Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 74 (Tamat)

NIC

"Ha-ha-ha, sekarang engkau akan membayar lunas semua perbuatanmu, Kim Cui Hong!" Dia melepaskan ca mbuknya lalu menubruk maju, tangan kanannya me mbentu k cakar hendak menceng keram dan merengg ut pakaian Cui Hong.

"Piak! Desss....!" Su Lok Bu yang tak dapat menahan kesabarannya lagi sudah bergerak maju, menangkis tangan Lauw Ti yang hendak men cengkera m gadis itu, lalu mendorong sehingga tubuh Lauw Ti jatuh terjengkang. Lauw Ti menggereng seperti binatang buas. Matanya terbelalak dan liar, lalu dia menga mbil ca mbuknya dan me lo mpat bangun, kemudian dengan kaki sebelah berloncat-loncatan dia menga muk, menyerang ke arah sepuluh orang itu. Akan tetapi sepuluh orang Itu adalah ahli-ahli silat yang tangguh, maka dengan mudah mereka meng hindarkan diri dengan elakan. Lauw Ti lalu me mba lik dan cambuknya menyambar ke arah kepala Kim Cui Hong!

Bong Lim yang merasa bertanggung jawab sebagai pengawal Pui Ki Cong dan maj ikannya itu terbunuh tanpa dia ketahui, marah sekali kepada Lauw Ti yang menjadi pembunuhnya. Maka melihat Lauw TI hendak me mbunuh Kim Cui Hong, dia bergerak ke depan dan pedangnya telah mene mbus dada Lauw Ti.

Lauw Ti mengeluarkan jerit menyeramkan dan roboh terguling, tewas seketika. Agaknya nyawanya keluar bersama teriakannya tadi. Tan Siong lalu mengha mpiri dipan dan me mbebaskan Kim Cui Hong dari ikatan kaki tangannya.

"Cu-wi Ciang-kun (Para Perwira Se-kalian), saya minta persetujuan cu-wi (kaiian semua) untuk mengajak pergi Nona Kim Cui Hong keluar kota raja. Kepada Liong-san Ngo-eng saya minta tolong agar menyampa ikan hormat dan maafku kepada Ciong Goanswe karena saya terpaksa meninggalkan benteng." Baik Liong-san Ngo-eng, kakak beradik Bong, dan dua orang perwira Su Lok Bu dan Cia Kok Han, mengangguk dan tidak ada yang merasa keberatan. Mereka semua kini yakin bahwa tiga orang itu me mang benar merupakan orang-orang berwatak jahat sekali dan Kim Cui Hong menjadi korban kebiadaban mereka.

"Hong-mo i, mari kita pergi!" kata Tan Siong sa mbil me mbuka jubahnya dan me mberikannya kepada Cui Hong untuk dipakai.

Cui Hong mengang kat kedua tangan, dirangkapkan di depan dada me mberi hormat kepada sembilan orang itu dan berkata, "Terima kasih atas kepercayaan dan kebaikan budi Cu-wi (Anda Sekalian) kepada saya."

Tan Siong dan Kim Cui Hong la lu keluar dari gedung itu. Sembilan orang gagah itu lalu berunding apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Su Lok Bu yang dianggap sebagai yang tertua berkata, "Biarlah mayat-mayat ini diurus oleh para pelayan di sini. Aku akan me laporkan kepada pejabat yang berwenang mengurusnya. Urusan mengenai Kim Cui Hong kita rahasiakan saja karena kita pun ikut merasa ma lu bahwa kita pernah me musuhi ia yang sesungguhnya tidak jahat dan kita bahkan me mbantu orang-orang maca m Pui Ki Cong dan anak buahnya yang amat kejam itu. Adapun Saudara Bong Can dan Bong Lim, kalau kalian hendak berbakti kepada kerajaan, mari kuhadapkan Ciong Goan-swe yang pasti dengan senang hati mere ka akan mener ima kalian sebagai perwira. Juga tentang mundurnya Tan Siong akan kulaporkan kepadanya."

