"Tao kongcu, rasanya tidak mungkin terkejar lagi," kata I Giok Hong.
Begitu paniknya sehingga selembar wajah Tao Heng Kan merah padam.
"Tidak bisa! Kalau tidak terkejar, selembar nyawaku ini pasti hilang."
"Sebetulnya apa yang ada pada diri Lie Cun Ju, mengapa dia menjadi rebutan semua pihak?" tanya I Giok Hong.
Tao Heng Kan menarik nafas panjang.
"Aku juga tidak tabu. Tetapi apabila aku sampai kehilangan pemuda itu, guruku pasti tidak akan mengampuni. Aku mati tidak apa-apa, tetapi kedua orang tuaku pasti akan menemui bencana. Bagai . . . mana baiknya?"
I Giok Hong mendengar suara Tao Heng Kan demikian gugup. Saking paniknya seluruh tubuh pemuda itu dibasahi oleh keringat dingin. Hatinya semakin penasaran. Terpaksa ia mengikuti terus pemuda itu. Mereka kembali berlari sejauh belasan li. Mereka sudah melintas daerah perbukitan. Bah-kan sudah sampai di jalanan yang bertumpur dan becek.
Baru saja mereka berjalan beberapa tindak, tiba-tiba I Giok Hong menarik nafas panjang. "Tao kongcu, rasanya kita tidak perlu mem-buang-buang tenaga!"
Sembari berbicara, I Giok Hong menghentikan gerakan kakinya. Tao Heng Kan masih berlari sejauh beberapa depa baru ikut berhenti.
"Kenapa?" tanya Tao Heng Kan.
"Tao kongcu, tadi di atas bukit kita memang melihat kepulan debu yang tinggi. Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau mendengar suara derap kaki kuda?"
Mendengar pertanyaannya, Tao Heng Kan langsung tertegun. Diam-diam dia mengingat-ingat. Kenyataannya dia memang tidak mendengar derap kaki kuda ataupun ringkikannya.
"Mungkin orang yang menculiknya memiliki ilmu Gin Kang yang sudah mencapai taraf tertinggi karena itulah kita tidak sanggup mengejar-nya."
I Giok Hong menggelengkan kepalanya.
"Kalau orang yang menculiknya menguasai ilmu Gin Kang yang tinggi sekali, di saat berlari, dia tidak perlu menginjakkan kakinya di atas tanah, hanya perlu menutul saja. Mana mungkin bisa timbul kepulan debu setinggi itu? Coba kau perhatikan, apakah ini jejak kaki manusia?"
Tao Heng Kan menundukkan kepalanya melihat ke jejak kaki yang ditunjuk oleh I Giok Hong. Karena tanah di situ becek dan berlumpur maka jejak kaki terlihat dengan jelas. Tao Heng Kan memperhatikan dengan seksama. Jejak itu tidak mungkin ditinggalkan oleh kaki manusia. Bentuknya aneh dan arahnya terus lurus ke depan. Meskipun bentuknya memang mirip dengan kaki manusia, tetapi jauh lebih panjang dan jari-jemarinya besar-besar.
Setelah melihat jejak kaki itu, hati Tao Heng Kan langsung tertegun. Meskipun seseorang yang tubuhnya tinggi besar, tetap tidak mungkin mem-punyai tapak kaki yang begitu lebar, panjang bah-kan jari-jemarinya besar-besar seperti itu. Lagipula tidak masuk akal bila seseorang berjalan di luaran tanpa memakai sepatu!
"I kouwnio, pengetahuanmu jauh lebih luas. Apakah kau dapat menduga jejak kaki apa yang terlihat ini?" tanya Tao Heng Kan.
I Giok Hong tersenyum mendengarkan pujian-nya.
"Tao kongcu, pujianmu terlalu tinggi. Orang seperti aku ini mana pantas dikatakan berpenge-tahuan luas?"
Hati Tao Heng Kan sedang tegang-tegangnya. Ucapan I Giok Hong yang diiringi dengan senyuman manis itu tetap sempat membuat dirinya terpaku sesaat. la menarik nafas panjang.
"I kouwnio, kalau aku tidak berhasil mengejar Lie Cun Ju. Mau tidak mau aku harus bunuh diri." Sembari berkata, tubuhnya langsung berkelebat lagi melesat ke depan.
Dengan tergesa-gesa I Giok Hong mengikuti Tao Heng Kan. Kembali mereka berlari sejauh tiga-empat li. Tanah yang becek sudah dilalui. Di hadapan mereka tampak tanah yang keras dan kering. Jejak kaki yang aneh itu pun putus sampai di situ. Tao Heng Kan hanya termangu-mangu
sesaat kemudian berlari lagi. Setelah berlari sejauh belasan li, di hadapan mereka sekarang memben-tang sebuah sungai yang lebar.
Sungai itu lebarnya hampir mencapai delapan depa. Sampai di situ kembali Tao Heng Kan termangu-mangu beberapa saat. Tingkahnya seperti orang linglung. Kemudian, tampak dia menghunus pedangnya kemudian bermaksud menggorok ba- tang lehernya sendiri.
I Giok Hong yang berdiri di sampingnya sejak tadi sudah melihat sikap Tao Heng Kan yang men-curigakan. Mimik wajah pemuda itu menyiratkan keputusasaan. Maka dari itu, baru saja tangan Tao Heng Kan bergerak, ia segera mengayunkan pecut-nya. Tali pecut itu laksana seekor ular hidup yang langsung melilit pedang di tangan Tao Heng Kan. Sret! I Giok Hong menarik pecutnya kuat-kuat sehingga pedang Tao Heng Kan menjauh dari batang lehernya.
"Tao kongcu, usiamu masih sangat muda, mengapa memilih jalan pendek?"
Kembali Tao Heng Kan menarik nafas panjang dan menatap I Giok Hong dengan wajah menyiratkan penderitaan.
"I kouwnio . . . kau tidak bisa menolongku . . . biarkan aku menempuh jalanku sendiri!"
I Giok Hong tertawa sumbang.
"Tao kongcu, kau lihat keadaanku ...? Ayahku sendiri sudah tidak menginginkan aku. Tetapi aku masih mencintai kehidupan ini. Sedangkan kau, orang tuamu masih ada, masih ada keluarga yang akan melindungimu, mengapa kau malah memilih jalan kematian?"
Tao Heng Kan termangu-mangu sesaat. la menggeleng- gelengkan kepalanya. Jari tangannya mengendur. Pedang yang digenggamnya pun ter-lepas dan jatuh dengan menimbulkan suara den-tangan di atas tanah. I Giok Hong membungkukkan tubuhnya untuk memungut kembali pedang itu. Dia memasukkan pedang Tao Heng Kan ke dalam sarungnya.
"I kouwnio . . . mengapa kau begitu baik terhadapku?" tanya Tao Heng Kan dengan tam-pang kebodoh-bodohan.
"Kau juga baik terhadapku," sahut I Giok Hong sambil tersenyum. "Beberapa hari yang lalu, ketika gurumu memerintahkan kau menikam aku, kau toh tidak sudi melakukannya." "Tapi . . . tapi aku ... toh . . ." Wajah Tao Heng Kan merah padam rnengingat kejadian itu.
"Kau tidak perlu banyak bicara lagi. Sekarang belum tentu kita gagal mengejar orang atau siapa saja yang menculik Lie Cun Ju itu. Lebih baik kita lanjutkan pengejaran kita!"
"Tetapi bagaimana kau bisa tahu arah man a yang diambilnya setelah menyeberangi sungai?
Bagaimana kita bisa mengejarnya kalau tidak ada kepastian?"
"Bagaimana lagi? Terpaksa kita mengadu peruntungan." Tao Heng Kan tertawa getir.
"I kouwnio, itu sama artinya dengan nyawa kita sudah hilang dua bagian. Aku benar-benar tidak mengerti, mengapa kau bersedia menempuh bahaya sebesar ini?"
Mendengar ucapan Tao Heng Kan yang tulus, hati I Giok Hong tergerak juga. Di samping itu dia juga tahu bahwa Tao Heng Kan memang seorang laki-laki sejati. Namun I Giok Hong tetap tidak mampu mengubah niatnya.
I Giok Hong menatap Tao Heng Kan lekat-lekat.
"Tao kongcu, apa yang terjadi atas dirimu sudah menjadi buah bibir orang-orang di dunia bu lim. Mereka menganggapmu sebagai tokoh yang misterius. Sebetulnya apa yang menyebabkan kau membunuh Li Po di kediaman Kuan Hong Siau hari itu? Siapa sebenarnya suhumu? Dapatkah kau men-ceritakannya kepadaku?"
Tao Heng Kan tertegun sesaat. "I kouwnio, seandainya aku tidak bertemu de-nganmu di tepi sungai itu, mungkin sekarang aku sudah mati bunuh diri. Aih! Sebetulnya aku tidak boleh menutupi masalah ini terhadapmu."
"Betul. Lagipula kita sudah saling mengenal, karena itu seharusnya kita saling terbuka." Tao Heng Kan menganggukkan kepalanya.
"Tapi, I kouwnio . . . aku khawatir, meskipun aku menceritakan dengan terus terang, belum tentu kau akan mempercayainya."
"Aku memang tidak mudah mem per cay ai perkataan seseorang, tetapi aku percaya penuh kepadamu."
Wajah To Heng Kan tampak menyiratkan perasaan terharu. Kemudian dia mengedarkan pandangan matanya ke sekitarnya. I Giok Hong tersenyum melihat sikap Tao Heng Kan.
"Tao kongcu, apakah kau khawatir ada yang mendengarkan kata-katamu? Pada jarak sejauh beberapa li dari tempat ini, rasanya tidak ada orang lain lagi."
"I kouwnio, apabila kita tidak berhasil menemukan Lie Cun Ju kembali, guruku pasti akan mencari kita sampai bertemu. Pada saat itu, aku khawatir kita tidak akan terlepas dari tangan kejinya, sebaiknya kau . . ."
Wajah I Giok Hong tampak menyiratkan kelembutan.