Hasrat hatinya ingin benar Gan Hong Bie mengejar pihak musuh yang telah membasmi markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa, akan tetapi oleh karena dia menyadari betapa pentingnya berita yang dikirim oleh Kim Lun Hoat ong, maka dia memutuskan akan ikut berkumpul dengan isterinya dan dengan Bhok leng siangjin.
Tempat yang berupa sebuah kuil tua didusun Pek chung; terpaksa dia tinggalkan untuk diurus oleh anak buahnya, meskipun cabang Hong bie pang didusun itu belum secara resmi dibentuk, disamping itu dia juga terpaksa harus meninggalkan dara Lie Sin Lan yang menjadi rebutan dua pemuda Ciu San Bin dan Lim Seng Hong.
Dara Lie Sin Lan memang telah menyaksikan kegagahan si pemuda pendatang baru yang dengan mudah mengalahkan dua pemuda yang sedang berlomba hendak merebut cinta kasihnya. Dara nakal ini pun terpesona dengan muka tampan dari pemuda yang perkasa itu; sehingga waktu tubuhnya dipanggul dan dibawa kabur dia hanya perlihatkan lagak seperti meronta, padahal didalam hati dia merasa girang dan mengucap syukur karena dia telah menemukan seorang pemuda idaman hatinya.
Dara Lie Sin Lan tidak mengetahui bahwa adalah menjadi kebiasaan Gan Hong Bie yang selalu mengganti ujut melakukan penyamaran, kalau dia sedang melakukan pekerjaan dan harus bertemu dengan orang orang, itu sebabnya tidak banyak orang yang mengetahui tentang ujut yang sebenarnya dari Gan Hong Bie alias Hong bie kauwcu; yang sebenarnya usianya sudah tidak muda lagi. Cara dia melakukan penyamaran adalah dengan memakai semacam topeng yang dibikin dari bahan yang mirip dengan kulit manusia, sehingga umumnya tidak mudah buat seseorang mengetahui bahwa Gan Hong Bie sedang melakukan penyamaran.
Gan Hong Bie dalam ujut penyamaran sebagai seorang pemuda yang tampan membawa dara Lie Sin Lan ke kuil tua yang dijadikan tempat kediamannya. Dia tertawa tak hentinya waktu diketahuinya dara nakal yang menjadi rebutan dua orang pemuda itu, ternyata dengan rela telah menyerahkan diri dan memberikan kepuasan buat dia. Akan tetapi adanya 'urusan' lain yang lebih penting, maka terpaksa Lie Sin Lan ini juga ditinggalkan; dan pagi itu secara tergesa-gesa Gan Hong Bie berangkat menuju perbatasan kota Gan bun koan. Sementara itu, pertempuran yang sedang dilakukan oleh dua pemuda Lim Seng Hong dan Ciu San Bin yang melawan kelompok orang-orang Hong bie pang, masih terus berlangsung dan Lim Seng Hong tetap mengerahkan ilmu "ngo heng kiam hoat" untuk dia mengimbangi diri dari tiga orang pengepungnya. Akan tetapi waktu musuh ke empat ikut memasuki arena pertempuran; maka jelas kelihatan bahwa pemuda Lim Seng Hong menjadi terdesak.
"Kalian kawanan pengecut yang hanya bisa mengepung,” teriak Lim Seng Hong dengan geramnya, akan tetapi seorang lawan yang memakai senjata 'ko loaw pian' (cambuk kepala tengkorak), dengan tawa mengejek dia berkata:
"Kalian berdua justeru adalah cacing-cacing kepanasan yang harus mampus ..!"
Sehabis berkata begitu, maka orang itu telah mengatur serangannya memakai senjatanya yang istimewa; sebab pada mulut kepala tengkorak yang bolong terbuka kelihatan ada sebarisan gigi-gigi tengkorak yang sebenarnya mengandung bisa racun maut.
Didalam hati Lim Seng Hong menjadi cemas menghadapi lawan ini, yang dia anggap merupakan lawan yang terkuat.
Pada kesempatan yang dia peroleh maka pemuda Lim Seng Hong itu melirik kepada saingannya yang saat itu menjadi rekan seperjuangannya; dan tenyata waktu itu Ciu San Bin sedang dikepung oleh empat orang lawan, sebab musuh yang kena tendang tadi, ternyata telah ikut melakukan pengepungan, sedangkan musuh yang tertikam betisnya sedang berdiri menonton pertempuran itu dengan perlihatkan muka mengejek penuh dendam. Disaat Lim Seng Hong sedang melirik kearah rekannya, secara tiba-tiba seorang lawannya menyerang dia dengan suatu serangan yang berbahaya, membikin pemuda ini harus cepat-cepat berkelit menyamping, sementara tanpa memutar tubuh, pedangnya memapas dengan gerak tipu 'dari samping menggempur gunung' (shia pek tay san).