Kakak beradik Bong itu setuju dan sembilan orang itu lalu keluar dari gedung te mpat tinggal mend iang Pui Ki Cong. Jenderal Ciong mener ima dua saudara Bong sebagai perwira dan sembilan orang ini menjad i rekan-rekan yang sepaham dan akrab. Akan tetapi tak lama kemudian, mereka merasa kecewa sekali setelah melihat keadaan pemerintahan Kerajaan Beng yang semakin rusak dan le mah. Kaisar Beng yang terakhir itu, yaitu Kaisar Cung Ceng, adalah seorang laki-la ki yang lemah dan menjad i boneka dalam tangan para Thaikam (Laki- laki Kebiri atau Sida-sida) yang menguasai pe mer intahan bersama para pejabat tertinggi. Boleh dibilang se mua pejabat pemerintah, dari yang paling tinggi kedudukannya sampai yang paling rendah, dari yang bertugas di pusat sa mpai yang bertugas di daerah-daerah paling terpencil, se mua melakukan korupsi besar-besaran dan menindas rakyat, berlumba mengumpulkan uang haram untuk me me nuhi gudang uang mereka sendiri mas ing-masing. Mereka berlumba untuk bermewah- mewahan, bersenang-senang, menari-nari di atas penderitaan rakyat jelata. Hal-hai seperti ini diketahui oleh para pendekar sehingga mereka yang tadinya penuh semangat me mbela pe merintah Kerajaan Beng untuk menghadap i pemberontakan, mulai ragu dan penasaran. Sesungguhnya, keadaan brengsek dari Kaisar dan para pejabat itulah yang akhirnya akan menghancurkan Kerajaan Beng. Pemer intahan di negara manapun juga, pasti menjadi le mah dan akan runtuh kalau tidak mendapat dukungan dari rakyatnya. Cara tunggal untuk mendapatkan dukungan rakyat sepenuhnya, bukan dukungan karena anca man atau suapan, hanyalah meng kikis habis korupsi, menindak dan menghukum petugas pemerintahan yang melakukan korupsi, menyejahterakan rakyat dan para pejabatnya me mberi tauladan yang baik dengan bekerja keras dan bersih dari tindakan man ipulasi dan korupsi. Kalau begini keadaannya, rakyat pasti juga akan bekerja keras, bersemangat me mbangun negara, yakin bahwa cucuran keringatnya akan me mbawa hasil bagi keluarga seluruh rakyat. Bukan bersemangat karena takut dihukum, karena hendak menjilat mengharapkan jasa dan sejuta keadaan timpang dan kepalsuan lagi.

Li Cu Seng adalah seorang pemimpin rakyat yang gagah dan jujur. Dia me mimpin rakyat dengan penuh semangat, semata-mata didasari keprihatinan me lihat nasib rakyat yang semakin menderita di bawah pe merintahan Kaisar Cung Ceng, yaitu kaisar terakhir Dinasti Beng.

Karena itu, dia didukung banyak rakyat dan dengan cepat dia menguasai daerah-daerah. Setelah dia berhasil menyelundup ke dalam kota raja dan melihat keadaan kota raja, mendengar dari para mata-mata bahwa pertahanan pemerintahan kerajaan di kota raja amat lemah, juga tidak ada bantuan dari Jenderal Bu Sam Kwi, panglima besar yang berjaga dan bertugas di utara, Li Cu Seng mengerahkan barisannya dan terus menyerbu sa mpai akhirnya me masu ki kota raja Peking!

