Pendekar Pemabuk Chapter 59

NIC

“Ah, akupun harus pergi!” katanya perlahan dan membalikkan tubuh hendak pergi.

“Anak muda, jangan harap bisa pergi sebelum aku mencoba kepandaianmu dan menebus kekasaranmu terhadap tuan rumah,” seru Sin Seng Cu yang mengulur tangannya hendak menangkap pundak pemuda itu untuk mencegahnya pergi.

Akan tetapi, tanpa menoleh, Gwat Kong menggerakkan tangannya ke belakang dan jari tangannya dengan cepat sekali mengirim totokan ke arah pergelangan tangan Sin Seng Cu yang hendak mencengkeram pundaknya, maka terpaksa tosu itu menarik kembali tangannya dengan hati terkejut dan kagum.

Tanpa menengok dapat melihat datangnya serangan bahkan dapat mengirim totokan yang tepat ke arah pergelangan tangannya hanya dapat dilakukan oleh seorang yang ilmu kepandaiannya sudah tinggi. Maka tosu ini menjadi ragu-ragu untuk melanjutkan niatnya menguji kepandaian lawan ini.

Tadi, menghadapi seorang gadis muda saja tak dapat mengalahkannya dan baiknya pertempuran tadi tidak berakhir kekalahan baginya dan keburu terhenti karena Si Ban terlempar. Maka kalau kini ia berkeras menghadapi Gwat Kong untuk kemudian ia kalah dalam tangan pemuda ini, biarpun yang menyaksikannya hanya kedua saudara Cong. Akan tetapi namanya akan terbanting turun dengan hebat!

Maka ia diamkan saja Gwat Kong berlari keluar mengejar Cui Giok. Dan setelah pemuda itu lenyap dari pandangan mata, ia bahkan lalu menegur kedua saudara Cong itu yang dikenalnya baik. Ia memberi nasehat agar kedua saudara itu suka merobah pikirannya dan jangan berlaku sewenang-wenang kepada kaum tani yang miskin. Karena hal itu tentu akan menimbulkan hal-hal yang tidak enak seperti yang telah terjadi sekarang ini.

“Sebagai orang gagah kalian harus berwatak terlepas dan berlaku baik terhadap orang yang patut ditolong. Karena kalau tidak demikian, tentu kalian akan dimusuhi oleh banyak orang kang-ouw.

Kedua saudara Cong itu tak berani membantah dan hanya menyatakan kesanggupannya untuk menurut nasehat tosu ini. Keduanya benar-benar telah merasa betapa hari ini mereka telah mendapat hajaran keras dari dua orang muda yang kelihatannya masih hijau. Mereka baru insyaf bahwa ilmu kepandaian mereka sesungguhnya masih rendah dan dangkal.

Maka mereka lalu mengajukan permohonan kepada Sin Seng Cu untuk melatih dan memberi pelajaran silat kepada mereka. Tosu ini tidak keberatan dan untuk beberapa hari lamanya ia memberi petunjuk-petunjuk kepada kedua saudara Cong itu dan banyak memberi nasehat kepada mereka sehingga keduanya sedikitnya terbuka mata mereka dan diharapkan takkan berlaku sewenang-wenang dan kejam terhadap kaum petani selanjutnya.

****

Gwat Kong percepat larinya untuk menyusul nona baju kuning yang amat dikaguminya itu. Ia bukan kagum karena kecantikan gadis itu, akan tetapi kagum karena menyaksikan ilmu pedangnya. Semenjak gurunya, yakni Bok Kwi Sianjin menceritakan kepadanya bahwa selain Sin-eng Kiam-hoat dan Sin-hong Tung-hoat masih ada lagi Pat-kwa To-hoat dari utara dan Im-yang Siang-kiam-hoat dari selatan. Ia ingin sekali bertemu dengan orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian itu.

Kini tak disangka-sangkanya, ia bertemu dengan seorang ahli waris Im-yang Siang-kiam dan ternyata ahli waris itu adalah seorang gadis muda yang cantik dan gagah dan berpribudi tinggi. Oleh karena inilah maka Gwat Kong ingin sekali berkenalan dan kalau mungkin mencoba ilmu pedang Im-yang Siang-kiam itu dalam sebuah pertandingan persahabatan.

Ia tadi melihat betapa gadis baju kuning itu berlari keluar dari dusun itu menuju ke barat, maka kini ia berlari cepat mengejar. Ia telah berlari cepat sekali dan cukup lama, akan tetapi belum juga ia dapat menyusul gadis itu. Ia menjadi penasaran dan mempercepat larinya hingga ia tiba di sebuah hutan yang penuh dengan pohon liu (semacam pohon cemara). Hutan itu indah sekali dan dari dari jauh ia mendengar suara air sungai mengalir. Akan tetapi ia merasa heran sekali karena tidak melihat bayangan orang yang dikejarnya. Kemanakah perginya gadis baju kuning itu? Apakah benar-benar ia memiliki ilmu lari cepat yang demikian luar biasa sehingga ia tidak mampu mengejarnya?

Gwat Kong masih merasa penasaran, maka ia lalu mendapat akal. Ia melompat ke atas cabang pohon liu dan terus memanjat ke atas bagaikan seekor kera. Setelah tiba di puncak pohon, ia berdiri dan memandang sekelilingnya. Akhirnya ia mengeluarkan seruan girang ketika melihat bayangan kuning berlari-lari di sebelah kiri hutan itu. Ia cepat melompat turun dan melakukan pengejaran ke arah kiri.

Tak lama kemudian, benar saja ia melihat gadis baju kuning itu berlari-lari di dalam hutan itu dengan gerakan yang gesit dan tubuh yang ringan. Gwat Kong lalu mempercepat larinya dan berseru,

“Lihiap (nona yang gagah)! Tunggulah sebentar!”

Akan tetapi ia kecele kalau menyangka bahwa nona itu akan memperhatikan seruannya, karena mendengar teriakannya ini, tanpa menoleh lagi dara baju kuning itu bahkan lalu mempercepat larinya dan menggunakan ilmu lari cepat Jouw-sang-hwe (Terbang di atas rumput). Gwat Kong menggigit bibirnya saking gemas. Jangan kau kira aku akan kalah dalam hal ilmu lari cepat darimu, demikian pikirnya dengan hati panas.

Ia tidak mau teriak-teriak lagi dan hanya mempercepat larinya dan menggunakan ilmu lari cepat yang belum lama ini disempurnakan atas petunjuk suhunya, yakni ilmu lari Teng-peng- touw-sui (Injak rumput seberangi sungai). Demikianlah, pada senja hari yang cerah itu, di dalam hutan pohon liu yang indah dua orang muda yang lihai sedang berlari cepat seakan- akan berlomba atau berkejar-kejaran!

Dengan mendongkol Gwat Kong mendapat kenyataan bahwa gadis itu ternyata memang sengaja hendak mempermainkannya, karena gadis itu bukan terus berlari ke depan. Akan tetapi membuat putaran dan seakan-akan sengaja main kejar-kejaran mengelilingi hutan. Ia tidak mau kalah dan terus mengejar dengan cepat.

Akhirnya dara baju kuning itu terpaksa harus mengakui keunggulan ilmu lari cepat Gwat Kong karena jarak di antara mereka makin lama makin dekat. Tiba-tiba ketika ia sampai di tempat terbuka, yakni sebuah lapangan rumput yang hijau dan segar, ia menunda larinya dan membalikkan tubuh dengan sepasang pedangnya di kedua tangan!

Gwat Kong segera mengangkat kedua tangan memberi hormat setelah berhadapan dengan nona baju kuning itu. Akan tetapi penghormatannya dibalas dengan sebuah tusukan kilat yang dilakukan oleh pedang di tangan kanan Sie Cui Giok. Gwat Kong segera mengelak dan berkata,

“Maaf, lihiap! Jangan marah dulu. Aku ”

Posting Komentar