Pedang Ular Merah Chapter 12

NIC

"Enci Kim Bwe, tidak percuma aku mempunyai saudara tua seperti kau ini! Terima kasih, enci yang baik, terima kasih! Kalau memang hal ini dapat berhasil, selama hidupku aku akan menjadi adikmu yang berbakti ."

Akan tetapi Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin mengerutkan kening, dan di dalam hati masing-masing, kedua orang ini tidak setuju dengan usul ini. Ting Kwan Ek tidak setuju oleh karena dalam pandangannya Lo Houw tidak pantas menjadi suami Eng Eng. Sedangkan Ouw Tang Sin yang sudah tergila-gila kepada Eng Eng, tentu saja tidak senang mendengar gadis ini hendak dijodohkan dengan lain orang! Akan tetapi tentu saja mereka tidak berani menyatakan ketidak-setujuan mereka karena merasa tidak berhak.

Lo Beng Tat berpikir sebentar, kemudian tertawa girang.

"Bagus, Kim Bwe, memang bagus sekali pikiranmu ini. Akupun tidak keberatan mempunyai seorang nyonya mantu secantik dia."

Kim Bwe merasa girang sekali. Dia memang sengaja hendak merangkap perjodohan ini agar supaya Hatinya terlepas dari pada cemburu terhadap Eng Eng dan suaminya.

"Adik Ting," katanya kepada Ting piauwsu "karena kau dan isterimu lebih dekat hubungannya dengan Eng Eng, maka kuharap kau suka menyuruh isterimu menjadi perantara dan wakil nona itu untuk menerima pinangan ini dan membicarakannya dengan nona Suma Eng."

Ting Kwan Ek merasa tidak enak sekali.akan tetapi sambil tersenyum ia menjawab.

"Kami tentu saja tidak berhak sama sekali untuk memutuskan hal ini dan tak dapat kami memaksa kepada nona Suma Eng untuk menerima atau menolaknya. Segala keputusan tergantung kepada pikiran nona itu sendiri. Akan tetapi tentu saja isteriku tidak akan merasa keberatan untuk menyampaikan pinangan ini." Setelah berkata demikian, ia lalu masuk ke dalam ruangan sebelah kiri.

Melihat kedatangan Ting piauwsu, Eng Eng lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri dengan hati masih mendongkol dan gemas kepada muka hitam yang dianggapnya menjemukan itu. Ketika Ting Kwan Ek memberitahukan kepada isterinya tentang usul pinangan itu, isterinya mengerutkan keningnya dan berkata sambil menarik napas panjang,

"Ah, benar-benar mencari perkara dan kesulitan! Baru saja Eng Eng telah datang dan menuturkan dengan marah betapa Lo Houw bersikap tidak menyenangkan. Gadis itu agaknya amat benci melihat muka dan pandangan mata Lo Houw yang dianggapnya kurang ajar." la lalu menuturkan kepada suaminya tentang percakapan antara dia dan Eng Eng tadi.

"Ah, sukar sekali kalau begitu Akan tetapi isteriku, betapapun juga, kau harus menyampaikan pinangan ini kepada Suma lihiap. Diterima atau tidak, bukanlah urusan kita. Suheng telah menyerahkan urusan ini kepada kita untuk disampaikan kepada yang bersangkutan, mau tidak mau kita harus melakukan. Kau yang pandai saja bicara agar Suma lihiap tidak menjadi marah."

"Baiklah, akan kucoba." Kata isterinya dengan hati rusuh karena ia dapat menduga dengan penuh keyakinan bahwa Eng Eng pasti akan marah mendengar pinangan ini, ia maklum bahwa gadis itu masih belum tahu betul tentang tata susila kehidupan dan masih kasar, apalagi tentang jodoh dan pinangan, dalam hal ini benar-benar Eng Eng masih belum mengerti. Benar saja, betapapun hati-hatinya menyampaikan pinangan itu kepada Eng Eng di dalam kamar gadis ini, Eng Eng menyambut dengan mata memancarkan cahaya berapi dan mukanya menjadi merah sekali.

"Apa?" teriaknya keras sehingga terdengar sampai di luar kamar.

"Si muka hitam yang kurang ajar itu minta aku menjadi isterinya? Minta aku menjadi seperti cici terhadap Ting twako? Gila! Dia gila, kurang ajar dan berani mati! Akan kutampar mukanya yang hitam untuk kelancangannya itu!"

Eng Eng marah sekali. Tanpa ia ketahui sebabnya, mendengar bahwa ia diminta menjadi isterinya si muka hitam menimbulkan perasaan malu, jengah, terhina dan yang bergabung menjadi perasaan hebat. Ia hendak melompat keluar dan memberi hajaran kepada si muka hitam, akan tetapi nyonya Ting cepat mencegahnya dan berkata,

"Adik Eng, jangan kau marah. Urusan ini dapat dibereskan dengan amat mudah. Kalau kau tidak setuju, kau berhak menolak dan habis perkara! Mengapa mesti marah-marah?"

"Tidak! Aku harus memberi hajaran kepada monyet hitam itu, agar supaya ia dapat tahu siapa aku dan tidak berani kurang ajar lagi!" Sambil berkata demikian, ia melompat keluar dari kamarnya.

Akan tetapi, alangkah heran dan kagetnya ketika melihat bahwa di luar kamarnya telah berdiri Lo Houw si muka hitam itu sendiri! Pemuda ini nampaknya marah akan tetapi melihat Eng Eng, kemarahannya itu mereda dan kembali mulutnya menyeringai membuat mukanya yang sudah hitam itu semakin tambah memburuk.