Pasukan yang tadinya setia kepada Kaisar Cung Ceng, akhir-akhir ini berkurang kesetiaannya setelah melihat dengan jelas betapa yang berkuasa di istana sesungguhnya adalah para Thaikam yang korup dan sewenang-wenang mengumpulkan harta kekayaan untuk diri mereka sendiri. Maka, ketika pasukan rakyat pimpinan Li Cu Seng datang menyerbu, perlawanan pasukan kerajaan tidak sepenuh hati. Sebagian besar dari mere ka bahkan melarikan diri mencari selamat keluar kota raja. Memang ada yang berjiwa patriot, me mpertahankan kota raja sampai tit ik darah penghabisan. Di antara mereka terdapat pula Su Lok Bu, Cia Kok Han, kelima Liong-san Ngo-eng, dua saudara Bong Can dan Bong Lim. Bersama seju mlah pendekar patriot, terutama para murid perguruan silat yang besar, mereka me mpertahankan kota raja sampai akhirnya mereka gugur sebagai pahlawan- pahlawan yang gagah perkasa.

Memang benarkah pendapat para bijaksana bahwa terdapat tiga hal yang bisa meruntuh kan seorang laki-laki yang bagaimana gagah perkasa dan cerdik pandai sekalipun. Tiga hal itu adalah pertama kekuasaan, kedua harta-benda, dan ketiga wanita. Tiga hal ini dapat me mbuat hati seorang laki- laki yang tadinya sekuat baja menjad i cair dan le mah, me mbuat dia menjadi mabok. Mabok kuasa, mabok harta, dan mabo k wanita me mbuat seorang laki-laki dapat melakukan hal-hal yang tadinya merupa kan pantangan baginya.

Satu di antara kele mahan-kele mahan pria itu hinggap pula dalam hati Li Cu Seng. Dia tergila-gila kepada Kim Lan Hwa yang me mang cantik jelita wajahnya, indah menggairahkan tubuhnya, lemah le mbut tutur sapanya, dan pandai membawa diri. Seorang wanita muda, berusia dua puluh lima tahun dan sedang masak-masaknya, dengan seribu satu macam daya tarik yang me mpesona. Setelah me mbantu wanita ini me larikan diri dari kota raja, Li Cu Seng tidak mengir imkan wanita itu kepada suaminya, yaitu Panglima Bu Sa m Kwi yang berada di utara menjaga tapal batas membendung gerakan bangsa Mancu yang mulai berkembang dan kuat. Akan tetapi dia sengaja me mbujuk Kim Lan Hwa agar mau menjadi isterinya!

Ketika barisan rakyat yang dipimpin Li Cu Seng berhasil menyerbu kota raja, Kaisar Cung Ceng yang putus asa dan baru menyadari kesalahannya bahwa selama ini dia hanya menurut i se mua kehendak para Thaikam dan hanya bersenang-senang tanpa me mpedulikan urusan pe merintahan, lalu me lakukan bunuh diri dengan cara me nggantung diri sampai mati!

Li Cu Seng menguasai kota raja dan dia pun lupa diri, hanya sibuk ingin me mbahagiakan Kim Lan Hwa yang tidak dapat menolak untuk menjadi isterinya. Para panglima dan perwira pengikutnya, merasa kecewa melihat betapa Li Cu Seng bersenang-senang saja dengan Kim Lan Hwa dan tidak menge mba likan selir Panglima Bu Sam Kwi kepada sua minya. Para pengikut itu condong kagum kepada Bu Sam Kwi yang tidak mau dipanggil Kaisar untuk me mpertahankan kota raja. Bahkan sebagian besar dari mereka menghendaki agar kelak Bu Sam Kwi yang me mimpin rakyat menjadi Kaisar baru. Bukan Li Cu Seng yang tidak berpendidikan tinggi dan bukan seorang ahli pe merintahan. Apalagi kini melihat Li Cu Seng bahkan tergila-gila kepada selir Bu Sam Kwi dan menga mbilnya sebagai isteri, berarti mera mpas selir orang. Dia m-dia m mereka merasa penasaran.

Li Cu Seng yang tadinya hanya seorang sederhana, kini tiba-tiba berada dalam keadaan yang serba gemerlapan, mewah, di puncak kekuasaan, dibuai kecantikan yang me mabo kkan dari Kini Lan Hwa, benar-benar menjadi lupa diri. Dia tidak ma mpu me mbangun sebuah pemer intahan baru dan tidak mendapat banyak dukungan dari para ahli dan cendekiawan.

