw-lim-pai! Sedikit saja dia mengalihkan perhatian kepada Bun Beng, tentu dia terancam maut di ujung pedang Si Muka Biru Muda. Akan tetapi Bhe Ti Kong adalah seorang yang sudah banyak mengalami pertempuran dahsyat, maka dia tidak menjadi gugup. Dengan gerakan cepat ia menyerang lawan dari bawah sambil merendahkan tubuh dan mengelak dari sambaran tangan-tangan kecil dari atas yang memukul ke arah kepalanya. Serangan Bun Beng mengenai tempat kosong dan tubuh anak itu terpaksa melayang turun di belakang Bhe Ti Kong.
Panglima ini berhasil mendesak lawan dengan serangannya tadi, kini cepat memutar kaki menendang ke belakang. Namun Bun Beng sudah siap menghadapi tendangan ini maka cepat anak itu dapat menghindarkan diri dengan lompatan ke kanan. Biarpun hanya membagi perhatian sedikit saja, hal itu sudah merugikan Bhe Ti Kong karena tiba-tiba sinar terang menyambar bergulung-gulung dan pedang lawan sudah membuat dia kini terdesak hebat. Bhe Ti Kong hanya dapat memutar tombak di depan dadanya untuk melindungi tubuh dan terpaksa ia membiarkan tubuh bagian belakangnya kosong tidak terjaga. Bun Beng menggunakan kesempatan itu, cepat ia menubruk dari belakang dan mengerahkan seluruh tenaganya menghantam lambung Bhe Ti Kong.
"Bocah setan! Jangan mencampuri pertandinganku!"
Tiba-tiba orang Pulau Neraka bermuka biru muda itu membentak, pedangnya berkelebat dan tahu-tahu Bun Beng merasa tubuhnya terangkat ke atas! Kiranya punggung bajunya telah di tusuk pedang Si Muka Biru dan kini ia diangkat ke atas.
"Lepaskan, aku tidak mencampuri, aku hanya ingin membalas kematian Suhu!"
Ia meronta-ronta dan pada saat itu, Bhe Ti Kong yang melihat kesempatan baik sekali telah mengirim tendangan ke arah perut Si Muka Biru. Orang Pulau Neraka itu ternyata lihai sekali. Biarpun pedangnya kini tak dapat ia pergunakan, ia masih sempat melangkahkan kaki kanannya ke belakang dan miringkan tubuh sehingga tendangan Bhe Ti Kong luput. Dengan marah Bhe Ti Kong yang sudah siap dengan tombak pendeknya itu menyusul serangannya dengan tusukan bertubi-tubi. Si Muka Biru terkejut dan mundur-mundur, kemudian sekali ia menggerakan pedang, tubuh Bun Beng terlempar jauh, melayang sampai sepuluh meter jauhnya. Namun, gerakannya ini membuat ia kurang cepat mengelak dan sebuah tusukan tombak di tangan Bhe Ti Kong sempat menyerempet lambung kirinya.
"Crottt....!"
Tangan Bhe Ti Kong yang sudah biasa menggunakan tombak menusuki perut lawan dalam perang sehingga entah berapa ratus perut yang sudah menjadi korban tombak, kini secara otomatis mencokelkan tombaknya sehingga perut yang hanya diserempet itu robek kulitnya dan tampaklah usus panjang keputih-putihan mencuat keluar! Si Muka Biru mengeluarkan gerengan keras, tangan kanannya cepat menyambar ususnya dan mengalungkan usus yang panjang itu ke lehernya, kemudian ia melanjutkan pertempuran melawan Bhe Ti Kong seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa dengan dirinya! Semua orang yang menyaksikan keadaan Si Muka Biru itu, terbelalak ngeri dan juga kagum, kecuali para anggauta Pulau Neraka sendiri tentunya.
Mereka ini sejak tadi diam tak bergerak menonton pertandingan, wajah yang beraneka warna itu tidak menunjukkan sesuatu, dingin-dingin saja. Memang aneh sekali orang-orang Pulau Neraka ini. Keadaan mereka merupakan rahasia, bahkan orang-orang kang-ouw yang terkenal dan banyak pengalaman sekali pun jarang ada yang tahu siapa gerangan orang-orang yang kulitnya berwarna aneh itu. Thian Tok Lama dan Thai Li Lama adalah dua orang sakti yang amat terkenal, akan tetapi mereka berasal dari Tibet maka tentu saja tidak mengenal orang-orang Pulau Neraka. Menyaksikan keadaan Si Muka Biru itu, tak tertahan lagi mereka bertanya kepada Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun tentang orang-orang Pulau Neraka. Koksu Kerajaan Mancu itu mengelus jenggotnya, menarik napas panjang lalu menjawab tanpa mengalihkan pandang matanya dari pertandingan yang masih berlangsung hebat.
"Keadaan mereka penuh rahasia, aku sendiri pun hanya mendengar-dengar saja dari kabar angin. Kabarnya, di jaman dahulu, entah berapa ratus tahun yang lalu, terdapat kerajaan-kerajaan kecil di atas pulau-pulau yang banyak tersebar di lautan timur. Di antara raja-raja kecil itu terdapat keluarga raja yang amat sakti, kabarnya memiliki kesaktian seperti dewa-dewa, bahkan mereka menamakan dirinya keluarga dewa!"
"Aihhh, apa hubungannya dengan Bu Kek Siansu yang dikabarkan seperti manusia dewa dan katanya datang dari Pulau Es?"
Thai Li Lama bertanya, masih serem mengenangkan munculnya Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es yang aneh tadi.
"Entahlah, aku tidak pernah mendengar tentang dia. Menurut kabar, kerajaan dewa itu memegang peraturan yang amat keras sehingga apabila ada rakyat yang melakukan pelanggaran, mereka ini dihukum buang ke atas sebuah pulau yang dinamakan Pulau Neraka."
"Mengapa namanya begitu serem?"
Thian Tok Lama bertanya.
"Entahlah, hanya kabarnya yang mem-bocor ke dunia kang-ouw karena ada pelarian gila dari Pulau Neraka mengoceh, pulau itu lebih mengerikan dari neraka yang sering disebut dalam kitab-kitab. Pendeknya, tidak ada manusia yang dapat hidup di sana."
"Hemm, aneh. Kalau tidak ada manusia dapat hidup di sana, mengapa sekarang muncul banyak tokoh-tokoh Pulau Neraka?"