Pedang Ular Merah Chapter 10

NIC

Seandainya dua bulan yang lalu, Ting Kwan Ek bicara seperti ini mungkin Eng Eng tidak akan mengerti betul maksudnya akan tetapi Eng Eng telah mendapat keterangan yang jelas setiap harinya oleh nyonya Ting tentang keadaan di dunia ramai dan ditambah oleh kecerdikannya, maka tahulah dia bahwa orang she Ouw itu masih belum percaya kepadanya. Ia tersenyum dan bangkit berdiri, lalu berkata,

"Baiklah akupun ingin sekali menyaksikan kehebatan Pek eng to hwat seperti yang pernah kudengar dari cici!" Ia selalu menyebut Ting hujin dengan panggilan cici atau kakak perempuan.

Ouw Tang Sin tersenyum puas, dan ia memang sudah bersiap untuk melakukan pibu ini. Pakaian yang dipakainya ringkas dan pendek sedangkan goloknya memang selama ini tak pernah berpisah dari pinggangnya dalam persiapannya menjaga datangnya musuh tangguh. Ia lalu melompat berdiri di tengah lapangan lian bu thia (ruang belajar silat) yang berada di tengah ruangan besar itu sambil mencabut goloknya.

"Bagus, nona. Silakan kau maju memperbaiki sedikit kepandaian!"

Pada saat itu, Lo Kim Bwe muncul dari pintu dalam dan nyonya muda yang juga pandai silat ini lalu menonton dengan hati tertarik. Lo Kim Bwe sendiri memlliki ilmu silat siang-to (sepasang golok) yang cukup lihai, maka kini melihat suaminya hendak mengadu kepandaian dengan nona Suma Eng yang diam-diam dibenci dan dlcemburuinya, ia memperhatikan dengan mata tajam. Seperti juga suaminya, nyonya yang pandai ilmu silat inipun telah bersiap untuk menjaga kedatangan musuh-musuh yang tangguh. Bahkan ia telah memberi kabar kepada ayah dan kakaknya untuk datang melakukan penjagaan.

Eng Eng menghampiri Ouw Tang Sin yang sudah memasang kuda-kuda dengan gagahnya, sepasang kaki, dipentang teguh dan goloknya melintang di depan dada. Dengan secara sembarangan saja Eng Eng lalu berdiri dekat dengan piauwsu itu, lalu berkata,"Nah, kau maju dan seranglah, Ouw piauwsu, Masih menanti apalagi?"

"Mana senjatamu, nona? Keluarkanlah senjatamu agar mataku terbuka dan menyaksikan kelihaianmu."

"Aku tidak biasa menggunakan senjata kalau tidak terpaksa, demikianlah pesan suhuku. Hayo kau seranglah, kalau kiranya aku tidak tahan menghadapi golokmu, tanpa kau minta aku akan mengeluarkan senjata."

Diam-diam Ouw Tang Sin merasa mendongkol juga karena ucapan ini bersifat memandangnya rendah sekali. la lalu majukan kakinya dan menggerakkan tangan kirinya, kemudian berseru,"Nona, awas golok!" berbareng dengan ucapannya ini, ia menyerang dengan goloknya, menggunakan gerak tipu Pek eng-tho sim (garuda Putih Mencuri Hati).

Dengan gerakan yang cepat sekali goloknya berkelebat menyambar ke arah dada Eng Eng yang masih berdiri dengan tenang, seakan-akan tidak memperdulikan berkelebatnya golok yang menyilaukan mata. Melihat betapa Eng Eng sama sekali tidak mengelak sedangkan goloknya sudah mendekati dada, Ouw-piauwsu menjadi terkejut sekali dan cepat ia menahan serangannya. Orang yang dapat menahan gerakan golok yang cepat itu secara tiba-tiba sudah menunjukkan bahwa ilmu silatnya cukup baik dan tenaganya sudah sempurna, karena ia dapat menguasai tenaga dalam goloknya. Tentu saja Ouw piauwsu tidak tega untuk melukai dada nona cantik yang menarik hatinya itu.

"Eh, nona, mengapa kau tidak mengelak?" tanyanya heran sambil menahan serangannya. Suma Eng tersenyum mengejek,

"Mengapa harus mengelak? Golokmu masih jauh dan tidak dielak juga ternyata kau tarik kembali. Mengapa aku harus bersusah payah mengelak?"

