Sambitannya juga cepat sekali datangnya, begitu cepat sehingga sukar sekali untuk dikelit. Akan tetapi Eng Eng bukan murid Hek Sin-mo yang luar biasa ilmu kepandaiannya dan ginkangnya kalau ia dapat dijadikan korban oleh hanya sambaran tiga batang piauw itu. Piauw itu menyambar ke arah tiga tempat. Yang pertama menyambar ke arah ulu hatinya dengan kecepatan luar biasa, piauw kedua menyambar ke arah sisi kanannya setinggi kepalanya, adapun piauw ketiga menyambar ke arah sisi kirinya setinggi pahanya. Inilah sambitan piauw yang disebut "mengurung harimau menutup pintu guanya". Dengan cara serangan piauw seperti ini seakan- akan jalan keluar bagi yang diserang telah tertutup sama sekali. Mengelak ke kiri akan terserang oleh piauw ke tiga. Mengelak ke kanan akan diserang oleh piauw ke dua!
Adapun Eng Eng yang menghadapi serangan ini, tetap saja tenang sekali. Sambil tersenyum mengejek, ia menggerakkan goloknya, menyampok piauw yang meluncur ke arah ulu hatinya, tangan kanan yang tidak bersenjata diulurkannya ke atas, menangkap piauw yang terbang di sebelah kanannya lalu langsung disambitkan ke depan kembali, sedangkan kaki kirinya dengan gerakan istimewa sekali menendang ke arah piauw vang melayang sebelah kirinya, mengirim kembali piauw itu ke depan! Berbareng dengan tiga gerakan ini, yakni gerakan kedua tangan dan kaki kiri, tiga batang piauw itu dapat "diretour" kembali ke arah penyerangnya!
Ban Hwa Yong terkejut sekali melihat kelihaian Eng Eng ini. dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu!
Eng Eng melompat mengejarnya akan tetapi ternyata Ban Hwa Yong telah menghilang di balik rumah-rumah orang! Ting Kwan Ek mengejar Eng Eng dau setelah menjura ia berkata,
"Suma lihiap, amat besarlah budimu yang telah kaulimpahkan kepada kami sekeluarga dari Pek-eng Piauwkiok. Sungguh aku merasa menyesal sekali atas kejadian di rumah tadi, dan harap kau sudi kiranya memberi ampun kepada mereka dan suka kembali ke rumah kami."
Akan tetapi Eng Eng menggelengkan kepala, melemparkan goloknya yang dirampasnya dari Lo Beng Tat ke atas tanah dan menjawab,
"Tidak Ting-twako. Aku tidak sudi kembali ke rumah kotor itu! Sampaikan salamku kepada cici!" Setelah berkata demikian, gadis itu lalu berjalan pergi.
"Lihiap, pakaianmu masih berada di kamarmu." kata Ting Kwan Ek dengan gelisah dan bingung.
"Biarlah, lain kali kuambil l" jawab gadis itu yang segera berlari pergi. Ting-piauwsu tidak berdaya, hanya berdiri tunduk dengan kecewa sekali.
Ouw Tang Sin menghampiri sutenya dan sambil memegang lengan sutenya, ia berkata.
"Sute, kaumaafkanlah aku banyak-banyak. Aku benar-benar merasa menyesal sekali, akan tetapi apakah yang dapat kita lakukan?"
Kedua orang ini lalu kembali ke rumah mereka dan mereka disambut oleh semua orang dengan gelisah. Ternyata bahwa piauw yang disambitkan oleh Ban Hwa Yong ke arah Kim Bwe itu diberi sehelai kertas yang berisi ancaman mengerikan seperti berikut. Thian-te Sam kui takkan berhenti berusaha sebelum Pek eng Piauwkiok musnah dan hancur lebur beserta seluruh anggautanya! Tunggulah besok pagi-pagi sebelum terang!
Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin saling pandang dengan wajah pucat.
"Kaulah yang mencari perkara!" Kata Ouw Tang Sin kepada isterinya yang sementara itu sedang merawat luka di muka Lo Houw. Isterinya tidak menjawab hanya, cemberut saja sambil melepas kerling membenci ke arah suaminya.
