Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 62

NIC

Harus diakuinya bahwa ia tidak dapat melupakan Tan Siong yang amat baik kepadanya, la tahu bahwa Tan Siong amat menc intanya, cinta yang tulus. Namun ia sendiri ragu. Ia sendiri tidak tahu apakah ia juga mencinta Tan Siong. Ia tidak tahu apakah ia masih dapat mencinta seorang laki- laki setelah hidup dan kebahagiannya dihancurkan e mpat orang laki-la ki itu.

Ketika pergolakan terjadi, yaitu adanya pemberontakan- pemberontakan terhadap Kerajaan Beng, terutama sekali yang digerakkan oleh pe mimpin pe mberontakan Li Cu Seng, Cui Hong tidak tahu harus berpihak mana. Ia sendiri sudah menga la mi hal pahit oleh ulah seorang kepala jaksa, yaitu Pembesar Jaksa Pui dan ia pun dalam perantauannya selama dua tahun serlngkall bertemu pembesar-pembesar lalim yang menekan rakyat, yang sewenang-wenang mengandalkan kekuasaannya, maka ada perasaan tidak suka kepada para pejabat pemerintah Kerajaan Beng yang pada umumnya tukang korup dan sewenang-wenang itu. Maka, ketika mendengar ada pemberontakan terhadap pemerintah Kerajaan Beng, ia pun tidak begitu mengacuhkan. Akan tetapi, ia pun me lihat betapa banyak pendekar berdatangan ke kota raja memenuhi undangan Jenderal Ciong Kak untuk me mbantu pe merintah me mperkuat kota raja menghadapi ancaman pe mberontak. Ia menjadi bimbang dan teringatlah Cui Hong kepada seorang saudara sepupunya.

Ayahnya, mendiang Kim Siok me mpunyai seorang kakak bernama Kim Tek dan uwanya itu me mpunyai seorang anak perempuan yang sebaya dengannya. Nama saudara sepupunya itu adalah Kim Lian Hwa. Ia mendengar bahwa enam tahun yang lalu Kim Lian Hwa dia mbil sebagai selir oleh seorang panglima besar Kerajaan Beng yang bernama Panglima Bu Sam Kwi dan yang kini terkenal sebagai panglima yang berkuasa me mimpin balatentara menjaga di San-hai- koan. la mendengar dari para pendekar bahwa Panglima Bu Sam Kwi adalah seorang Panglima baik dan setia, dan dikagumi oleh se mua tokoh dan para datuk dunia kang-ouw. Maka timbul keinginan hatinya untuk mengunjungi saudara sepupunya itu, dan ia tentu akan mendapat keterangan dan penggambaran jelas tentang pemberontakan yang dipimpin Li Cu Seng, nama yang juga dikagumi para pendekar dan kabarnya bahkan partai-partai persilatan besar mendukung gerakan Li Cu Seng ini. Maka pada siang hari itu, Kim Cui Hong berjalan santai seorang diri di luar kota raja sebelah barat.

Pada saat itu juga, kereta yang ditumpangi Kim Lan Hwa dikusiri Li Cu Seng dan dikawal Gu Kam dan Giam Tit. Ketika kereta melalui pintu gerbang, para perajurit penjaga tidak berani meng halangi me lihat kereta dikusiri dan dikawal tiga orang perwira. Apalagi ketika me lihat kereta yang terbuka tirainya itu ditu mpangi Kim Hujin yang dikenal se mua perajurit, mereka malah segera bersikap tegak dan me mberi hormat.

Kereta keluar dari pintu gerbang, mula- mula dijalankan perlahan karena dua orang itu men gawal dengan jalan kaki, akan tetapi setelah agak jauh dari pintu gerbang, Li Cu Seng menja lankan keretanya lebih cepat. Gu Kam dan Giam Tit meng ikut inya sambil berlari.

Ketika mereka tiba di dekat hutan di mana mereka men inggalkan kuda mereka, tiba-tiba muncul delapan orang menghadang di tengah jalan. Terpaksa Li Cu Seng menahan kuda penarik kereta, dan Kim Lian Hwa menjenguk dari kereta. Melihat delapan orang perwira berdiri menghadang dan ternyata mereka adalah tujuh orang yang tadi datang ke gedungnya ditambah seorang perwira tua lagi, Kim Lan Hwa berkata dengan suara tegas dan alis berkerut.

