Pedang Ular Merah Chapter 07

NIC

Bahkan goIoknya yang dipegang secara sembarangan itu digerakkan dengan ngawur saja, dan bukan hanya dipergunakan untuk menusuk dan membacok, akan tetapi juga untuk mengemplang dengan punggung golok. Hal ini tidak mengherankan, karena memang begitulah orang yang tidak pandai ilmu silat akan tetapi anehnya, biarpun gerakannya kacau balau setiap gerakan merupakan tangkisan, elakan ataupun serangan yang amat berbahaya! Biarpun Ban Yang Tojin sudah mengeIuarkan seluruh ketangkasan dan tenaganya, namun ia masih belum berhasil mendesak lawannya. Jangankan mendesak bahkan senjatanya itu belum dapat menyentuh ujung baju lawannya. Sebaliknya golok di tangan Eng Eng itu seakan-akan bermata dan selalu mengikuti jenggotnya! Berkali-kali "pemuda" yang nakal itu berseru sambil tersenyum.

"Jenggotmu, jenggotmu! Tak pantas rnonyet berjenggot seperti kambing! Tinggalkan jenggotmu!"

Sebenarnya, ilmu silat yang dipelajari oleh Eng Eng dari suhunya, yaitu Hek Sin-mo yang gila, adalah semacam ilmu silat yang berdasarkan ilmu silat yang amat tlnggi dan lihai sekali.

Setiap gerakan dari ilmu silat ini berkembang sesuai dengan gerakan lawan dan untuk setiap serangan maupun tangkisan lawan, selalu dengan otomatis menimbulkan gerakan pembalasan yang luar biasa sekali. Akan tetapi, dasar ilmu silat ini tertutup oleh gerakan luar yang benar-benar kacau balau dan gerakan kacau balau ini sesungguhnya tak pernah dipelajari oleh Eng Eng. Baik Hek sin mo maupun Eng Eng, membuat gerakan kacau balau dengan sengaja sesuai dengan watak mereka yang bebas, namun demiklan, di balik gerakan kacau balau ini, keaslian ilmu silatnya sendiri masih tidak berobah dan tetap menjadi dasar gerakan yang amat kuat.

Kalau dibandingkan, sesungguhnya ilmu kepandaian Ban Yang Tojin tidak seharusnya kalah oleh Eng Eng yang masih muda dan belum mempunyai banyak pengalaman bertempur. Akan tetapi, tosu ini yang selamanya hi-dup belum pernah menghadapi seorang lawan yang memiliki ilmu silat seaneh itu, menjadi bingung dan pikiran serta ketenangannya dapat dlkacaukan oleh gerakan-gerakan Eng Eng. Selain itu, memang dalam mempelajari ilmu Iweekang, Eng Eng melatih diri dengan cara terbalik sehingga biarpun dibandingkan dengan Ban Yang Tojin ia masih kalah latihan, namun apabila senjata mereka beradu Ban Yang Tojin merasakan getaran yang amat luar biasa dan yang membuat tangannya tergetar! Semua ini ditambah lagi dengan ejekan yang diucapkan Eng Eng dan yang membuatnya makin tak dapat mengendalikan ketenangan-nya, maka kini ia berada dalam keadaan terdesak.

Yang amat membuatnya mendongkol adalah golok di tangan lawannya itu benar-benar mengancam jenggotnya dan tentu saja hal ini berarti pula mengancam lehernya! Setelah mendesak tosu itu sehingga mundur tiga empat langkah, tiba-tiba Eng Eng melakukan serangan yang luar biasa cepat dan kuatnya, sambil membentak,

"Lepas jenggotmu!" Serangan ini benar-benar hebat sekali dan golok di tangannya berkelebat menyilaukan mata.

Ban Yang Tojin terkejut sekali. Ia menangkis dengan senjatanya, akan tetapi begitu senjata golok itu tertangkis, golok ini terpentlal miring dan masih terus melanjutkan tuju-annya ke arah jenggot dan tenggorokannya! Ban Yang Tojin tak keburu menangkis lagi dan cepat memutar tubuh mengelak akan tetapi terlambat.

"Bret!" Golok di tangan Eng Eng telah makan pundak kirinya, membuat kulit dan sedikit daging pundak yang terobek bersama dengan bajunya!