"Nona yang manis! Aku tidak merasa sakit hati melihat kemarahanmu, karena sudah biasanya seorang gadis menjadi marah kalau dilamar orang. Kemarahan yang timbul karena malu-malu. Betul tidak?"

"Monyet hitam, kalau kau tidak lekas menutup mulut dan pergi dari sini, akan kuhancurkan kepalamu!" Bentak Eng Eng dengan alis berdiri.

Aduh galaknya!" Lo Houw mengejek seakan-akan melihat seorang anak kecil yang sedang marah.

"Kau belum tahu siapa aku, nona. Aku Lo Houw dijuluki orang Si Ruyung Maut, dan kalau baru menghadapi keroyokan sepuluh orang saja, aku takkan mudah menyerah. Apa lagi seorang nona manis seperti engkau ini! Ha, ha, ha, makin marah kau menjadi makin cantik saja!"

Eng Eng tak dapat menahan kesabarannya lagi dan hendak menerjang, akan tetapi nyonya Ting yang sudah keluar pula, segera menubruk dan membujuk.

"Eng Eng jangan ......! Jangan kau berkelahi di dalam rumah, hal ini amat tidak baik. Bersabarlah kau, adikku."

Kemudian ia berpaling kepada Lo Houw dan berkata dengan suara kaku,

"Adik Lo Houw, kuharap kau suka berlaku sopan dan jangan mengganggu tamu kita."

Dengan muka berubah gelap karena malu, Lo Houw hendak mengundurkan diri akan tetapi Eng Eng sudah memberontak dari pelukan nyonya Ting dan berkata keras,

"Aku tidak sudi mengalah begitu saja! Aku bukan tamu lagi! Hei, monyet hitam, kalau kau memang gagah, keluarlah dan mari kita membuat perhitungan di luar!" Sambil berkata demikian. Eng Eng lalu berlari Keluar dari rumah itu dan berdiri di halaman depan, menanti datangnya seorang yang dibencinya.

Mendengar suara ribut-ribut ini, semua orang keluar pula dan kebetulan sekali ketika Eng Eng keluar dari rumah itu, ia bertemu dengan Lo Beng Tat dan Ouw Tang Sin yang masih berada di ruang depan, Ouw Tang Sin menjadi bingung mendengar dan melihat kemarahan Eng Eng, akan tetapi Lo Beng Tat yang berwatak kasar, menjadi marah sekali mendengar betapa puteranya dimaki-maki oleh Eng Eng. Ia bangkit berdiri dan sekali ayun tubuhnya, ia telah berdiri di depan gadis itu.

"Nona Suma!" Bentaknya sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muka Eng Eng,

"karena mendengar kata-kata anak perempuan dan mantuku bahwa kau adalah seorang gadis baik-baik aku dengan sesungguh hati mengajukan pinangan padamu untuk puteraku. Apakah salahnya hal ini? Mengapa kau menjadi marah marah tanpa sebab? Misalnya kau tidak setuju, kau boleh menolak dengan sopan dan baik-baik, tidak menjadi marah-marah seperti gadis gila!"

"Bangsat tua bangka, apa kau kira aku takut kepadamu? Jangan banyak membuka mulutmu yang kotor!Eng Eng membalas dengan makian, karena ucapan Lo Beng Tat ini bagaikan minyak yang menambah berkobarnya api kemarahan dalam hatinya.

Lo Beng Tat adalah seorang kepala rampok yang ganas, kasar dan tak kenal takut. Ia terkenal dengan ilmu golok kembar dan juga memiliki tenaga yang besar sekali. Tingkat kepandaiannya, apabila dibandingkan dengan Ouw Tang Sin mantunya mungkin masih menang setingkat terutama sekali dalam tenaga karena sesungguhnya raksasa tua ini tenaganya amat mengejutkan orang. Kini mendengar makian seorang gadis muda kepadanya, tentu saja ia menjadi marah sekali. Sekali ia menggerakkan tangan kanan, sepasang golok telah tercabut yang segera dipegang olen kedua tangannya. Golok ini lebar dan tajam sekali berkilauan menyilaukan mata.

"Kau mencari mampus!" teriak Lo Beng Tat yang segera menyerang dengan sepasang goloknya. la memutar sepasang goloknya bagaikan kitiran cepatnya, golok kanan mengancam kepala, sedangkan golok kiri diputar menyerang pinggang lawan!

"Bagus, tua bangka, perlihatkanlah keburukan ilmu silatmu!" Eng Eng mengejek dan begitu tubuhnya berkelebat, ia telah dapat mengelak dari serangan dua batang golok itu.

Lo Beng Tat mengejar lagi dan melanjutkan serangannya bertubi-tubi. Ouw Tang Sin menjadi makin bingung. Untuk mencegah mertuanya, ia tidak berani, akan tetapi kalau dilanjutkan pertempuran itu, berarti fihaknya telah ada perpecahan, dan bagaimana nanti kalau musuh-musuh yang ditakutinya itu datang mengganggu? Juga Ting Kwan Ek, Kim Bwe, dan semua orang yang keluar tak berani turun tangan mencegah pertempuran itu. Ting piauwsu hanya memandang dengan muka pucat dan diam-diam ia amat benci kepada Lo Houw yang dianggap menjadi gara- gara dan biang keladi semua ini.

Posting Komentar