Sebagai hasil dari gerak serangannya itu, maka Lim Seng Hong berhasil membikin kepala lawannya menjadi terpisah dari batang lehernya, sehingga Lim Seng Hong terkena hujan darah yang berhamburan; mengakibatkan bulu bulu badannya pada bangun sebab baru untuk pertama kalinya itu dia membunuh jiwa manusia !
Musuh yang bersenjata cambuk tengkorak (ko louw pian) berteriak karena marah. Selanjutnya kemudian bergerak bagaikan hendak menikam dengan tipu "in heng cin nia” (awan menutup bukit cin nia); akan tetapi waktu Lim Seng Hong berhasil menghindar dari serangannya itu, maka sekali lagi musuh itu melakukan penyerangan, memakai jurus ‘soat yong lan kwan’ (salju menutup kota Lan kwan).
Dalam kagetnya Lim Seng Hong berusaha menghindar dengan menunduk, akan tetapi ikat kepalanya terkena sabetan senjata lawannya; sehingga ikat kepala itu putus, bahkan sebagian rambutnya ikut kena jadi sasaran, copot sampai pada akar-akarnya !
Keringat dingin membasahi tubuh Lim Seng Hong yang hampir direnggut maut sedangkan waktu itu pemuda Ciu San Bin juga sedang menghadapi ancaman bahaya, karena lengan kiri pemuda itu sudah terkena tusukan golok seorang musuh; membikin lengannya itu berdarah dan tenaganya menjadi berkurang.
Pada babak pendahuluan pemuda Ciu San Bin telah berhasil mengalahkan dua lawan, membikin dia merasa bangga dengan ilmu kepandaiannya dan menambah semangat tempurnya. Akan tetapi waktu kemudian dia dikepung oleh empat musuh, sedangkan bekas pecundangnya yang terluka selalu perdengarkan teriak suara mengejek maka kedudukan Ciu San Bin berobah menjadi pihak yang didesak.
Kegesitan dan kelincahan tubuhnya telah berkurang banyak karena Ciu San Bin merasa tenaganya hilang, akibat darah yang masih terus mengalir keluar dari luka pada lengan kirinya. Dia hanya mampu bertahan akan tetapi tidak sanggup melakukan serangan balasan kepada para pengepungnya. Kalau toh sampai sedemikian lamanya pihak musuh belum dapat mengalahkan dia, melulu sebab pemuda itu telah 'menutup diri' dengan pedangnya yang berputar memakai jurus jurus bertahan dari Bu tong kiam hoat, satu ilmu silat pedang golongan Bu tong pay.
Pada detik detik yang berbahaya bagi keselamatan kedua pemuda itu, maka tiba tiba datang seorang penunggang kuda yang mendekati tempat pertempuran itu.
Baik Lim Seng Hong maupun Ciu San Bin yang sempat melirik atau melihat orang baru datang itu, menjadi terkejut dan mengeluh; sebab habislah sudah harapan mereka buat melihat dunia atau buat bertemu lagi dengan dara Lie Sin Lan yang menjadi kekasih mereka berhubung yang baru datang itu ternyata adalah seorang laki laki muda yang wajah mukanya sudah tidak asing lagi buat kedua pemuda itu, yakni wajah muka pemuda yang pernah mengalahkan mereka berdua dan yang membawa kabur dara Lie Sin Lan
!
Akan tetapi, sesuatu yang mustahil (dalam anggapan kedua pemuda itu) telah terjadi sebab pemuda yang baru datang itu dengan geraknya yang lincah dan indah telah lompat turun dari kudanya, menyiapkan goloknya dan bagaikan harimau galak dia memasuki arena pertempuran, menyerang bagaikan banteng mengamuk dengan mengarahkan pihak orang orang yang sedang mengepung Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin.
Meskipun mereka merasa heran karena tidak mengerti namun datangnya si pemuda itu sangat menguntungkan pihak Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin yang jadi ikut mengamuk, bangkit lagi semangat tempur mereka sehingga pihak musuh akhirnya kabur terbirit-birit, bahkan ada yang tewas dan yang ditinggalkan oleh kawan kawan mereka. Sejenak Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin sempat mengatur pernapasan mereka, sambil mereka memperhatikan pemuda pendatang baru yang telah membantu mereka, yang pada saat itu sedang melangkah mendekati.
Dengan suatu tanda bersama, secara tiba tiba Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin bergerak menyerang pemuda pendatang baru itu!
Meskipun sedang tidak siaga, akan tetapi pemuda yang diserang itu sempat berkelit dengan lompat mundur. Jelas pemuda itu menjadi sangat heran dengan sikap kedua laki laki yang baru dibantunya itu, yang sekarang berbalik menyerang dia, bukan mengucap terima kasih. Akan tetapi, dengan sikapnya yang sabar pemuda itu menanya: