Teriaknya perlahan dan karena Im-kan Seng-jin amat tertarik menyaksikan pertandingan itu, dia lupa menjaga sehingga tiba-tiba Bun Beng dapat melarikan diri. Akan tetapi tiba-tiba pundaknya dicengkeram tangan yang kuat sekali dan ketika ia menengok, kiranya tangan Panglima Bhe Ti Kong yang memegang.
"Pegang dia, jangan sampai dia lari!"
Kata Im-kan Seng-jin tidak mau terganggu karena dia sedang menonton dengan hati amat tertarik. Memang hebat pertandingan itu, terutama sekali hebat bagi orang-orang saki berilmu tinggi seperti Im-kan Seng-jin, kedua Lama dan para tokoh partai persilatan besar. Biarpun kedua orang tokoh Pulau Es itu hebat sekali, namun dalam waktu tiga puluh jurus saja, Kakek Yap Sun sudah roboh tertendang punggungnya, dan Kakek Thung Sik Lun dapat ditotok lumpuh dan kini dijiwir telinganya oleh wanita berkerudung yang menodongkan pisau belatinya sambil berkata.
"Sesungguhnya aku segan untuk keluar berurusan dengan orang-orang kosong yang mengaku jagoan-jagoan kang-ouw. Akan tetapi karena golongan Pulau Es datang, aku tidak suka menyerahkan tugas kepada wakil-wakilku dan terpaksa keluar sendiri. Hayo katakan, di mana majikanmu Pendekar Siluman Si Kaki Buntung itu? Kalau dia tidak keluar, kuambil daun telingamu!"
Tiba-tiba terdengar suara melengking tajam dari angkasa, disusul melayangnya seekor burung garuda yang hinggap di atas batu karang tak jauh dari arena pertandingan, diikuti suara yang bergema,
"Siapakah mencari aku?"
Semua orang terbelalak memandang ketika seorang pria muda berambut panjang berwarna putih, pakaiannya sederhana, kaki kirinya buntung dan tangan kiri memegang tongkat butut, meloncat turun dari punggung garuda raksasa yang berdiri gagah itu. Pria muda ini bukan lain adalah Suma Han yang terkenal dengan julukan Pendekar Siluman. Majikan Pulau Es! Semua mata, termasuk mata Ketua Thian-liong-pang, memandang kepada pendekar berkaki tunggal ini, bahkan Yap Sun cepat menyeret kakinya yang pincang karena tendangan tadi, berlutut di depan Suma Han sambil berkata dengan nada melaporkan penuh penyesalan,
"Maaf, To-cu, kami berdua telah dikalahkan oleh Pangcu dari Thian-liong-pang. Mohon keputusan To-cu."
Akan tetapi Suma Han agaknya tidak mendengar laporan ini, atau tidak mempedulikan, juga tidak mempedulikan orang-orang lain yang hadir. Matanya mencari-cari, dan mulutnya berkata penuh sesal.
"Aku mencari dia.... ah, di manakah kalau tidak di sini?"
Kemudian dia berteriak, suaranya nyaring melebihi lengking garuda tadi.
"Hong-ji (Anak Hong)! Di mana engkau? Hayo cepat ke sini....!"
Suaranya bergema di seluruh permukaan pulau, akan tetapi tidak ada yang menjawab. Semua orang memandang terbelalak dengan hati tegang. Mereka yang pernah bertemu dengan Suma Han (baca cerita PENDEKAR SUPER SAKTI), memandang kagum karena mereka sudah mengenal kesaktian pria muda buntung ini. Adapun mereka yang sudah lama mendengar nama Pendekar Siluman akan tetapi baru sekarang bertemu, memandang takjub dan terheran-heran. Kelihatannya hanya seorang pria muda sederhana dan biasa saja, bagaimana bisa menjadi Majikan Pulau Es yang begitu terkenal dan dijuluki Pendekar Siluman? Wajahnya sama sekali tidak seperti siluman, biarpun rambutnya putih dan panjang, malah membuat wajahnya tampak gagah dan tampan penuh wibawa. Tentu kepandaiannya yang seperti siluman dan diam-diam mereka ini bergidik ngeri.
"Ke manakah perginya Siocia, To-cu?"
Kakek Yap Sun bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.
"Dia pergi dari Pulau Es, membawa garuda betina. Kukira hendak menonton keramaian di sini anak nakal itu. Kiranya tidak ada di sini. Habis ke mana dia?"
"Pendekar Siluman! Pendekar Super Sakti! Pendekar Buntung! Hayo majulah melawan aku Ketua Thian-liong-pang agar mata dunia terbuka siapa di antara kita yang patut menjadi pemimpin dunia persilatan!"
Tiba-tiba wanita yang berkerudung yang masih menodong leher Kakek Thung Sik Lun itu berseru merdu dan nyaring. Mendengar suara ini, Suma Han seperti tersentak kaget, seolah-olah baru sekarang dia mendengar suara itu dan melihat wanita berkerudung yang mengaku Ketua Thian-liong-pang itu.
