"Tao kongcu, tidak perlu kau teruskan lagi kata-katamu.
Pokoknya aku tidak akan me-ninggalkan kau begitu saja."
Sekali lagi wajah Tao Heng Kan menyiratkan keharuan yang tidak terkatakan. Dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan I Giok Hong erat-erat.
"I kouwnio, suatu hari kelak, apabila aku sudah bisa memutuskan sendiri apa yang akan kulakukan, aku tentu tidak akan melupakanmu."
I Giok Hong tahu kata-kata yang diucapkan Tao Heng Kan ada kaitannya dengan penemuannya yang janggal. Pokoknya, dia yakin Tao Heng Kan akan menceritakan semuanya. Karena itu dia tidak ingin mendesaknya sekarang juga. "Tao kongcu, mengapa kau bicara seperti itu?" I Giok Hong mendongakkan kepalanya. Tampak sepasang mata Tao Heng Kan sedang menatapnya lekat-lekat. Dari sinar mata pemuda itu terpancar berbagai perasaan. Tanpa disadari jantung I Giok Hong berdegup-degup dengan cepat. Wajahnya jadi merah padam, dia merasa ada perasaan yang ganjil menyelinap dalam hatinya.
Kedua orang itu berdiri saling berhadapan dan bergenggaman tangan untuk beberapa saat.
"I kouwnio, menurutmu arah mana yang harus kita ambil?" tanya Tao Heng Kan setelah melepas-kan genggaman tangan gadis itu.
I Giok Hong mendongakkan kepalanya mem-perhatikan sungai itu. Tampak air sungai mengalir dengan deras. Permukaannya pun lebar dan di sekitarnya tidak tampak perahu satu pun. Meskipun orang yang ilmu Gin Kangnya tinggi sekali dan jago berenang sekali pun, tidak mudah menyeberangi sungai itu. Rasanya siapa pun yang menculik Lie Cun Ju juga tidak menyeberangi sungai itu.
"Tao kongcu, kita terpaksa mengadu nasib saja!" Jari tangan I Giok Hong menunjuk ke sebelah kanan."Kita ambil arah kanan saja!"
"Baik," sahut Tao Heng Kan.
Mereka pun turun ke sungai dan mengambil arah kanan. Baru saja tubuh mereka masuk ke dalam sungai, tiba-tiba terdengar suara deburan yang keras, air sungai pun bergelombang dan beriak-riak. Kemudian tampak dua sosok makhluk muncul dari dalam sungai.
Salah satu di antaranya memiliki tubuh tinggi besar. Begitu kekarnya hampir menyerupai rak-sasa. Kalau dilihat sepintas lalu makhluk itu seperti manusia. Tetapi kalau diperhatikan dengan sek-sama, sebenarnya bukan. Pokoknya sejenis makhluk aneh yang boleh dikatakan, monyet bukan, orang hutan pun bukan. Tubuhnya penuh dengan bulu berwarna hitam. Hidungnya mendo-ngak ke atas, dan mulutnya merah seperti bersim-bah darah. Tampangnya benar-benar menakutkan.
Tampak makhiuk aneh itu memanggul se-seorang. Dan orang yang dipangguinya itu ternyata Lie Cun Ju, yang sedang dicari-cari oleh Tao Heng Kan. Yang satunya seperti seorang pendeta. la memakai jubah berwarna kuning. Begitu keluar ke permukaan air, pendeta itu tertawa terbahak-bahak sambil menepuk paha makhluk aneh itu. Ternyata tenggorokan makhluk aneh itu pun me-ngeluarkan suara Ho ... ho ... ho ... ho ...! seperti tertawa tapi bukan. Benar-benar menggidikkan bulu roma.
Pendeta itu mengulurkan tangannya dan menurunkan tubuh Lie Cun Ju. Kemudian dia menepuk punggung pemuda itu keras-keras. Lie Cun Ju langsung mengeluarkan suara hoakkk! sejumlah air keluar dari mulutnya. Setelah itu Lie Cun Ju baru membuka matanya.
"Sia ... pa kau? Un . . . tuk a ... pa kau membawa aku kesini?" tanya Lie Cun Ju.
"Kau tidak perlu tanya siapa aku. Kalau aku tidak menolongmu, mungkin selembar nyawamu sulit lagi dipertahankan," jawab pendeta dengan tersenyum.
