"Dan kuharap tidak akan ada yang merasa iri hati. Kalian masing-masing kelak akan mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan kemampuan kalian."
Pertemuan itu dibubarkan dan Tao Seng bersama. Tao San dengan sengaja mendampingi Pangeran Tao Kuang ketika keluar dari ruangan itu.
"Eh, Kuang-te, kami harap setelah menjadi putera mahkota engkau tidak mengubah sikapmu terhadap kami,"
Kata Tao Seng sambil tersenyum.
"Benar! Jangan-jangan Kuang-te akan memandang remeh kepada kami!"
Kata Tao San.
"Aih, kenapa kalian berkata demikian?"
Kata Pangeran Tao Kuang.
"Kita tetap bersaudara dan aku tidak akan mengubah sikap. Bagiku sama saja menjadi putera mahkota atau tidak. Semua ini hanya mentaati kehendak ayahanda Kaisar."
"Bagus, kami pun hanya bercanda. Eh, Kuang-te, kami bermaksud untuk pergi berburu ke hutan buatan di luar kota raja. Engkau tentu suka ikut dengan kami seperti biasa, bukan?"
"Tentu saja!"
Kata Pangeran Tao Kuang gembira. Dia memang suka sekali pergi berburu binatang-binatang hutan di hutan buatan di mana memang dilepas banyak binatang buruan.
"Kapan kita berangkat?"
"Aku belum membuat persiapan. Nanti tiga hari lagi kita berangkat. Menurut perhitungan, tiga hari lagi cuacanya baik, tidak turun hujan yang akan mengganggu kita."
Kata Tao Seng. Mereka berpisah dan Tao Seng mengajak Tao San bicara di kamar rahasia. Mereka mengatur siasat untuk menyingkirkan Pangeran Tao Kuang atau membunuhnya dalam perburuan itu. Akan diusahakan agar pembunuhan itu terjadi secara wajar, dilakukan oleh para pemberontak yang sengaja menyerang mereka di dalam hutan itu. Mereka akan mempersiapkan seregu pasukan, tidak terlalu banyak, cukup dua belas orang saja dari pasukan pengawal kepercayaan mereka. Kekuasaan didambakan setiap orang. dalam rumah tangga,di antara saudara, di antara kawan, dalam masyarakat, sampai dalam ketatanegaraan.
Setiap orang ingin berkuasa karena tahu benar bahwa di dalam kekuasaanlah terletak segala keinginan yang mungkin terpenuhi, maka, tidaklah mengherankan kalau dunia ini bergelak, manusia-manusianya mengadakan permusuhan sampai perang, hanya untuk merebutkan kemenangan yang berarti kekuasaan! Jegal-menjegal di antara pejabat, pemberontakan-pemberontakan terhadap yang berkuasa, semula dengan dalih mengakhiri kekuasaan yang semena"mena, akan tetapi berakhir dengan timbulnya kekuasaan baru yang seperti biasa selalu hendak memaksakan kehendak. Siiapa menang dia berkuasa, dan siapa berkuasa dia selalu benar dan kehendaknya haruslah ditaati! ini sudah menjadi watak manusia, maka herankah kita kalau melihat perang terjadi di mana"mana? Perang antara bangsa, antar negara, antar kelompok, antar golongan.
Tiga hari kemudian, pagi-pagi benar, berangkatlah tiga orang pangeran yang hendak pergi berburu itu. Selosin pasukan pengawal berpakaian indah mengawal mereka. Mereka semua menunggang kuda yang tinggi besar dan taat dan di sepanjang perjalanan menuju keluar pintu gerbang, mereka menjadi tontonan menarik dan semua orang merasa kagum kepada tiga orang pangeran ini. Mereka bertiga memang amat menarik untuk ditonton. Bukan saja kuda"kuda mereka merupakan kuda pilihan dan pakaian mereka mentereng, akan tetapi juga mereka adalah tiga orang pangeran muda yang berwajah tampan sekali. Juga mereka membawa perlengkapan yang tidak biasa mereka bawa. Sebatang busur besar dikalungkan di pundak, dan di punggung mereka terdapat belasan batang anak panah dengan bulu beraneka warna.
Di pinggang mereka tergantung sebatang pedang panjang dan terselip pula beberapa batang pedang pendek. Pendeknya mereka membawa perlengkapan yang serba cukup. Perlengkapan lain dibawa oleh para pengawal. Pangeran Tao Seng yang kini berusia dua puluh enam tahun itu jelas merupakan yang paling tampan dan gagah di antara mereka bertiga. Kuncirnya yang hitam lebat itu dikalungkan di leher, ujungnya terikat sutera kuning dan rambut di atas kepala disisir rapi dan halus licin. Dahinya lebar dan alis matanya tebal. Sepasang matanya yang seperti mata burung Hong Itu bersinar-sinar, hidungnya mancung dan mulutnya ter"senyum-senyum mengejek. Dandanannya juga mewah sekali. Apalagi duduk di atas kuda yang tinggi besar itu, dia nampak gagah bukan main.
Pangeran Tao San, putera kedua dari Kaisar Cia Cing, juga nampak tampan dan gagah. Pangeran ini agak gemuk, dengan wajah yang bulat dan berkilauan, bentuk tubuhnya agak pendek sehingga dia kelihatan semakin gemuk, hidungnya tidak begitu mancung dan matanya sipit sekali. Akan tetapi karena pakaiannya juga mentereng, dia kelihatan tampan juga. Pangeran ini, seperti yang dinilai oleh ayahnya sendiri, memang pemalas dan suka pelisir, akan tetapi dia berambisi dan ingin berkuasa. Orang ke tiga adalah Pangeran Tao Kuang. Usianya dua puluh tiga tahun, setahun lebih muda dari Pangeran Tao San. Dibandingkan kedua orang kakaknya, dandanan Pangeran Tao Kuang tidaklah demikian mewah, walaupun tentu saja bagi orang awam pakaiannya itu sudah amat indah.
Wajahnya tampan dan anggun, sepasang matanya cerdik dan biarpun dia lebih sederhana, namun pakaiannya rapi dan kuncirnya juga dijalin dengan rapi dan bagus. Di sepanjang jalan, mereka bertiga menjadi perhatian semua orang, terutama para wanita muda yang terpesona me1ihat tiga orang pangeran ini menunggang kuda sambil melempar pandang dan senyum ke kanan kiri untuk membalas penghormatan orang-orang yang membungkuk dengan hormat. Setelah rombongan itu keluar dari pintu gerbang sebelah utara, barulah mereka mempercepat larinya kuda. Tiga orang pangeran itu berada di depan, diiringkan oleh selosin orang pasukan pe"ngawal yang bersenjata lengkap. Akhirnya mereka tiba di hutan buatan itu dan segera memasuki hutan untuk terus masuk ke tengah hutan yang lebat.
"Kenapa terus masuk? Lihat itu di sana ada serombongan kijang, Toako?"
Kata Tao Kuang dengan heran. Bukankah di situ sudah terdapat banyak binatang buruan? Mengapa harus masuk ke dalam hutan yang lebat? Tiba-tiba sikap kedua orang pangeran itu berubah. Tao Seng mencabut pedangnya dan berkata,
"Bocah sombong, engkaulah yang menjadi buruan kami!"
Pangeran Tao San juga mencabut pedangnya.
"Bocah tak tahu diri, engkau akan mati di tempat ini!"
Tentu saja Pangeran Tao Kuang terbelalak memandang kedua orang kakak"nya itu.
"Eh, Toako, San-ko, harap jangan main-main!"
"Siapa main-main? Kami memang hendak membunuhmu!"