Sementara itu, tadinya Panglima Besar Bu Sam Kwi dengan sengaja membiarkan kota raja diancam pe mberontakan Li Cu Seng. Sudah la ma Jenderal Bu Sam Kwi merasa tidak senang dengan Kaisar Cun Ceng yang lemah. Sudah beberapa kali dia me mper ingatkan dan menasihati Kaisar, dan akibatnya malah dia diperintahkan untuk me mimpin pasukan men jaga di timur laut untuk menahan serbuan bangsa Mancu. Dia seolah diasingkan oleh kaisar. Dia m-dia m dia merasa sakit hati dan dia pun bersimpati dengan gerakan Li Cu Seng yang me mimpin barisan rakyat. Dia bahkan me mpunyai maksud untuk bekerja sama dengan Li Cu Seng me mbangun kemba li pemerintahan yang baik dan me mbas mi se mua bentuk kemunafikan dan korupsi.

Akan tetapi, ketika Bu Sam Kwi mendengar bahwa selirnya tersayang, Kim Lan Hwa direbut Li Cu Seng dan diperisteri, dia menjad i marah bukan main. Sebetulnya hal ini hanyalah persoalan pribadi yang kecil, me mperebutkan seorang wanita cantik sehingga tidak diketahui orang lain. Sebagai seorang panglima besar, Bu Sam Kwi sendiri juga merahasiakan perasaan cemburu dan marah karena selirnya direbut ini. Bahkan para perwira pembantunya juga tidak tahu bahwa sikap Bu Sam Kwi yang berbalik me mbenci dan me musuhi Li Cu Seng sesungguhnya terutama sekali disebabkan karena selirnya direbut. Dia melakukan pendekatan dan persekutuan dengan musuh besar bangsanya, yaitu dengan bangsa Mancu. Diajaknya bangsa Mancu bergabung untuk menyerbu dan merebut kota raja Peking dari tangan pe mberontak Li Cu Seng!

Li Cu Seng belum se mpat me mbentuk sebuah pemerintahan yang kuat ketika pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan bangsa Mancu datang menyerbu. Biarpun para pengikut Li Cu Seng melakukan perlawanan mati- matian, akhirnya mereka terpaksa melarikan diri ke barat setelah mera mpok kota raja habis-habisan.

Peristiwa jatuhnya Kerajaan Beng yang disusul dengan kalahnya pasukan Li Cu Seng ini terjadi dalam tahun 16 yang merupakan berakhirnya Kerajaan Beng-tiauw d i tangan Kaisar Cung Ceng yang lemah dan menjadi hamba nafsu kesenangannya sendiri sehingga kekuasaan terjatuh kepada para pejabat korup dan kepentingan rakyat terabaikan.

Jenderal Bu Sam Kwi yang juga me ment ingkan diri sendiri, ketika melihat bahwa selirnya tercinta, Kim Lan Hwa, ikut dibawa lari Li Cu Seng, segera mengerahkan pasukannya untuk melakukan pengejaran ke barat. Dia sama sekali tidak me mpedulikan lagi kota raja Peking yang sudah didudukinya dengan bantuan bangsa Mancu. Tentu saja kesempatan baik ini dimanfaatkan bangsa Mancu yang cepat menguasai kota raja Peking dan menyusun kekuatan di situ. Peking menjadi benteng pertama yang amat kuat bagi bangsa Mancu dan dari sanalah kemudian mereka me mperluas sayap mereka sehingga dapat menjajah seluruh daratan Cina.