Juga baru teringat ia akan pelaporan pembantunya bahwa dua orang utusannya yang disuruh meninjau keadaan di pulau itu telah di-kalahkan oleh Ketua Thian-liong-pang. Seperti tidak disengaja, tangan kanan Pendekar Siluman ini menggenggam ujung segumpal rambutnya, kemudian tanpa menggerakkan kaki, tubuhnya berputar menghadapi wanita itu. Ia melihat betapa Yap Sun masih belum dapat berdiri, masih berlutut dan melihat Thung Sik Lun berlutut pula, ditodong belati oleh wanita berkerudung. Seperti orang tak acuh, Pendekar Siluman memandang wanita itu dan bertanya, suaranya perlahan namun jelas terdengar satu-satu oleh semua orang yang hadir dan semua orang menggigil karena suara ini terdengar datar dan dingin.
"Engkau siapa....?"
Pertanyaan yang datar dan dingin ini seolah-olah hendak membuka kerudung dan menjenguk wajah si wanita. Tanpa disadarinya, wanita itu menundukkan muka sejenak, kemudian mengangkatnya kembali dan sinar mata dari balik lubang itu seperti memancarkan api.
"Akulah Pangcu dari Thian-liong-pang! Dan aku menantang Majikan Pulau Es untuk mengadu ilmu di sini!"
Akan tetapi Suma Han tidak mengacuhkan tantangan ini, bahkan tongkatnya bergerak dan tampak ujung tongkat itu menyentuh kedua pundak Kakek Yap Sun dengan perlahan.
"Paman Yap di sini tidak ada apa-apa, yang diperebutkan hanya bungkusan kosong. Kau ajaklah Paman Thung kembali dan bantu aku mencari ke mana perginya bocah berandalan itu!"
Wajah Yap Sun kelihatan girang sekali karena tiba-tiba saja, dua kali totokan pada pundaknya itu menyembuhkannya dan ia dapat bangkit berdiri dengan gerakan ringan. Melihat ini wanita berkeru-dung itu menggerakkan sedikit pundaknya, tanda bahwa ia terkejut.
"Pendekar Siluman! Kalau engkau tidak mau melayani tantanganku, orangmu ini akan mati!"
Ia menggerakkan pisau belatinya.
"Paman Thung, tidak lekas pergi menunggu apa lagi?"
Suma Han berseru dan tangan kanannya bergerak. Terdengar bunyi bercuitan dan sinar putih yang amat halus menyambar ke arah kedua lengan dan seluruh jalan darah bagian depan tubuh wanita berkerudung. Wanita itu tidak menjadi gugup, bahkan tidak mengelak, melainkan memutar pisaunya di depan tubuh sedangkan tangan kirinya dengan jari terbuka menyambar ke depan.
Akan tetapi wanita itu tampak tercengang dan marah ketika melihat bahwa yang ditangkisnya itu hanyalah segumpal rambut yang membuyar dan ketika ia menoleh ke arah Kakek Thung Sik Lun, ternyata kakek itu telah lenyap! Kiranya Suma Han tadi menggunakan segenggam rambutnya yang ia putus dengan tangan dipakai menyerang Ketua Thian-liong-pang, akan tetapi hanya serangan pancingan saja karena begitu wanita itu bergerak menangkis, ia mendorongkan tangan kanannya ke arah tubuh pembantunya, yang terlempar dan bergulingan, terus meloncat ke dekat ketuanya sambil berlutut! Kini semua orang yang menyaksikan terbelalak dan kagum bukan main. Segumpal rambut dapat dipergunakan seperti jarum-jarum rahasia, dan dorongan tangan dalam jarak begitu jauh sudah berhasil membebaskan kakek kurus dari penodongan Ketua Thian-liong-pang.
"Pulanglah kalian dan cari Si Bengal!"
Kata Pendekar Siluman kepada dua pembantunya. Yap Sun dan Thung Sik Lun mengangguk dan keduanya meloncat lalu lari pergi dari tempat itu, sedangkan Suma Han dengan sikap acuh tak acuh meloncat naik ke punggung garuda putih!
"Haiii! Pendekar Siluman! Sudah lama aku mendengar nama besarmu, mengapa tidak minum arak dulu denganku untuk belajar kenal?"
Tiba-tiba Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun berseru.
"Kalau begitu, terimalah suguhan arak dari koksu kerajaan!"
Tangan kanan koksu ini yang sudah mengeluarkan guci arak, menggoyang tangan dan arak merah muncrat dari dalam guci, cepat sekali sehingga membentuk sinar merah yang melebar seperti payung menyiram ke arah Suma Han dan garudanya.
Jarak antara koksu itu dengan Pendekar Siluman cukup jauh, maka perbuatan ini cukup membuktikan betapa saktinya koksu itu dan betapa kuatnya tenaga sin-kang yang ia pergunakan! Suma Han hanya menoleh, tanpa mengubah duduknya di punggung garuda, akan tetapi tangan kanannya dengan jari terbuka membuat gerakan dorongan me-mutar ke depan. Hawa dingin menyambar dari tangan itu, terasa oleh mereka yang berdiri tidak begitu jauh dan.... terdengar suara berkelotokan ketika butir-butir arak itu runtuh semua ke bawah dan telah membeku! Itulah pukulan dengan tenaga inti Swat-im Sin-ciang yang sudah mencapai puncaknya sehingga pukulan ini dapat membuat benda cair membeku menjadi butiran-butiran es!
"Pendekar Siluman, mau lari ke mana engkau?"
Pangcu dari Thian-liong-pang, wanita berkerudung itu, berseru marah dan kedua tangannya sudah bergerak cepat.
"Cet-cet-cet-cet....!"