Ban Yang Tojin terbelalak kaget dan menahan sakit. la tidak saja merasa pundaknya sakit dan perih, akan tetapi juga merasa malu tercampur heran bagaimana seorang anak muda yang lemah lembut seperti itu dapat melukainya dalam pertempuran kurang dari tiga puluh jurus! Ia lebih merasa malu dari pada sakit, maka sambil melompat jauh ia berseru,"Ting piauwsu! Lain kali aku akan datang lagi membayar kebaikanmu dan pembelamu ini!"

Eng Eng tertawa geli lalu menyerahkan golok yang masih berlepotan darah itu kepada pemiliknya.

"Jangan terlalu banyak makan sebaliknya perbanyaklah latihan golokmu!" katanya kepada Ting Kwan Ek.

Piauwsu itu kini tidak mendongkol atau marah mendengar ucapan Eng Eng yang berkali-kali seperti menghinanya itu. Ia sedang terheran-heran memikirkan siapa adanya pemuda yang aneh ini dan amat kagumlah ia menyaksikan kepandaian pemuda yang dapat mengalahkan Ban Yang Tojin secara demikian aneh dan mudah.

Ting Kwan Ek menjura dengan penuh hormat lalu berkata,

"Taihiap telah menolong nyawaku dari bahaya maut dan kepandaian taihiap telah membuka mataku dan membuat hatiku merasa kagum sekali. Percayalah, taihiap pertolonganmu takkan mudah kulupakan begitu saja. Aku Ting Kwan Ek, dan juga semua anggauta Pek-eng Piauwkiok bukanlah orang-orang yang mudah melupakan kawan atau lawan. Mohon tanya nama taihiap agar dapat kucatat dalam kepalaku."

Ucapan ini sukar sekali dimengerti maksudnya oleh Eng Eng, akan tetapi ketika mendengar Ting piauwsu menanyakan namanya, ia tertawa dan mukanya berseri jenaka ketika ia meniru jawaban suhunya tentang namanya.

"Siapa aku dan siapa namaku? Aku adalah aku!" Ia lalu tertawa dengan bebas kemudian ia lalu bernyanyi perlahan sambil berjalan pergi. Tentu saja, Ting Kwan Ek menjadi bengong, demikianpun pelayan dan orang-orang lain yang berada di situ, apa lagi ketika Ting piauwsu mendengar nyanyian itu.

la mengerutkan keningnya. Gilakah pemuda ini? ataukah sengaja mempermainkannya? Ia maklum bahwa memang banyak sekali terdapat orang-orang luar biasa dan sakti di dunia ini, orang-orang yang mempunyai watak yang amat aneh dan berbeda dengan manusia biasa, akan tetapi belum pernah ia menyaksikan atau bertemu dengan orang seaneh pemuda tampan ini! Dengan penasaran ia lalu mengikuti pemuda yang pergi dengan langkah lambat itu sambil memperhatikan kata-kata yang dinyanyikan oleh Eng Eng.

Aku bukan dewata, bukan pula setan!

Akan tetapi baik dewata maupun setan

Takkan dapat menguasai aku.

Biar dewata berbisik, biar setan menggoda

Aku tak hendak patuh tak sudi tunduk.

Aku tertawa kalau ingin menangis

Menangis kalau ingin tertawa.

Siapa perduli! Aku adalah aku.

Bukan dewata Bukan pula setan!

Ting Kwan Ek terkejut sekali mendengar nyanyian ini. Kata-kata nyanyian ini mengingatkan ia akan seorang tokoh yang amat ditakuti oleh orang di dunia Kang-ouw. la pernah mendengar suhengnya bercerita bahwa di dunia persilatan terdapat seorang aneh yang selain memiliki ilmu silat yang tinggi dan luar biasa, juga beradat aneh dan dianggap berotak miring. Ia segera mempercepat langkah kakinya mengejar.

"Taihiap, tunggu dulu!" Ia berseru.