Sementara itu, Li Cu Seng dan sisa pasukannya, melarikan diri ke barat, dikejar-kejar pasukan Bu Sam Kwi. Jenderal Bu ini bersikeras untuk mera mpas kembali selirnya dari tangan Li Cu Seng. Para pengikut Li Cu Seng mulai merasa kecewa sekali akan sikap Li Cu Seng yang ternyata hanya pandai me mimpin pemberontakan namun tidak pandai me mpertahankan kota raja. Bahkan agaknya yang dipentingkan adalah menyelamatkan Kim Lan Hwa yang cantik agar jangan sampai dira mpas kembali oleh Jenderal Bu Sam Kwi. Banyak perajurit mulai meningga lkannya ketika melihat bahwa mereka hanya diajak melarikan diri dan dikejar-kejar sehingga seringkali kehabisan dan kekurangan ransum.

Mulailah mereka me nyalahkan Kim Lan Hwa dan menuntut agar Kim Lan Hwa dikembalikan kepada Jenderal Bu Sam Kwi, atau dibunuh saja karena wanita itu agaknya yang menjadi gara-gara sehingga mereka dapat terpukul dan terusir dari kota raja.

Akhirnya, karena Li Cu Seng t idak ma u me menuhi kehendak para perwira dan perajurit, dia malah mati dikeroyok para perajuritnya sendiri dan Kim Lan Hwa juga tewas me mbunuh diri. Maka habislah sudah pasukan Li Cu Seng yang tadinya merupakan pasukan rakyat terkuat yang mampu menggulingkan Kaisar Cung Ceng. Sebagian dari mereka menakluk kepada Bu Sam Kwi dan me mper kuat pasukan pimpinan Jenderal Bu ini.

Akan tetapi, baru Jenderal Bu Sam Kwi menyadari kesalahannya ketika dia disambut dengan serbuan oleh pasukan bangsa Mancu ketika hendak kembali ke kota raja Peking setelah mendapatkan Li Cu Seng dan Kim Lan Hwa tewas. Pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang sudah kelelahan itu tidak kuat me lawan pasukan Mancu dan terpaksa Jenderal Bu Sam Kwi me mbawa pasukannya melarikan diri jauh ke barat, sampai di daerah Se-cuan di mana dia menyusun kekuatan dan mendir ikan pe merintah darurat. Di Se-cuan Jenderal Bu Sam Kwi menjad i seorang raja kecil yang berdaulatan dan bahkan sa mpai ha mpir t iga puluh tahun dia me mpertahankan kerajaan kecil ini dan selalu menentang pemer intahan Kerajaan Ceng (Mancu) sampai t iba saat ke matiannya.

0odwo0 Gadis itu berwajah pucat, rambutnya terurai awut-awutan, pakaiannya kotor dan kusut, tubuhnya le mah lunglai. Sudah berhari-hari ia tidak makan tidak minum, sudah lima hari ia berjalan seperti orang kehilangan se mangat. Kim Cui Hong kini bagaikan seorang mayat berjalan, tanpa tujuan, tanpa harapan, masa depannya gelap pekat, tidak ada sinar sedikit pun. Berbulan-bulan ia melarikan diri dari Tan Siong. Ketika dia diajak Tan Siong keluar dari kota raja, ia bagaikan seorang yang tidak sadar, ia hanya menurut saja, sampai mereka tiba jauh dari kota raja. Akan tetapi, kemudian ia menyadari keadaannya, la teringat akan semua pengalamannya, terutama sekali terbayang di depan matanya keadaan tiga orang korban penganiayaannya itu, tiga orang manusia yang menger ikan, la menyesali dirinya dan baru ia me nyadari betapa kejamnya ketika ia me mbalas denda m. Perbuatannya itu bukan lagi merupa kan kekejaman biasa, melainkan kekeja man iblis. Pantaslah kalau ia dianggap iblis betina! la jahat sekali, ia kejam, melebihi kekeja man empat orang yang dulu me mper kosa dan menganiayanya. Ia merasa malu sekali me lakukan perjalanan bersama Tan Siong, walaupun pria itu tidak pernah menyinggung masalah itu. Dan ia melihat betapa Tan Siong bersikap penuh kasih, penuh sikap menghibur dan berusaha membahag iakannya. Sikap Tan Siong ini semakin menghancurkan hatinya. Ia merasa tidak layak menerima perlakuan sedemikian baiknya, la tidak pantas dihormati, tidak pantas dicinta, apalagi oleh seorang pria seperti Tan Siong, seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman. Tidak, kedekatan mereka hanya akan mengotori nama baik Tan Siong. Karena itulah ma ka ketika pada suatu malam mereka bermalam dalam sebuah rumah penginapan dan seperti biasa Tan Siong menyewa dua buah ka mar, dia m-dia m ia me larikan diri!