"Kalau diteruskan bukankah kau akan terluka berat?" tanya pula Ouw piauwsu dengan mendongkol juga, merasa dipermainkan.

"Kalau kau teruskan seranganmu, tak usah kau suruh tentu akan kuhindarkan bahaya itu."

"Kau tabah sekali, nona. Nah awaslah seranganku ini!"

Kini Ouw Tang Sin tidak berlaku sungkan lagi dan ia mulai menyerang dengan gerak tipu Garuda Putih Menyambar Air. Goloknya mula-mula diangkat ke atas dan agaknya hendak membabat pinggang akan tetapi tiba- tiba goloknya meluncur ke bawah dan membabat pergelangan kaKi orang! Eng Eng seperti juga tadi, berdiri dengan sembarangan saja dan ketika golok itu hampir membabat kakinya ia tidak melompat, melainkan mengangkat kaki kirinya dan memapaki golok itu dari atas! Memang luar biasa sekali cara menyambut golok dengan kaki ini. Dengan gerakan yang melebihi cepatnya sambaran golok; kaki yang diangkatnya ini menginjak dengan tiba-tiba dan kalau sambaran golok dilanjutkan golok itu tentu akan kena diinjak-injak sebelum mengenai sasaran.

Ouw Tang Sin terkejut dan juga heran. Tentu saja ia tidak mau membiarkan goloknya terinjak, karena hal ini berarti merupakan penghinaan baginya. Ia menarik kembali goloknya dan ia membacok bertubi-tubi sambil mengeluarkan gerak tipu Garuda Putih Bermain di Awan, sebuah cabang dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat yang lihai. Goloknya menyambar-nyambar dengan cepat sekali, berobah menjadi seguluug sinar putih yang lebar dan mendatangkan angin membuat rambut Eng Eng berkibar-kibar. Diam-diam Eng Eng memuji dan maklum bahwa ilmu kepandaian Ouw piauwsu masih lebih tinggi setingkat dari pada ilmu silat Ting Kwan Ek.

Akan tetapi hasil serangan-serangan dari Ouw Tang Sin, ini tidak ada sama sekali bahkan akibatnya membuat Ting Kwan Ek dan juga Lo Kim Bwe menjadi bengong saking herannya. Mereka hanya melihat tubuh Eng Eng bergerak dengan aneh seperti orang menari-nari melenggok ke kanan kiri, kadang- kadang melompat atau menyampok dengan tangannya. Akan tetapi biarpun gerakan tubuh ini nampak aneh dan tidak teratur sama sekali, namun sedikitpun golok di tangan Ouw piauwsu tak pernah mengenai sasaran. Beberapa kali punggung golok itu terkena sampokan tangan Eng Eng dan Ouw piauwsu merasa betapa tangannya tergetar secara aneh!

Sebetulnya Eng Eng sedang menghadapi Ouw Tang Sin dengan ilmu silat tangan kosong yang disebut Kwan-im jip-pek-to (Dewi Kwan Im Menyambut atau Masuk Dalam Ratusan Golok) dan mempergunakan ginkang yang sudah sempurna itu untuk menghindarkan diri dari sambaran golok. Akan tetapi oleh karena ilmu silat ini hanya sebagai dasarnya saja, sedangkan gerakannya dilakukan dengan bebas, maka nampaknya tidak karuan dan membingungkan lawan.

Betapapun juga, tidak mudah bagi Eng Eng untuk membalas dengan serangannya. Gerakan golok lawan benar-benar cepat dan bertubi-tubi sehingga ia hanya dapat mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mengelak dan menjaga diri saja. Ouw Tang Sin adalah seorang ahli silat kawakan yang sudah banyak mengalami pertempuran-pertempuran besar dan ilmu silat serta tenaganya termasuk tingkat tinggi. Sampai lima puluh jurus lebih Ouw Tang Sin menyerang, namun sedikit juga belum pernah dapat menyerempet ujung baju dara perkasa itu! Diam-diam Ouw Tang Sin terkejut dan tunduk betul. Kini ia tidak ragu-ragu lagi dan mulai percaya akan penuturan sutenya. Siapakah orangnya yang dapat menghadapi goloknya dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa terdesak sama sekali! Ia mengalami hal yang aneh dalam pertempuran menghadapi Eng Eng ini. Sebagian besar dari serangannya gagal di tengah jalan, bahkan gagal sebelum serangan itu dilancarkan.

