Pedang Ular Merah Chapter 09

NIC

"Akupun mengkhawatirkan haI ini, suheng. Oleh karena itulah maka aku rnembujuk murid Hek Sin-mo itu untuk suka datang ke sini. Agaknya dia tidak waras otaknya atau memang aneh adatnya. Kalau kita bisa mengikatnya disini kita boleh mempunyai pembantu yang boleh dipercaya."

Ouw Tang Sin mengangguk- angguk menyatakan setuju atas siasat sutenya itu, namun dengan perlahan ia berkata,

"Aku masih ragu-ragu dan biarlah aku mencari kesempatan untuk menguji kepandaiannya. Dalam menghadapi Thian-te Sam kui, kita harus berhati-hati. Kau sudah tahu akan keganasan mereka, sute."

"Tentu, suheng. Akan kubujuk agar supaya Suma Eng suka melayani kau menguji kepandaian dan sementara itu lebih baik kita jangan menerima pengiriman barang barang berharga dan untuk sementara waktu, aku tidak akan pergi dari Hun " leng sehingga sewaktu-waktu datang bahaya, kita bisa menghadapinya bersama-sama."

Sementara itu, setelah berada di dalam kamar bersama nyonya Ting, Eng Eng lalu melepaskan ikat kepala dan buntalannya, kemudian atas permintaan nyonya Ting, ia menceritakan semua pengalamannya semenjak kecil dan hidup di dalam hutan bersama suhunya. Nyonya Ting yang baik hati merasa sangat terharu dan tahulah ia kini bahwa Eng Eng sama sekali bukannya berotak miring, akan tetapi adatnya yang aneh timbul oleh karena ia tidak mengetahui tata susila kehidupan masyarakat ramai.

la minta agar supaya Eng Eng berganti pakaian dan setelah buntalan dibuka, ia melihat bahwa di antara pakaian dara perkasa itu terdapat beberapa stel pakaian wanita yang cukup Indah, hasil curian Hek Sin-mo.

"Adik Eng Eng yang baik, sesungguhnya seorang wanita harus mengenakan pakaian wanita pula, karena pakaian yang kau pakai tadi adalah pakaian untuk laki laki. Kecuali kalau memang kau hendak menyamar agar memudahkan perantauanmu, tiada halangan kau mengenakan pakaian laki-laki."

Sambil tertawa-tawa karena tidak mengerti betul Eng Eng lalu mengenakan pakaian wanita dibantu oleh Ting hujin yang baik hati dan ramah tamah. Setelah ia mengenakan pakaian itu, Ting hujin sendiri memandang kagum dan beberapa kali mengeluarkan ucapan memuji. Memang kecantikan yang dimiliki oleh Eng Eng adalah kecantikan yang wajar, kecantikan yang sama sekali tidak tersentuh Oleh bantuan Iuar berupa bedak ataupun yanci. Bahkan gadis ini tidak pernah menyisir rambutnya akan tetapi oleh karena selama tinggaI di dalam hutan ia selalu mandi dan mencuci rambutnya dengan semacam daun yang berbusa, rambutnya bersih, hitam dan halus. Kini nyonya Ting yang merasa kagum meIihat kecantikannya dan sayang melihat kemurnian dan ketulusannya, lalu menghias gadis itu seperti menghias seorang calon pengantin. Makin bertambah kemolekan Eng Eng dan ketika nyonya Ouw masuk ke dalam kamar kecantikan nyonya muda yang banyak dibantu oleh hiasan ini nampaknya muram dan tidak berarti! la berdiri dengan mata terbelalak heran dan kagum.

"Aduh hampir aku tak dapat percaya bahwa pemuda tampan tadi kini telah menjadi seorang gadis cantik jelita" katanya.