Cui Hong ma klum bahwa tentu Tan Siong melakukan pengejaran dan pencarian, maka ia melarikan diri dan menge mbara tanpa tujuan sampai sekitar sepuluh bulan la manya sejakia pergi meningga lkan Tan Siong. Karena selama beberapa bulan itu terjadi perang, pertama perang antara barisan pemberontak Li Cu Seng melawan barisan Kerajaan Beng, kemudian dilanjutkan perang antara barisan Li Cu Seng melawan barisan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan orang Mancu sehingga keadaan, menjad i gempar, ma ka Tan Siong mengalami kesulitan untuk dapat mene mukan wanita yang amat dicintanya itu.

Hari itu, Cui Hong berjalan mendaki bukit gersang itu. la hanya menurut saja ke mana kedua kakinya me mbawanya, la sudah merasa lelah dan tidak ada gairah hidup lagi. la melihat puncak bukit itu seolah menggapainya. Ia ingin ke sana dan tidak ingin ke mba li lagi.

"Hong-mo i!"

Cui Hong tersentak kaget sampai terhuyung karena kakinya tiba-tiba menggigil dan tubuhnya yang sudah lemah lunglai itu seperti terdorong angin. Suara itu!

"Hong-mo i.... tungguuuu. !!"

Tan Siong! Itu suara Tan Siong! Jantung Cui Hong berdegup keras seolah hendak me loncat keluar dari rongga dadanya. Ia mendengar langkah kaki berlari di belakangnya. Ia menco ba untuk lari, akan tetapi terkulai jatuh dan ia tentu akan terbanting ke atas tanah kalau saja tidak ada dua buah lengan yang menangkap dan merang kulnya.

"Hong-mo i!" Cui Hong pingsan dalam rangkulan Tan Siong!

Cui Hong merasa seolah ia melayang-layang diantara awan putih. Senang sekali melayang-layang seperti itu, seorang diri, bebas dari segala sesuatu.

"Hong-mo i.... ah, Hong-mo i !"

Suara ini seolah menyeretnya kembali ke bawah, la me mbuka mata dan melihat Tan Siong berlutut di dekatnya dan laki- laki itu me nangis! Menangis sesenggukan sa mbil menyebut-nyebut namanya. Cui Hong merasa betapa mulutnya dan mukanya basah, terkena air yang sejuk. Ia sadar kembali dan teringat akan keadaannya, la tersusul oleh Tan Siong dan tadi ia tentu roboh pingsan. Kini ia rebah telentang di bawah pohon. Mukanya tentu dibasahi Tan Siong dan laki- laki itu tentu telah merawatnya, mungkin menyalurkan tenaga saktinya untuk me mbantunya me mper kuat tubuhnya yang le mah.

"Hong-mo i.... Ya Tuhan, sukur engkau dapat sadar kembali! Hong-moi, aih, Hong-mo i, mengapa keadaanmu sampai seperti ini? Mengapa engkau menyiksa diri sa mpai begini? Hong-mo i, sela ma berbulan-bulan ini t iada hentinya aku mencarimu dan sukur saat ini Thian (Tuhan) men untunku ke sini sehingga dapat mene mukanmu."

"Siong-ko...." Cui Hong berbisik la lu bangkit duduk. Cepat Tan Siong me mbantunya. Mereka saling berpandangan. Cui Hong melihat betapa Tan Siong berwajah kurus dan pucat. Duga pakaiannya kusut tak terawat. Mukanya ditu mbuhi ku mis dan jenggot yang awut-awutan pula.