Ting Kwan Ek, Ouw Tang Sin dan Lo Beng Tat lalu mengadakan perundingan. Mereka mengumpulkan anggauta.anggauta mereka yang pada waktu itu hanya ada sepuluh orang saja, karena yang lain sedang menjalankan tugas mengantar barang. Ketika terjadi keributan tadi, para pembantu mereka itu hanya menonton saja tanpa berani ikut turun tangan.
"Kita harus mengadakan persiapan untuk menyambut mereka," kata Lo Beng Tat. Orang tua ini untung juga bahwa kini terdapat alasan baginya untuk melupakan kekalahannya terhadap Eng Eng. Dengan menghadapi ancaman Thian-te Sam-kui maka peristiwa yang tadi terjadi memang tak perlu dipikirkan lagi dan semua pikiran harus dahulukan kepada bahaya yang mengancam hebat.
"Sudah terang bahwa Thian-te Sam-kui besok pagi-pagi hendak datang menyerbu, dan tak usah kita menyombongkan diri, karena sesungguhnya kepandaian mereka masih lebih tinggi dari pada kita. Kalau kita lawan begitu saja, biarpun kita berjumlah lebih banyak, agaknya sedikit sekali harapan untuk menang."
"Habis, bagaimana baiknya, gakhu (ayah mertua)? Untuk memanggil bantuan sudah tidak ada waktu lagi," kata Ouw Tang Sin gelisah.
"Memang tidak ada waktu," menyambung Ting Kwan Ek dengan gemas dan menggigit bibir.
"Akan tetapi, betapapun juga kita harus menghadapi mereka dengan senjata di tangan. Lebih baik mati seperti harimau dari pada disembelih seperti babi!"
Ucapan yang bersemangat ini membangunkan keberanian semua orang, dan Lo Houw yang kini sudah diobati lukanya, berkata,
"Biarlah kita maju berbareng. Ada ayah, cihu, Ting-piauwsu, aku sendiri dan enci Kim Bwe. Kita berlima dibantu oleh semua saudara, para piauwsu yang jumlahnya sepuluh orang, masa kita tak dapat mengusir mereka itu semua?"
Lo Beng Tat menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Takkan ada gunanya. Biarpun jumlah kita ada lima belas orang, akan tetapi kalau kita maju secara keroyokan, belum tentu kita akan dapat menang. Kita harus mempergunakan siasat!"
Sebagai seorang kepala rampok, Lo Beng Tat tentu saja memiliki banyak akal dalam menghadapi musuh-musuh tangguh. Ia lain mengajukan siasatnya yang didengar oleh semua orang dengan penuh perhatian,
"He, kau berempat!" Lo Beng Tat menunjuk kepada empat orang piauwsu yang duduknya paling depan seperti memerintah kepada anak buahnya sendiri saja, karena kepala rampok ini memang sudah biasa memerintah para perampok yang menjadi kaki tangannya.
"Kalian keluarlah dan jaga baik-baik di luar, di atas genteng di empat penjuru. Siasat yang hendak kita bicarakan tak boleh terdengar oleh orang lain, takut kalau-kalau fihak musuh akan mencuri dengar!" Empat orang piauwsu itu mengerti maksud orang tua ini dan mereka lalu keluar.
"Nah, dengar baik-baik. Besok pagi-pagi, tiga orang itu tentu akan datang bersama, dan kita berlima yang mengerti ilmu silat boleh duduk menanti di ruang depan yang lebar itu, Ting piauwsu, lebih baik kau suruh isteri, anak-anakmu. dan para pelayan yang lemah lebih dulu menyingkir ke lain tempat agar tidak menimbulkan hal-hal yang membutuhkan tenaga bantuan kita. Kemudian para piauwsu yang pandai melepas anak panah atau senjata rahasia lain, bersembunyi merupakan baihok (barisan pendam) mengurung ruangan itu. Apa bila ketiga orang iblis itu sudah datang dan hendak turun tangan, aku akan memberi tanda dengan lambaian tangan dan para piauwsu harus serentak menyerang dengan senjata rahasia. Nah dengan serangan tiba-tiba itu, ditambah oleh serangan kita, mustahil kita takkan dapat mengalahkan mereka."
Diam-diam Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin merasa malu dan tidak setuju dengan cara yang curang dan pengecut ini, akan tetapi pada waktu yang amat terdesak dan berbahaya, agaknya tidak ada lain jalan lagi yang lebih baik.