Sambil tersenyum-senyum ia menghampiri, Eng Eng merasa tidak enak dan entah mengapa, ia tidak suka kepada nyonya muda yang berbe-dak tebal, bermata genit dan berbau harum menyolok di hidung karena memakai wangi-wangian ini. Demikianlah, semenjak hari itu Eng Eng menjadi murid nyonya Ting, menerima pelajaran tentang tatasusila dan kesopanan seorang wanita. Baru sekarang terbuka matanya terhadap kehidupan manusia di dunia ramai. Karena menganggap bahwa Eng Eng sudah cukup dewasa untuk mempelajari kesopanan dan batas persoalan laki-laki dan wanita. Nyonya Ting lalu memberi keterangan tentang segala macam hal itu. Berbeda dengan nyonya Ouw yang pandai ilmu silat, Nyonya Ting ini adalah seorang terpelajar dan dengan halus ia memberi pelajaran kepada Eng Eng tentang prikemanusiaan dan sopan-santun. Bahkan ia hendak memberi pelajaran ilmu membaca kepada Eng Eng akan tetapi Eng Eng tidak suka dan tidak sabar mempelajarinya.

Eng Eng merasa suka tinggal di samping nyonya Ting yang manis budi. Ia duka pula kepada kedua anak kecil putera dan puteri Ting-piauwsu dan memberi pelajaran dasar-dasar ilmu silat kepada mereka. Perhubungannya terhadap Ting piauwsu dan Ouw piauwsu tetap baik dan terbuka. Biarpun ia kini telah mendengar dari nyonya Ting tentang kekurang-ajaran laki-laki terhadap wanita, namun kebe-basannya masih belum dapat dikekang dan iabergaul dengan kedua orang kepala piauwkiok dengan ramah dan terbuka. la tidak merasa sungkan untuk makan bersama-sama mereka, untuk duduk mengobrol sampai jauh malam! Tentu saja kecantikan gadis ini dan keramahan serta kejenakaannya memabokkan kepala Ouw-piauwsu yang terkenal mata keranjang! Hatinya berdebar-debar keras apabila ia bercakap-cakap dengan Eng Eng dan gadis ini mengobral senyumnya yang manis, sungguhpun senyum itu bersih dan jujur.

Kalau dulu nyonya Ouw, yakni Lo Kim Bwe tergila gila kepada Eng Eng ketika dara pendekar ini datang sebagai seorang pemuda, kini rasa cintanya ini berobah kebencian yang hebat berdasarkan cemburu terhadap Eng Eng yang ramah tamah dan manis budi terhadap laki-laki yang manapun, juga membuat hati Lo Kim Bwe menjadi panas dan ia menyangka bahwa suaminya bermain gila dengan Eng Eng! Kim Bwe adalah puteri seorang perampok besar. Lima tahun yang lalu ketika Ouw Tang Sin sedang mengantarkan barang berharga ke kota raja, di tengah hutan ia di-ganggu oleh kawanan perampok yang dikepalai oleh Lo Beng Tat, perampok yang telah terkenal karena ilmu silatnya yang tinggi. Lo Beng Tat mempunyai banyak sekali anak buah sedikitnya ada lima puluh orang perampok yang menjadi kaki tangannya.

Ouw Tang Sin tentu saja tidak mau menyerah dan dibantu oleh anak buahnya, ia melakukan perlawanan hebat sehingga banyak sekali perampok yang tewas oleh amukannya. Akan tetapi ia harus menyerah karena tidak saja kepala perampok she Lo itu tangguh sekali, juga ia dikeroyok oleh banyak orang. Enam orang kawannya tewas dalam pertempuran itu dan ia sendiri kena ditawan oleh Lo Beng Tat.

Lo Beng Tat merasa kagum melihat kegagahan Ouw piauwsu. Perampok ini mempunyai dua orang anak, yakni yang sulung seorang laki-laki bernama Lo Houw yang memiliki kegagahan seperti ayahnya. Anak kedua yang bungsu, bernama Lo Kim Bwe yang cantik jelita dan juga pandai ilmu silat pula. melihat kegagahan Ouw piauwsu timbul niatan untuk mengambil mantu piauwsu ini.

Dengan perantaraan seorang perampok tua kepala rampok itu menyampaikan kehendaknya kepada Ouw Tang Sin. Tentu saja Ouw piauwsu tidak sudi menerima "pinangan" ini. Ia memang belum menikah sungguhpun usianya telah tiga puluh tahun lebih, akan tetapi siapa mau dipunggut mantu seorang kepala rampok? Dan pula, seorang perampok yang hidup seperti orang liar di dalam hutan mana bisa mempunyai seorang anak gadis yang patut dan cantik?