"Hei! Kalian ini perwira-perwira yang tidak tahu aturan! Berani sekali kalian menahan keretaku? Apakah kalian tidak mengenal aku, isteri Panglima Besar Bu Sam Kwi? Hayo minggir dan biarkan kami lewat, atau aku akan melaporkan kekurang-ajaran kalian kepada Panglima Besar Bu!"

"Maafkan kami, Toanio." kata Su Lok Bu yang me mimpin rombongan itu. "Tindakan kami ini justru untuk me lindungi Toanio, karena yang menyamar sebagai perwira pembantu Panglima Besar Bu Sam Kwi ini adalah pemimpin pemberontak Li Cu Seng dan dua orang anak buahnya!"

Mendengar ini, wajah Kim Lan Hwa menjad i pucat dan ia jatuh terhenyak di atas kursi kereta, tidak ma mpu bicara lagi. Akan tetapi Li Cu Seng tetap tenang dan dari tempat duduknya di depan kereta dia berkata dengan lantang. "Sobat, engkau sungguh lancang sekali menuduh orangl Kami bertiga adalah perwira-perwira pe mbantu Panglima Besar Bu Sam Kwi, bagaimana kalian dapat menuduh kami pimpinan pe mberontak?"

Tiba-tiba perwira tua yang muncul bersa ma Su Lok Bu, Cia Kok Han, dan lima Liong-san Ngo-heng berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah Li Cu Seng.

"Engkau adalah pemimpin pe mberontak Li Cu Seng! Aku pernah me lihat mu ketika aku ikut me mpertahankan Shen-si dari serbuanmu. Setelah Shen-si jatuh ke tangan pemberontak, aku bertugas di sini. Aku tidak lupa, engkaulah Li Cu Seng!"

"Bohong!" Kim Lan Hwa me mbentak. "Dia adalah Perwira Cu, pembantu suamiku Panglima Besar Bu Sam Kwi!"

"Maaf, Toanio. Terpaksa kami akan menangkap tiga orang ini dan kami bawa kepada Ciong Goan-swe (Jenderal Ciong) untuk ditelit i lebih dulu!" kata Su Lok Bu. jPerw'ra yang bertubuh tinggi besar berkulit hita m, ber mata lebar dan mukanya penuh brewokitu telah mencabut siang-kia m (sepasang pedang) dari pinggangnya. Cia Kok Han, perwira sebaya Su Lok Bu, berusia lima puluh dua tahun, bertubuh pendek gendut, berkulit putih dan matanya sipit, rambut dan jenggotnya sudah putih semua, juga sudah mencabut sebatang golok besar yang berat. Su Lok Bu adalah seorang jagoan murid Siauw-lim-pai, sedangkan Cia Kok Han adalah seorang tokoh Bu tong pai tentu saja mereka berdua ini me miliki kepandaian tinggi. Lima orang Liong-san Ngo-heng juga mencabut pedang mereka. Tidak ketinggalan perwira tua yang mengenal Li Cu Seng itu pun mencabut pedangnya. ' Delapan orang itu siap untuk menyerang.

"Li Cu. Seng!" bentak Su Lok Bu sambil menudingkan pedang kanannya. "Menyerahlah kalian bertiga agar kami tidak perlu menggunakan kekerasan!" Karena merasa percuma menyangkal karena perwira tua itu telah mengenalnya, Li Cu Seng me lo mpat turun dari atas kereta sambil me mberi isarat kepada dua orang pembantunya, mereka bertiga lalu merenggut lepas pakaian perwira yang mereka pakai menutupi pakaian mereka yang biasa, dan mencabut senjata masing-masing.

"Aku adalah Li Cu Seng! Kami bertiga pimpinan laskar rakyat dan tidak mudah untuk me nangkap kami!" kata Li Cu Seng. Sementara itu, Gu Kam dan C iam Tit sudah me masang kuda-kuda dengan golok di tangan kanan. Melihat sepasang kuda-kuda itu, Cia Kok Han berseru heran dan marah.

