Sementara itu, gadis berpakaian serba hijau itu kini melindungi Pangeran Tao Kuang dari serbuan para pengawal. Pa"ngeran itu berlindung di balik sebatang pohon besar dan gadls itu berdiri di depan pohon, menghalau semua penyerang dan tidak seperti kakek itu, gadis itu bergerak cepat dan juga ganas. Setiap pengawal yang berani mendekat tentu ditotoknya dengan tongkatnya. Semua serangan pedang dapat dihalau dengan putaran ranting itu dan hebatnya, setiap kali rantingnya bergerak menotok, seorang pengawal tentu roboh dan tak dapat bangkit kembali! Tao Kuang juga melihat betapa hebatnya gadis itu menghajar para pengawal dan ketika dia melihat kedua orang kakaknya mengeroyok kakek yang memegang tongkat, dia berteriak.
"Locian"pwe, harap jangan membunuh mereka berdua! Mereka adalah kakak-kakakku sendiri!"
Tentu saja kakek itu terkejut dan heran bukan main. Kenapa ada dua orang kakak hendak membunuh adiknya? Akan tetapi timbul rasa kagum dan suka di dalam hatinya terhadap Tao Kuang.
Sudah akan dibunuh, kini malah minta agar dia tidak membunuh dua orang kakak pemuda itu! Dia mempercepat gerakan tongkatnya dan dua orang pangeran yang dikeroyoknya itu pun roboh tertotok. Pedang mereka terlepas dan terpental dan berdua juga tidak dapat bergerak kembali! Setelah merobohkan dua orang lawannya, kakek itu lalu membantu gadis berbaju hijau yang masih dikeroyok dan dalam waktu singkat saja mereka berdua telah merobohkan selosin. pengawal itu. Mereka semua roboh tertotok dan tidak mampu lagi menggerakkan tubuh. Ternyata ayah dan anak ini merupakan ahli"ahli totok yang amat lihai, menggunakan tongkat mereka. Setelah mereka semua dibuat tidak berdaya, Tao Kuang memberi hormat sambil mengangkat kedua tangan di depan dada kepada mereka berdua dan berkata,
"Terima kasih atas pertolongan Ji-wi (Anda berdua). Kalau tidak ada Ji"wi, tentu sekarang aku sudah menjadi mayat."
"Ah, Kongcu. Tidak perlu berterima kasih. Sudah menjadi kewajiban kami ayah dan anak untuk menentang kejahatan yang dilakukan oleh siapapun juga. Akan tetapi kenapa Kongcu hendak dibunuh oleh mereka ini? Siapakah Kong"cu?"
Dia bertanya dengan ragu karena kini dia melihat bahwa pemuda itu mengenakan pakaian yang amat mewah, tidak seperti seorang kongcu (tuan muda) bisa, melainkan seperti seorang pemuda bangsawan tinggi.
"Aku adalah Pangeran Tao Kuang, putera mahkota, Locianpwe."
Mendengar ini, kakek itu dan puterinya segera menjatuhkan diri berlutut.
"Ah, mohon maaf bahwa hamba berdua tidak mengetahui siapa Paduka sehingga bersikap kurang hormat."
"Ah. Locianpwe, harap jangan begitu. Kalian sudah menolongku, bangkitlah jangan melakukan banyak peradatan di tempat seperti ini."
"Dan kedua orang muda itu....?"
Tanya si kakek, sambil memandang kepada Tao Seng dan Tao San.
"Mereka adalah kedua orang kakakku dan selosin orang ini adalah anak buah mereka. Sekarang harap Locianpwe dan Nona suka membantuku, membawa mereka ke kota raja. Biarlah ayahanda Kaisar sendiri yang mengadili mereka."
Tao Seng dan Tao San menjadi ketakutan. Tao Seng aegera berkata dengan suara memohon tanpa dapat menggerakkan kaki tangannya,
"Adikku, Kuang-te, kami hanya main-main. Harap maafkan kami dan kami berjanji tidak akan melakukan lagi. Bebaskanlah kami."
"Hemmm, aku tahu mengapa engkau dan San-ko hendak membunuhku, Seng"ko. Kalian iri hati karena aku diangkat sebagai putera mahkota maka kalian hendak membunuhku. Aku tidak dapat membebaskanmu biarlah ayahanda Kaisar yang memutuskan. Karena kedua orang pangeran ini masih terus membujuk dan merayu, gadis itu menggerakkan rantingnya ke arah leher mereka dan kedua orang pangeran itu tidak mampu mengeluarkan suara lagi. Kemudian, dibantu oleh anaknya, kakek itu lalu mengikat semua pengawal dan dua orang pangeran di atas kuda mereka dengan tali yang memang dipersiapkan oleh para pengawal untuk mengikat binatang buruan. Kini semua orang terikat sudah di atas kuda masing-masing. Setelah pekerjaan itu selesai, Pangeran Tao Kuang merasa girang sekali.
"Locianpwe, siapakah nama Locianpwe dan siapa Nona ini? Aku harus mengenal para penolongku."
"Hamba bernama Liang Cun, dan ini adalah puteri hamba bernama, Liang Siok Cu. Kami tinggal di dusun yang berada di kaki Pegunungan Thian-san dan sekarang sedang dalam perjalanan merantau. Kebetulan kami berada di sini melihat peristiwa tadi."