Akan tetapi, ketika ia melihat Kim Bwe, puteri kepala rampok itu, ia menjadi melongo! Gadis yang berusia dua puluh tahun itu benar-benar cantik jelita seperti puteri bangsawan, matanya kocak dan pinggangnya ramping. Ditambah oleh gaya Kim Bwe yang memang genit menarik, hati Ouw piauwsu yang mata keranjang ini dengan mudah jatuh terpikat. Akhirnya ia menerima juga dan dikawinkanlah mereka di dalam hutan itu! Tak lama kemudian, Ouw piauwsu lalu mengajak istrinya pulang ke Hun-leng dan melanjutkan pekerjaannya.

Dua bulan kemudian semenjak Eng Eng tinggal di rumah Pek-eng Piauwkiok, Baik Ouw-piauwsu maupun Ting piauwsu selama dua bulan itu tidak berani meninggalkan rumah, takut kalau datang gangguan dari Ban Yang Tojin dan kawan-kawannya. Antaran barang-barang dilakukan oleh anak buah mereka saja.

Pada suatu bari, Ouw piauwsu dan Ting piauwsu bercakap-cakap dengan Eng Eng yang kini mengenakan pakaian wanita yang ringkas dan mencetak tubuhnya sehingga tidak saja ia nampak manis molek, akan tetapi juga nampak gagah sekali.

"Suma lihiap, kau tentu sudah maklum bahwa keadaan kami dan perusahaan kami berada dalambahaya dan ancaman. Ban Yang Tojin yang dulu pernah kau kalahkan." kata Ting Kwan Ek kepada Eng Eng.

"Ting twako, mengapa orang macam Ban Yang Tojin saja harus ditakuti? Kalau dia memang penasaran, biarkan ia datang ke sini untuk mencari penyakit!" jawab Eng Eng. Memang, atas permintaan Ting hujin, Eng Eng selanjutnya menyebut twako (kakak) kepada Ting-piauwsu. Akan tetapi kepada Ouw Tang Sin ia tidak mau menyebut kakak, dan bahkan menyebut "Ouw piauwsu" saja! Entah mengapa mungkin perasaan wanitanya yang halus, sungguh ia sendiri tidak tahu mengapa ia merasa kurang suka kepada Ouw Tang Sin dan isterinya.

Namun, ia selalu ingat akan pelajaran yang diterimanya dari Ting hujin bahwa seorang wanita harus dapat menyimpan perasaan hatinya dan jangan memperlihatkan apa yang dipikir dan dirasainya kepada orang lain. Oleh karena ini ia dapat menekan perasaan tidak sukanya dan bersikap biasa terhadap Ouw Piauwsu dan nyonyanya.

"Nona, kau tidak tahu ." kata Ouw Tang Sin mendengar gadis itu memandang rendah Ban Yang Tin.

"Ban Yang Tojin hanyalah orang kedua dari tiga iblis yang terkenal dengan nama Thian-te Sam-kui. Kita telah menyakiti hati Ban Yang Tojin dan aku merasa kuatir kalau-kalau Ban Yang Tojin akan datang mengganggu kita bersama dua orang saudaranya yang lebih lihai lagi, yaitu Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong. Kalau sampai mereka bertiga datang, mereka ini sama sekaIi tidak boleh dipandang rendah!"

"Suma lihiap," Ting piauwsu menyambung,

"Sesungguhnya kami merasa amat bersyukur dengan adanya kau di sini, karena dengan kepandaianmu kami merasa aman dan mengandalkan bantuanmu yang amat berharga untuk menghadapi iblis iblis jahat itu. Aku sendiri telah menyaksikan kepandaianmu, akan tetapi suheng belum pernah menyaksikannya. Maka, apabila kau tidak berkeberatan, marilah kau layani suheng main-main sebentar agar pengetahuan kami yang rendah mendapat tambahan dan kita dapat mengukur pula sampai dimana kekuatan kita untuk menghadapi mereka."

Posting Komentar