"Kalian adalah murid-murid Bu-tong-pail Sungguh me ma lukan murid Bu-tong-pai menjad i pe mberontak!"

"Hemm, kuda-kudamu adalah pembukaan ilmu golok Bu- tong-pai pula! Kami me mbantu para pejuang untuk meroboh kan kekuasaan kaisar lalim yang menjadi boneka para Thaika m. Engkau lebih me malukan merendah kan diri menjadi anjing para Thaikam yang korup dan jahat!" bentak Gu Ka m.

Mendengar ini, Cia Kok Han menjadi marah sekali dan dia sudah menggera kkan golok besarnya menyerang Gu Kam. Pembantu Li Cu Seng ini pun menya mbut dengan goloknya.

"Tranggg!" Bunga api berpijar ketika dua batang golok beradu dan mereka merasa betapa tangan mereka tergetar, tanda bahwa tenaga mereka seimbang. Mereka lalu saling serang dengan seru dan mati- mat ian.

Su Lok Bu juga sudah menggerakkan sepasang pedangnya menyerang Giam Tit yang cepat me mutar goloknya untuk menang kis dan balas menyerang. Kedua orang ini pun segera terlibat dalam perkelahian yang seru.

Liong-san Ngo-eng ketika men dengar bahwa laki-laki tinggi tegap yang tampan gagah itu adalah pimpinan pe mberontak Li Cu Seng, segera bergerak maju dan mengeroyok. Mereka mencabut pedang dan segera mengatur gerakan, lambat- la mbat mereka melangkah mengitari Li Cu Seng dengan berbagai kuda-kuda. Melihat gerakan mereka ini, Li Cu Seng waspada. Dia tahu bahwa lima orang itu me mbentu k sebuah kia m-tin (barisan pedang) yang berbahaya sekali. Cepat dia pun me mutar pedangnya dan berusaha membobol kepungan itu dengan menyerang orang yang berada di depannya, menusukkan pedangnya dengan pengerahan tenaga sakti.

"Tranggg...!" Bukan hanya pedang lawan yang dia serang itu yang menangkis, melainkan juga orang di sebelah kir inya sehingga ada dua pedang yang menangkis, lalu pada saat yang bersamaan, orang di sebelah kanannya menyerang dengan bacokan pedang sehingga Li Cu Seng harus cepat menge lak. Benarlah dugaannya. Lima orang itu me mbentuk barisan pedang yang luar biasa tangguhnya. Setelah saling serang beberapa lamanya, tahulah Li Cu Seng bahwa lima orang itu me mbentuk Ngo-heng Kia m-tin (Barisan Pedang Lima Unsur) yang amat berbahaya dan amat tangguh. Seperti juga unsur Ngo-heng, yaitu Air-Kayu-Api-Tanah-Logam, lima orang itu saling meng isi dan saling menghidupkan atau menunjang. Air menghidupkan Kayu, Kayu menghidupkan Api, Api menghidupkan Tanah, Tanah menghidupkan Logam dan Logam menghidupkan Air. Maka, setiap kali Li Cu Seng menyerang seorang lawan, ada orang lain yang bantu menang kis atau melindunginya dan orang lain pula menyerangnya. Semua ini dilakukan secara tertatur sekali sehingga pertahanan mereka a mat kuat, juga mereka dapat menyerang secara bertubi-tubi. Tak lama ke mudian Li Cu Seng menjad i kewalahan juga. Dia me mang seorang pe mimpin perjuangan yang gigih dan pandai, pandai mengatur pasukan, me mbentu k barisan-barisan yang kuat, namun ilmu silatnya tidaklah terlalu tinggi sehingga kini menghadapi Ngo-heng Kia m-tin dari Liong-san Ngo-eng, Li Cu Seng terdesak hebat.

Melihat betapa usaha mereka melarikan diri ketahuan dan kini tiga orang pimpinan pe mberontakitu dikeroyok, Kim Lan Hwa menjadi bingung. Ia hendak turun dari kereta dan me larikan diri, kembali ke kota raja. Akan tetapi tiba-tiba perwira tua itu sudah menghadang di luar kereta sambil menodongkan pedangnya

Posting Komentar