Semua orang menyetujui siasat ini dan segera setiap orang piauwsu diharuskan mempersiapkan diri. Kebetulan sekali pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar dan ternyata rombongan piauwsu yang pergi ke Kanglam mengantar dan mengambil barang-barang telah kembali. Akan tetapi, apakah yang terdapat dalam kendaraan mereka? Bukan barang berharga, melainkan mayat tiga orang piauwsu! Rombongan ini berdiri dari lima orang piauwsu yang terpilih pandai dan mereka kembali dari Kanglam membawa beberapa bal kain sutera yang mahal. Ketika rombongan ini hendak memasuki kota Han- leng mereka dicegat oleh Thian te Sam-kui! Ketiga iblis ini selain mencabut dan merobek-robek bendera Pek-eng Piauwkiok, juga membunuh tiga orang piauwsu, merampas barang-barang dan setelah mengerat daun telinga kedua piauwsu yang lainnya, mereka lalu menyuruh dua orang piauwsu itu masuk ke dalam kota Hun-leng, membawa jenazah ketiga orang kawannya!
Sambil merintih-rintih kedua orang piauwsu ini menuturkan pengalamannya kepada Ting-piauwsu dan Ouw piauwsu yang menjadi marah dan sakit hati sekali. Sambil mengepal tangan mereka berjanji hendak menghancurkan Thian-te Sam-kui pada esok hari atau mereka siap untuk menerima kematian di tangan ketiga orang Iblis Bumi Langit yang lihai itu!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali di perusahaan Pek eng Piauwkiok itu semua orang telah bersiap sedia. Di atas genteng, terpisah menjadi dua rombongan di kanan kiri telah siap dua belas orang piauwsu yang memegang anak panah, menjaga di atas ruang depan itu. Lo Beng Tat dengan garangnya telah duduk di kursi tengah sambil menaruh sepasang goloknya di atas meja, Lo Houw telah siap pula dengan sepasang ruyung di tangan. Lo Kim Bwe juga duduk di situ dengan sepasang goloknya pula. Adapun Ouw piauwsu dan Ting piauwsu dengan wajah tegang juga telah berkumpul di situ dengan senjata di tangan.
Keadaan sunyi sekali, karena hari masih amat pagi. Yang terdengar hanya kokok ayam jantan dan kicau burung-burung pagi. Semua berdiam diri, tidak berani mengeluarkan suara, dan memasang telinga dengan penuh perhatian, menanti datangnya ketiga iblis yang menakutkan itu.
Untuk lebih memperkuat penjagaan mereka Ting piauwsu telah melepaskan tiga ekor anjing peliharaan di luar pekarangan depan. Semua orang merasa gelisah dan boleh dibilang hampir semalam penuh tak seorangpun dapat meramkan mata.
Tiba-tiba terdengar anjing-anjing penjaga yang menggonggong keras dan riuh, akan tetapi dengan mendadak pula suara mereka lenyap seakan-akan leher ketiga anjing itu dicekik oleh tangan yang kuat! Keadaan menjadi sunyi kembali dan semua orang yang bersiap di ruang depan itu, makin gelisah dan memandang keluar dengan hati berdebar. Lo Beng Tat, jago tua itu kini telah mengambil golok yang ditaruh di atas meja, dipegangnya dengan kedua tangannya.
Tiba-tiba dari luar menyambar tiga bayangan hitam dan bayangan-bayangan ini langsung menubruk ke arah Lo Beng Tat, Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek! Ketiga orang ini terkejut sekali. Lo Beng Tat mengayun goloknya membacok, demikian Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek membacok ke arah bayangan yang menyambar ke arah mereka.
"Crap! Crap! Crap!" Darah muncrat membasahi lantai dibarengi oleh jatuhnya tiga bayangan yang menyerang itu, ketika golok ketiga orang ini mengenai sasarannya. Mereka semua memandang dan hampir saja Ting Kwan Ek mengeluarkan seruan keras saking kagetnya ketika melihat bahwa tiga bayangan yang menubruk tadi bukan lain adalah tiga ekor anjingnya yang tadinya menjaga di luar dan yang tadi masih terdengar gonggongannya. Kini tiga ekor anjing itu telah menggeletak di atas lantai dengan tubuh hampir terbelah dua dan darahnya membanjir di tempat itu!