Lie Cun Ju teringat berbagai peristiwa yang dialaminya selama satu bulan itu. Semua serba aneh dan hampir tidak masuk akal. Sejak dilukai oleh tiga iblis dari keluarga Lung, boleh dibilang dia tidak pernah melewati satu hari pun dengan tenang. Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas pan-jang. Sepasang matanya dipejamkan kembali dan dia pun tidak berkata apa-apa lagi.
Setelah terluka oleh tiga iblis dari keluarga Lung, Lie Cun Ju dibawa oleh I Giok Hong ke wilayah barat. Tetapi baru setengah jalan, gadis itu merasa tidak memerlukannya lagi dan melem-parkan tubuhnya yang sekarat di tengah jalan. Kemudian dia ditolong oleh Leng coa sian sing. Lalu dia ditukar dengan lencana Gin leng hiat ciangnya I Ki Hu serta dibawa oleh I Giok Hong ke lemhah Gin Hua kok. Ketika I Ki Hu dan putrinya meninggalkan Gin Hua kok, Seebun Jit yang yakin bahwa ia adalah putra sahabat lamanya langsung membawanya ke kamar batu dan memaksanya tidur di atas batu Ban nian si ping. Pada saat itu Lie Cun Ju berpendapat bahwa untuk sementara dirinya bisa meresapi ketenangan.
Tidak disangka-sangka, tak lama setelah Seebun Jit keluar dari niangan batu, terdengarlah suara Krek!
Pada saat itu, Lie Cun Ju sedang memejamkan matanya heristirahat.Hatinya mulai tenang me-lihat perhatian Seehun Jit terhadap dirinya.Maka ketika mendengar suara itu, dia mengira Seebun Jit kembaii lagi. Karena itu pula perhatiannya tidak tertarik. Tetapi dia tetap mengedarkan hawa murni dalam tubuhnya.
Tidak lama kemudian, dia mendengar suara langkah kaki. Dia dapat merasakan seseorang sudah sampai di sampingnya. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Setelah melihat dengan jelas, tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan suara seruan terkejut. Ternyata orang yang berdiri di sampingnya, bukan lain daripada Tao Heng Kan yang membunuh kokonya di kediaman Kuan Hong Siau.
Tampak Tao Heng Kan berdiri di sampingnya dengan tangan menggenggam sebatang pedang. Matanya yang berkilauan menatap Lie Cun Ju lekat-lekat.
"Apa yang akan kau lakukan?" seru Lie Cun Ju sambil mencoba bangun.
Seperti merasa bersalah, Tao Heng Kan me-ngembangkan seulas senyuman.
"Sahabat Lie, aku mendapat perintah dari suhu untuk mengajakmu menemuinya." "Siapa gurumu? Mengapa dia ingin bertemu denganku?" tanya Lie Cun Ju keheranan.
Tao Heng Kan tidak memberikan jawaban. Dia mengulurkan tangannya dan menotok jalan darah di pundak Lie Cun Ju. Pada dasarnya kepandaian Lie Cun Ju memang sudah musnah. Setelah ditotok oleh Tao Heng Kan, dia semakin tidak bisa meng-adakan perlawanan. Tao Heng Kan menghunus pedangnya, setelah itu dia memondong tubuh Lie Cun Ju dan dibawanya ke luar dari rumah batu itu.
Begitu menerjang ke luar, Tao Heng Kan langsung berhadapan dengan I Giok Hong. Ketika terjadi perkelahian sengit antara I Giok Hong de-ngan Tao Heng Kan, Lie Cun Ju masih dipondong oleh pemuda itu. Kemudian Tao Heng Kan berhasil meloloskan diri. Lie Cun Ju hanya merasa dirinya dibawa ke dalam sebuah hutan kecil. Kemudian diletakkannya di atas tanah. Entah berapa lama sudah berlalu, dia baru mendengar suara pem-bicaraan.
Suara pembicaraan kedua orang itu dekat sekali dengannya, tetapi tubuh Lie Cun Ju tidak dapat bergerak sedikit pun. Karena itu dia tidak tahu siapa mereka.
Telinganya mendengar sebuah suara yang me-lengking dan menusuk gendang telinga.
"Muridku, dengan susah payah kita baru ber¬hasil mendapatkan tiga Tong tian pao Hong (Naga pusaka penembus langit), mengapa kau semba-rangan menggunakannya sebagai senjata rahasia? Seandainya aku tidak keburu datang, pasti tiga batang tong tian pao Hong ini sudah terjatuh ke tangan tiga iblis dari keluarga Lung, atau tangan Leng Coa sian sing. Bukankah timbul kesulitan lagi yang lainnya?"
Suara yang lain ternyata suara Tao Heng Kan.
"Suhu, pada waktu itu keadaan terlalu men-desak. Aku pun tidak berpikir panjang lagi. Sean¬dainya aku tidak menyambitkan tiga batang Tong tian pao Hong itu, nyawaku sendiri sulit dipertahankan, apalagi membawa orang ini me- nemuimu."
Lie Cun Ju mendengar kedua orang itu mem-bicarakan Tong tian pao Hong, diam-diam hatinya jadi tergerak. Entah di mana dia pernah mende¬ngar cerita tentang apa yang dinamakan naga pusaka penembus langit itu.
Tetapi ingatannya tidak dapat tergugah. Rasanya seperti sebuah lambang atau kode atau bisa jadi nama sejenis senjata rahasia. Sampai letih Lie Cun Ju menguras pikirannya, ia masih tidak sanggup mengingat kembali benda apa yang disebut Tong tian pao Hong itu.
Telinganya kembali mendengar suara yang melengking tadi.
"Tiga buah Tong tian pao liong ini kudapatkan dari kedua orang tuamu. Kemudian aku mendapat¬kan satu lagi dari saku pakaian Li Po. Sekarang jumlahnya ada empat, berarti kurang tiga lagi. Ha ... ha ... ha .. .!"
Kata-kata yang terucap dari mulut Tao Heng Kan justru singkat sekali. "Betul!"
"Sisa yang tiganya ada pada bocah ini. Kau harus mengawasinya baik-baik. Aku ada sedikit urusan sehingga harus pergi. Jangan sekali-sekali membiarkan bocah ini meloloskan diri!"
"Suhu tidak perlu khawatir!" Terdengar Tao Heng Kan menyahut.
Mendengar sampai di sini, hati Lie Cun Ju merasa heran. Karena dia dapat menduga 'bocah' yang dimaksud orang yang suaranya melengking itu pasti dirinya sendiri. Dan orang itu ingin mendapat tiga buah Tong tian pao Hong darinya. Sebetulnya benda apakah Tong tian pao liong itu? Dia sendiri merasa bingung dan tidak mengerti benda apa yang dimaksudkan?
Tetapi ada satu hat yang sudah dimengerti oleh Lie Cun Ju, bahwa kematian kokonya Li Po ter-nyata ada kaitannya dengan benda bernama Tong tian pao liong itu.
Perasaan Lie Cun Ju seperti bergejolak. Dia mendengar lagi orang itu berkata.
"Kepergianku ini tidak tentu lamanya. Kau boleh membebaskan jalan darahnya, tetapi harus menjaga jangan sampai meloloskan diri, apalagi sampai mati!"
Tao Heng Kan mengiakan sekali lagi. Setelah itu Lie Cun Ju tidak mendengar suara apa-apa lagi. Dia hanya merasa pundaknya ditepuk oleh seseorang. Tahu-tahu totokan di tubuhnya sudah bebas. Secepat kilat Lie Cun Ju membalikkan tubuhnya. Kurang lebih sepuluh depa dari tempat-nya berada, tampak sesosok bayangan tinggi kurus sedang melesat pergi bagai terbang. Gerakannya tidak menimbulkan suara sedikit pun sehingga mirip setan gentayangan. Sedangkan orang yang membebaskan jalan darahnya siapa lagi kalau bukan Tao Heng Kan.
Meskipun jalan darah Lie Cun Ju sudah ter-buka, tetapi dia tidak mempunyai tenaga sedikit pun untuk melawan Tao Heng Kan. Matanya menatap pemuda itu dengan sinar mengandung kemarahan.
"Untuk . . . apa kau membawa aku kemari?" tanya Lie Cun Ju. Tao Heng Kan memperlihatkan tertawa yang getir. "Sahabat Lie, aku sama sekali tidak ada niat mencelakaimu, kau tidak perlu khawatir!"
Lie Cun Ju mendengus dingin.
"Kalau begitu, mengapa kau membunuh kokoku?" Tao Heng Kan menarik nafas panjang. Dia memalingkan kepalanya tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Lie Cun Ju melihat dirinya berada di atas sebuah bukit. Di sampingnya juga terdapat dua ekor kuda yang sedang memamah rumput.
Diam-diam Lie Cun Ju berpikir dalam hati.
"Seandainya aku menggunakan kesempatan di saat orang itu tidak sadar dengan mencuri seekor kuda untuk melarikan diri, rasanya bisa juga."
Tetapi berpikir sampai di situ, hatinya dilanda kegelisahan kembali. Biarpun bisa melarikan diri, tapi kemana tujuannya?