"Siong-ko.... mengapa engkau mengejar dan mencariku. ?

Mengapa, Siong-ko. ?"

"Engkau bertanya mengapa, Hong-mo i? Karena engkau adalah satu-satunya orang yang kupunyai, satu-satunya orang yang kucinta, satu-satunya harapanku dan kebahagiaanku. Aku cinta pada mu, Hong-moi, aku tidak mungkin dapat hidup tanpa engkau. l"

Cui Hong menatap wajah Tan Siong. Matanya yang sembab dan menjadi sipit me mbengkak karena kebanyakan tangis itu dilebar-lebarkan karena hampir ia tidak dapat percaya akan kata-kata yang keluar dari mulut pria satu-satunya di dunia ini yang dikaguminya dan dihormatinya.

"Tapi.... aku.... bukan perawan lagi.... aku... aku telah ternoda..., kehormatanku telah diinjak-injak empat orang. " "Hong-mo i, sudahlah jangan bicara lagi tentang hal itu. Aku cinta padamu, Hong-mo i, aku menc inta pribadimu, lahir dan batinmu. Aku bukan sekedar mencinta keperawananmu atau kecantikan mu. Tidak peduli engkau perawan atau bukan, hal itu tidak penting bagiku. Apalagi aku tahu betul bahwa apa yang terjadi padamu itu bukan atas kehendakmu. Apakah engkau tidak percaya kepadaku, Hong-mo i?"

Pandang mata Cui Hong mulai ada sinar, walaupun masih redup. "Akan tetapi aku... aku seorang yang penuh dosa, penuh kekeja man... aku kejam dan buas seperti iblis!" Ia teringat akan penyiksaan-penyiksaan terhadap musuh- musuhnya, terbayang akan keadaan tubuh dan wajah tiga orang yang telah disiksanya. Ia tahu bahwa Tan Siong sama sekali tidak menyetujui dan menyukai batas dendam seperti itu.

"Sudahlah, Hong-mo i. Yang lewat biarlah lewat. Engkau me lakukan se mua Itu karena ketika itu engkau dibikin buta oleh denda m. Yang terpenting adalah sekarang ini. Aku yakin bahwa sekarang engkau telah insaf, telah sadar dan menyesali perbuatanmu. Penyesalan menuntun kepada pertaubatan dan orang yang menyesal dan bertaubat pasti akan dia mpuni oleh Tuhan. Sekarang aku mengulangi pernyataanku tempo hari. Aku cinta pada mu, Hong- moi. Sudikah engkau me nerimanya dan mau kah engkau me lanjutkan sisa hidup ini di sa mpingku? Aku hanya seorang laki-laki yang bodoh dan miskin."

"Toako (Kanda), benarkah semua kata katamu Itu? Benarkah engkau masih menc intaku dan engkau tidak akan me mandang rendah kepadaku?"

"Me mandang rendah? Sa ma sekali tidak, Moi- moi. Aku menc inta mu, aku meng hormatimu, aku memuja mu, engkau... kalau engkau sudi menerimanya, engkau adalah calon isteriku, teman hidupku..."

"Tan-toako... (Kanda Tan)...." Cul Hong menang is akan tetapi la tidak menolak ketika Tan Slong merang kul pundaknya. "Aku... aku tadinya seperti tenggelam ke dalam kegelapan... aku bingung, putus asa.... tidak tahu ke mana harus pergi, tak tahu apa yang harus kuperbuat selanjutnya, aku sebatang kara dan... setelah tugas balas dendamku habis, kukira... habis pula kehidupanku. Akan tetapi engkau... engkau me mbawa pelita dan aku... aku hanya pasrah, aku hanya ikut, ke manapun engkau me mbawaku.... aku... aku... ahhh. "

Tan Siong merang kulnya dan dalam dekapannya itu tercurah semua kasih sayangnya kepada wanita itu. Sejenak mereka berangkulan dan bertangisan, tangis haru dan bahagia.

Setelah tangis itu mereda, Tan Siong berbisik di dekat telinga calon isterinya. "Kita akan meng hadapi tantangan hidup bersa ma Moi- mo i. Kita kubur se mua masa lalu karena yang penting adalah sekarang ini. Kita akan pergi jauh men inggalkan semua kenangan la ma, me mulai hidup baru, jauh di dusun yang bersih, dengan penduduk dusun di pegunungan yang sunyi, di antara rakyat yang bodoh dan lugu, di mana tidak ada terjadi kejahatan, pertentangan dan kebencian. Sekali lagi, jawablah, setelah engkau sudi menerima cintaku, maukah engkau menjadi isteriku, Kim Cui Hong?"

Cui Hong mengang kat mukanya me mandang. Muka mereka yang basah air mata saling berdekatan dan Cui Hong lalu menunduk dengan muka merah, menye mbunyikan mukanya di dada Tan Siong dan jawabannya lir ih sekali.

"Sejak engkau mengaku cinta, aku sudah ser ingkali me mbayangkan dan mengharapkan hal ini terjadi, Toako. tak

kusangka sekarang menjad i kenyataan ya, aku bersedia menjad i isterimu yang bodoh"

Kedua orang muda itu tenggelam ke dalam kemesraan dua hati yang saling mene mukan dan hanya mereka berdualah yang ma mpu mengga mbarkan bagaimana kebahagiaan yang dirasakan pada saat seindah itu.

Tak la ma kemudian, keduanya saling bergandeng tangan men inggalkan bukit itu, menuruni lereng dengan wajah yang cerah penuh sinar bahagia, penuh harapan dan penuh cinta kasih menyongsong kehidupan baru.

Hidup adalah SEKARANG, bukan kemar in dan bukan esok. Hidup adalah saat demi saat, saat ini, sekarang, detik demi detik. Mengenang masa lalu hanya menimbulkan duka, kebencian, kekecewaan. Membayangkan masa depan hanya men imbulkan rasa kekhawatiran atau khayalan-khayalan muluk yang akhirnya mendatangkan kecewa kalau tidak terlaksana. Yang penting adalah SEKARANG, saat ini, detik demi detik. Saat ini selalu waspada, saat ini selalu sadar, penuh kewaspadaan dan perhatian terhadap segala sesuatu yang berada di luar dan di dalam diri kita, saat ini bersin, saat ini benar dan saat ini bahagia. Perlu apa menyesali dan menang isi masa lalu? Perlu apa pula meng harapkan masa depan? Hanya lamunan dan khayalan kosong belaka, bukan kenyataan. Apa yang belum terjadi, kita serahkan dengan sepenuh kepercayaan, sepenuh kepasrahan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa pun yang datang terjadi pada kita, kita terima dengan penuh kewaspadaan, tanpa penilaian untung rugi. Semua kejadian pasti ada sebabnya dan semua sebab berada di tangan kita sendiri. Tuhan itu Maha Adil, kalau tangan kita menana m yang buruk, pasti kita akan me metik buahnya yang buruk pula. Yang terjadi adalah kenyataan, dan sudah dikehendaki Tuhan, ma ka apa pun penilaian kita, manis atau pahit, menyenangkan atau menyusahkan, kenyataan yang sudah dikehendaki Tuhan itu sudah pasti benar dan adil karena Tuhan Maha Benar dan Maha Adil!

Sampa i di sini pengarang menyudahi kisah ini, kisah pembalasan dendam sakit hati seorang wanita, dengan harapan semoga para pe mbaca dapat men ikmatinya dan menarik pelajaran bahwa dendam men imbulkan kebencian dan kemudian melahir kan perbuatan yang amat kejam. Sekian dan sampa i jumpa dalam kisah-kisah la in

Lereng Lawu, akhir 1991

Tamat

Posting Komentar