"Aku bersyukur sekali, Paman Liang Cun. Sebaiknya kusebut paman saja kepadamu, dan engkau Nona Liang, sungguh engkau seorang gadis yang hebat, memiliki ilmu silat yang demikian tinggi."
"Aih, Paduka terlalu memuji Pangeran."
Kata Siok Cu tersipu.
"Sekarang harap Paman dan Nona suka mengawalku membawa semua tawanan ini ke istana.
"Baik, Pangeran. Kami siap melakukannya."
Demikianlah, dua belas orang tawanan yang terikat di atas kuda itu lalu digiring keluar dari hutan, diikuti oleh Pangeran Toa Kuang yang menunggang dan diikuti pula oleh ayah dan anak itu yang berjalan kaki.
Tentu saja mereka menjadi tontonan orang, akan tetapi berbeda dengan ketika mereka berangkat tadi, menjadi tontonan yang mengagumkan, kini menjad tontonan yang menggegerkan dan membingungkan. Orang-orang bertanya-tanya, mengapa kedua orang pangeran dan dua belas pengawal itu diikat di atas kuda, akan tetapi tak seorang pun dapat menjawabnya. Dan tak seorang pun berani bertanya kepada Pangeran Tao Kuang atau kepada Liang Cun dan puterinya yang mengawal di belakang para tawanan sambil menggiring rombongan kuda itu. Para pengawal Istana juga gempar melihat Pangeran Tao Seng dan Pangeran Tao San diikat di atas kuda, akan tetapi ketika mereka menghampiri dan bertanya-tanya, mereka dibentak oleh Pangeran Tao Kuang.
"Cepat laporkan kepada ayahanda Kaisar bahwa aku mohon menghadap karena ada urusan penting sekali!"
Para pengawal dalam dan para thai"kam juga menjadi gempar. Segera Kaisar Cia Cing mendengar akan permohonan putera mahkota. Dia segera menyatakan menerima puteranya menghadap dan ketika melihat Pangeran Tao Kuang ditemani seorang kakek dan seorang gadis menggiring Tao Seng dan Tao San berikut dua belas orang pengawal itu menghadap, tentu saja kaisar menjadi heran sekali.
"Tao Kuang, apa artinya semua ini!"
Seru kaisar sambil mengerutkan alisnya. Dengan tenang dan panjang lebar, Pangeran Tao Kuang lalu menceritakan semua peristiwa yang terjadi, betapa dia hampir saja dibunuh oleh Tao Seng dan Tao San bersama dua belas orang pengawal mereka, betapa dia diselamatkan oleh Liang Cun dan puterinya, Liang Siok Cu. Mendengar laporan ini wajah Kaisar Cia Cing men jadi pucat, lalu berubah merah sekali. Hampir dia tidak dapat mempercaya cerita putera mahkota itu dan dia menghardik dua belas orang pengawal itu.
"Benarkah kalian para pengawal hendak membunuh putera mahkota Pangeran Tao Kuang? Kenapa kalian melakukan hal itu?"
Dengan suara serempak dan berlutut ketakutan dua belas orang itu menjawab,
"Ampun beribu ampun, Yang Mulia. Hamba semua hanya menjalankan perintah dari kedua pangeran....!"
Kini hati kaisar itu tidak ragu lagi bahwa dua orang puteranya memang mempunyai maksud jahat terhadap adik mereka sendiri.
"Tangkap dua belas orang pengawal ini dan penggal kepala mereka. Tangkap pula keluarga mereka dan jebloskan dalam penjara!"
Perintahnya dan para pengawalnya segera turun tangan melaksanakan perintah, menggusur dua belas orang pengawal para pangeran itu keluar dari persidangan. Kaisar Cia Cing memandang kepada dua orang puteranya dan membentak,
"Nah, apa yang hendak kalian katakan sekarang? Kalian telah begitu tega untuk membunuh adik sendiri. Tentu kalian lakukan itu karena iri hati, karena dia kami angkat menjadi putera mahkota, bukan?"
"Ampun beribu ampun hamba merasa bersalah dan hanya dapat mengharapkan pengampunan."
Kata mereka berdua sambil membentur-benturkan dahi ke lantai. Bahkan Pangeran Tao Seng menangis dengan sedihnya.
"Hemmm, bagaimana mungkin kami dapat mengampuni anak-anak yang murtad dan jahat macam kalian?"
Pada saat itu, Pangeran Tao Kuang yang sejak tadi menyaksikan semua itu, berlutut pula.
"Mohon Paduka mengampuni mereka, Ayah. Mereka melakukan karena terdorong nafsu iri hati, dan mereka tentu akan bertaubat dan tidak akan mengulang perbuatan mereka lagi."
Melihat sikap ini, Liang Cun dan puterinya merasa kagum sekali. Benar-benar seorang pangeran yang berbudi mulia, pikir mereka.
"Apa? Engkau nyaris dibunuh dan kini malah mintakan ampun untuk mereka?"
Tanya kaisar dengan heran dan penasaran.
"Ayah, bagaimanapun juga, mereka adalah kakak-kakak hamba sendiri. Bagaimana hamba tega melihat mereka dihukum mati?"
Kata Pangeran Tao Kuang.
"Nah, dengarlah kalian berdua? Pangeran Tao Kuang, malah mintakan ampun untuk kalian! Baiklah melihat permohonan Tao Kuang, kalian tidak dihukum mati melainkan dihukum buang ke Sin-kiang selama dua puluh tahun!"