Eng Eng menoleh dan melihat betapa piauwsu itu mempercepat langkah mengejarnya, ia tertawa geli lalu berlari cepat! Ting piauwsu merasa gemas sekali melihat dirinya dipermainkan, ia lalu mengerahkan kepandaiannya berlari cepat. Akan tetapi Eng Eng juga mempercepat larinya sehingga jarak diantara mereka tak banyak berobah. Ting Kwan Ek merasa makin penasaran. Kalau dalam hal ilmu silat ia memang kalah jauh, akan tetapi apakah ia mau kalah juga dalam ilmu berlari cepat? Di dunia Kang ouw. ia telah mendapat julukan Hui ma (Kuda Terbang) karena ia memang telah mempelajari ilmu berlari cepat yang disebut Couw yang hui (Terbang di Atas Rumput) sehingga biarpun diadu balap dengan seekor kuda, belum tentu ia kalah. Akan tetapi sekarang, betapapun ia mengerahkan kepandaiannya, tetap saja ia tidak dapat mengejar pemuda tampan itu.

"Taihiap, sudahlah jangan mempermainkan aku lagi. Aku menerima kalah!" ia berseru sambil menahan napasnya yang terengah-engah.

Tiba-tiba terdengar Eng Eng tertawa dan ketika ia menggerakkan kedua kakinya tubuhnya mencelat ke atas dan berjungkir balik di udara, lalu melompat ke belakang dan berdiri di depan Ting Kwan Ek!

Piauwsu ini memang sejak tadi sudah merasa heran sekali melihat pemuda tampan ini. la menduga-duga siapa gerangan adanya pemuda yang lemah lembut, bersuara merdu seperti wanita, akan tetapi yang bersikap aneh dan berkepandaian Iuar biasa tlngglnya Ini? Kini melihat Eng Eng tersenyum-senyum di hadapannya dan bertanya,

"Kenapa kau mengejar dan mengikutiku. Kau mau apakah sebetulnya?"

"Maaf taihiap. Sesungguhnya aku tidak mempunyai niat buruk. Kalau aku tidak salah sangka, taihiap tentu mempunyai hubungan dengan Hek Sin-mo orang tua yang luar biasa itu, bukan?"

Sebetulnya Eng Eng tidak pernah tahu siapa nama suhunya, akan tetapi dulu suhunya pernah sambil tertawa-tawa berkata,

"Ha, ha ha, orang-orang gila itu menyebutku Hek Sin mo! Nama yang bagus. ha ha!"

Kini mendengar Ting piauwsu menyebut nama suhunya, ia melengak dan cepat menjawab,

"Hek Sin-mo adalah suhuku!" SambiI berkata demikian, karena merasa panas Eng Eng lalu merenggut kain pengikat kepalanya dan menggunakan kain itu untuk meng-hapus peluh di mukanya. Kemudian ia memakai lagl pengikat kepalanya. Untuk sesaat Ting Kwan Ek memandang dengan kagum. Belum pernah ia melihat seorang pemuda yang mempunyai rambut sebagus itu. Hitam panjang dan bagus sekali, seperti rambut seorang wanita.

"Dan bolehkah kiranya aku mengetahui nama taihiap? Juga kalau taihiap sudi aku mempersilakan taihiap supaya suka menjadi tamu kehormatan Pek-eng Piauwkiok di Hun-leng."

Eng Eng tidak mengerti apakah yang disebut piauwkiok dan mengapa orang ini menjadikan dia sebagai tamu kehormatan. Akan tetapi melihat wajah orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mengandung bayangan jahat, ia merasa suka berkenalan dengan Ting piauwsu ini.

"Baik, baik! Memang aku tidak mempunyai seorangpun kenalan di tempat ini."

Bukan main girangnya di dalam hati Ting Kwan Ek. Kini ia telah dapat menduga bahwa pemuda ini agaknya tidak waras otaknya, akan tetapi melihat ilmu silatnya yang sangat tinggi, maka kalau ia bisa menarik tenaga pemuda ini dipihaknya, ia boleh berhati lega. la masih merasa ngeri akan ucapan Ban Yang Tojin yang mengancam hendak membalas dendam. Baru menghadapi Ban Yang Tojin seorang saja, ia tidak berdaya. la yakin bahwa Ban Yang Tojin akan datang bersama Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong! Bagaimana ia bisa menghadapi Thian-te Sam-kui yang terkenal ganas dan lihai? Kepada siapa ia harus minta bantuan? Pemuda murid Hek Sin-mo ini sudah membuktikan kepandaiannya dan kalau saja ia bisa mendapat bantuan pemuda ini, alangkah baiknya!

Posting Komentar