Toa Kuang baru tahu bahwa mereka itu bersungguh-sungguh. Dia menoleh kepada para pengawal untuk minta perlindungan, akan tetapi para pengawal itu memandang kepadanya sambil tersenyum mengejek. Segera dia menyadari bahwa memang telah diatur oleh kedua orang kakaknya untuk membunuhnya dan para pengawal Itu tentulah orang-orang kepercayaan mereka. Begitu mendapat kenyataan ini, dia segera memutar dan membedal kudanya melompat ke depan melarikan diri!
"Eh, dia lari! Kejar!"
Teriak Tao Seng.
"Kejar, jangan sampai lolos!"
Teriak pula Tao San. Mereka, juga selosin orang pengawal, segera membedal kuda masing-masing dan melakukan pengejaran. Pangeran Tao Kuang yang maklum bahwa nyawanya terancam maut, membalapkan kudanya tanpa mempedulikan arah dan kudanya menyusup-nyusup ke dalam semak-semak belukar. Para pengejarnya semakin dekat dengannya dan dalam kegugupannya, ketika kudanya berlari menyusup semak berduri, dia pun tersangkut dan tak dapat dicegah lagi dia pun terlempar jatuh dari atas kudanya! Pangeran Tao Kuang yang jatuh itu merangkak berdiri dan mencabut pedangnya untuk membela diri. Akan tetapi Pangeran Tao Seng yang berkepandaian tinggi sudah tiba di situ, melompat turun dari atas kudanya dan tertawa mengejek lalu mengayun pedangnya ke arah leher adiknya.
"Tranggg....!"
Pangeran Tao Kuang menangkis dan pedangnya terpental dan terlepas dari tangannya, bahkan saking kerasnya pertemuan kedua pedang tadi dia hampir jatuh dan terhuyung ke belakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Pangeran Tao San untuk mengayun pe"dang membacok.
"Trakkk!"
Pedang yang menuju ke leher Pangeran Tao Kuang itu terhenti di tengah jalan dan ternyata pedang itu telah tertangkis sebatang kayu ranting yang dipegang oleh seorang gadis yang entah dari mana tahu-tahu muncul di situ. Di samping gadis itu berdiri pula seorang kakek berusia enam puluh tahun yang memegang sebatang tongkat bambu.
"Eh, apa kesalahan Kongcu ini maka akan dibunuh?"
Tanya kakek itu sementara Pangeran Tao San terhuyung ke belakang oleh tangkisan kayu ranting itu yang berada di tangan gadis yang bertubuh ramping dan berwajah ayu. Tao Seng membentak.
"Orang tua, jangan mencampuri urusan kami, Kami adalah pangeran-pangeran dari istana! Pergilah atau kalian berdua akan kami bunuh pula!"
"Hemmm, mana ada pangeran bersikap seperti ini?"
Gadis itu membentak.
"Sikap kalian bukan seperti pangeran melainkan seperti orang-orang jahat!"
Tao Seng men jadi marah bukan main.
"Bunuh mereka bertiga!"
Teriaknya kepada anak buahnya dan dia sendiri sudah menyerang kakek yang memegang tongkat itu.
"Singgggg....!"
Pedang di tangan Tao Seng menyambar dahsyat menusuk ke arah dada kakek itu. Akan tetapi dengan tenang sekali kakek itu menggerakkan tongkatnya menangkis.
"Tranggggg....!"
Pedang itu hampir terpental dari tangan Tao Seng ketika ditangkis tongkat itu. Tentu saja Pangeran Tao Seng terkejut bukan main dan memperkuat serangannya, namun serang"annya dapat dielakkan atau ditangkis kakek yang ternyata lihai bukan main itu. Melihat ini, Pangeran Tao San lalu membantu kakaknya menyerang kakek bertongkat secara membabi buta. Kakek itu dikeroyok dua, akan tetapi dia masih tenang saja dan semua serangan kedua orang pangeran itu dapat selalu dihindarkan.