Beberapa kali, baru saja goloknya hendak digerakkan untuk menyerang, agaknya nona itu sudah maklum dan, dapat menduga sehingga selalu mendahuluinya dengan pemasangan kaki atau tangan ke arah jalan darah pada nadi tangannya yang memegang golok. Dangan demikian, apabila serangan ia teruskan, sebelum goloknya mengenai tubuh lawan, terlebih dulu nadinya akan terkena tiamhwat (ilmu totokan) gadis yang. sangat lihai itu.

Eng Eng merasa gemas juga melihat betapa Ouw piauwsu belum juga mau mengaku kalah. Menurut patut, setelah dilawan dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa bisa mendapat kemenangan, piauwsu itu sudah harus mengaku kalah. Agaknya orang ini perlu diberi bukti, katanya dalam hati.

Memang Ouw Tang Sin belum merasa puas dan pula ia telah "jatuh hati" terhadap gadis cantik jelita yang pandai sekali ini. Berpibu melawan Eng Eng dianggapnya sebagai suatu kesempatan yang baik sekali untuk berdekatan dengan gadis itu. Selain demikian, iapun hendak mendesak gadis itu sekuatnya agar supaya gadis ini memperlihatkan kepandaiannya yang terlihai, karena dengan jalan ini akan lebih tebal kepercayaannya untuk mengandalkan bantuan Eng Eng menghadapi Thian-te Sam- kui yang tangguh.

Demikianlah dengan membuta dengan kenyataan bahwa gadis itu berlaku murah dan mengalah terhadapnya. Ouw Tang Sin memutar goloknya makin cepat lagi, mengeluarkan gerak tipu simpanan dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat, Tiba-tiba ia merasa terkejut dan silau matanya karena entah dengan gerakan bagaimana, tahu-tahu gadis itu telah memegang sebatang pedang yang ketika digerakkan mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata! Ketika melihat sinar pedang bergulung mengarah lehernya, Ouw Tang Sin cepat menangkis dengan goloknya, akan tetapi bagaikan mempunyai mata, pedang itu dapat mengelak dari benturan dan kini menerobos ke bawah hendak menusuk perutnya! Ouw Tang Sin terkejut sekali karena gerakan serangan ini seperti serangan sungguh-sungguh dan agaknya perutnya akan tertembus pedang kalau ia tidak cepat bertindak. Untuk mengelak tidak ada waktu lagi, maka ia cepat menyabetkan goloknya ke bawah, ke arah pergelangan tangan lawan! Pikirnya, kalau gadis ini melanjutkan serangannya, tentu pergelangan tangannya akan terbabat putus oleh goloknya!

"Trang?" Bunga api menyambar dan Ouw Tang Sin cepat melepaskan gagang goloknya. Ketika ia membacok ke bawah tadi, ia telah menggunakan tenaga, maka ketika ditimpa dari atas, tenaga bacokan ke bawah menjadi berlipat kekuatannya sehingga tangannya terasa panas dan sakit. Setelah goloknya terlepas dan ia melihat ke bawah ternyata bahwa goloknya telah dapat dipatahkan menjadi dua oleh pedang yang luar biasa dan yang bersinar kemerah-merahan itu!

Akan tetapi, ketika ia memandang kepada Eng Eng dengan senyum kagum gadis itu sudah bertangan kosong lagi, entah kapan ia menyimpan pedangnya yang luar biasa tadi.

"Hebat, hebat!" Seru Ouw Tang Sin sambil menjura.

"setelah kau bersenjata, dalam tiga jurus saja kau berhasil mengalahkan aku! Ah, nona Suma Eng, kini aku tidak ragu-ragu lagi dan terimalah hormat serta kagumku. Kau benar-benar lihai!"

Eng Eng tidak melayani pujian ini, hanya tersenyum dan dengan tenang duduk kembali ke atas bangku.

"Baru kali ini aku melihat pedangmu yang hebat, lihiap." Kata Ting Kwan Ek dengan girang.

Posting Komentar