Pedang Ular Merah Chapter 06

NIC

Ban Yang Tojin adalah orang kedua dari tiga saudara seperguruan yang terkenal dengan sebutan Thian te Sam-kui (Tiga Setan Langit Bumi) dan telah menggemparkan kalangan kang-ouw karena selain mereka ini berkepandaian tinggi sekali, juga sepak terjang mereka amat ganas. Orang pertama adalah seorang hwesio(pendeta Budha) yang bernama Ban Im Hosiang, sedangkan orang ketiga adalah seorang laki laki setengah tua dan pesolek bernama Ban Hwa Yong. Biarpun ketiga orang saudara seperguruan ini terkenal sebagai tiga setan yang selalu saling membantu, namun mereka berlainan, baik melihat rupa, pakaian, maupun kesukaan masing-masing. Ban Im Hosiang adalah seorang hwesio gundul yang amat sakti dan kesukaannya adalah mendatangi to-koh-tokoh persilatan untuk menantang pibu (mengadu kepandaian) akan tetapi kemudian ia menjatuhkan tangan maut. Sebagian besar orang yang sudah berpibu dengan dia, tentu akan tewas atau sedikitnya menjadi penderita cacat selama hidupnya!

Oleh karena itu, apabila ada seorang ahli silat yang mendengar akan kedatangan hwesio itu, lebih dulu ia telah pergi dan menjauhkan diri. Orang kedua adalah Ban Yang Tojin ini yang rnempunyai kesukaan untuk merampok. Akan tetapi ia bukanlah perampok biasa yang cukup merasa puas dengan hasil rampokan berupa benda benda berharga yang kecil seperti perhiasan-perhiasan, permata dan emas dan yang dijadikan korbannya selain adalah pembawa-pembawa benda yang amat besar harganya! Adapun Ban Hwa Yong adalah seorang berusia empat puluh tahun yang selalu berpakaian rapi dan indah, ia pesolek sekali dan kesukaannya mengganggu anak bini orang! Ia adaiah seorang penjahat pemetik bunga (jai hwa-cat) yang banyak dikutuk orang karena kekejamannya!

Ting Kwan Ek adalah seorang piauwsu yang sudah banyak merantau dan mengalami hal-hal yang berbahaya, akan tetapi kali ini ketika tahu-tahu ia berhadapan dengan Ban Yang Tojin, ia menjadi pucat juga. Kalau saja ia tidak sedang membawa patung Buddha dari emas yang disembunyikan di dalam saku baju dalamnya, tentu ia tidak akan merasa gelisah bertemu dengan Ban Yang Tojin. la telah mendengar bahwa tosu ini selamanya tidak mau rnengganggu orang, kecuali kalau ia sedang berusaha merampok orang itu! Kini tosu jahat ini tahu-tahu muncul dan menegurnya pada saat ia membawa benda yang amat berharga itu maka tentu saja tosu ini telah tahu akan benda berharga yang dibawanya!

"Ban Yang Totiang!" la menekan rasa takutnya dan menjura sambil memberi hormat. Sungguh merupakan kehormatan besar sekali bagiku telah bertemu dengan totiang di tempat ini."

Tosu itu tersenyum dan senyumnya membuat Ting piauwsu merasa dingin pada belakang lehernya. Senyumnya itu merupakan senyum ejekan yang penuh arti.

"Ting piauwsu, apakah arti penghormatan besar? Hanya berarti dan berguna bagi sikepala angin, orang sombong yang tidak tahu bahwa dibalik penghormatan besar itu tersembunyi maksud-maksud tertentu? Bagiku penghormatan besar tiada gunanya seperti angin lalu, hanya terasa selama penghormatannya masih berada di depan muka, memandang dengan sinar mata merendah, mulutnya memuji-muji. Palsu celaka! Aku tidak butuh penghormatan, baik yang sudah lalu, sekarang, maupun kelak. Tidak butuh, apalagi dari seorang seperti engkau yang mempergunakan penghormatan untuk menyembunyikan sesuatu. Ha, ha, ha!"

Ting Kwan Ek adaiah seorang gagah. Biarpun ia maklum bahwa tosu ini amat berbahaya, namun kata-katanya yang amat tajam itu menyakiti hatinya dan membuatnya mendongkol sekali. Namun ia masih menahan sabar dan bertanya dengan suara tetap halus,

"Maaf, totiang, kalau kiranya aku melaku-kan sesuatu tanpa kusadari yang membuat totiang menjadi tersinggung. Akan tetapi, sepanjang ingatanku yang dangkal, kita belum pernah bertemu dan belum pernah berurusan. bolehkah aku mengetahui sebetulnya apakah yang totiang kehendaki dari orang seperti aku?"

"Yang ku hendaki? Ha, ha. ha, tak laku, tanggalkanlah penghormatanmu berikut disaku bajumu."

Biarpun ia sudah menduga bahwa tosu ini berniat buruk, akan tetapi pucat jugalah wajah Ting Kwan Ek ketika tosu itu menyatakan niatnya merampas benda berharga yang dibawanya dengan demikian terang-terangan. Ia bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan dan dengan hati-hati ia lalu melangkah mundur dua tindak sambil menjura dan berkata,

"Totiang, sepanjang ingatanku baik aku sendiri maupun Pek-eng Piauwkiok, belum pernah menganggu kepadamu orang tua. Tentu totiang maklum bahwa aku bersedia memberikan semua barang yang menjadi milikku apabila totiang membutuhkannya, akan tetapi sebagai seorang piauwsu, tidak mungkin aku memberikan sesuatu yang bukan milikku. Harap saja totiang suka memandang nama piauwkiok kami dan menjaga tali persahabatan antara orang kang ouw."

"Tikus kecil, siapakah kau ini maka berani menyebut-nyebut tentang tali persahabatan dengan aku? Tak usah banyak membuka mulut, hayo lekas kau keluarkan isi sakumu sebelum aku menjadi tak sabar dan minta kau mengeluarken semua isi perutmu!"

"Ban Yang Totiang" jawab Ting Piauwsu marah.

"Tak kusangka bahwa seorang pertapa seperti totiang dapat mengeluarkan ucapan serendah itu!"

"Bangsat rendah, kau perlu diberi pelajaran" ucap Ban Yang Tosu sambil mencabut keluar senjatanya, yakni sebatang baja runcing yang panjangnya tiga kaki dengan ujungnya berbentuk bintang.

"Ingin aku melihat pengajaran macam apa yang hendak kau berikan." kata Ting Kwan Ek tenang sambil mencabut keluar goloknya yang lebar. Seperti juga suhengnya Ting piauwsu adalah seorang ahli golok yang pandai dan permainan goloknya yang berdasarkan Pek eng to hwat (ilmu golok garuda Putih) amat terkenal kelihaiannya.

Dengan mengeluarkan tertawa mengejek, tiba-tiba Ban Yang Tosu lalu menyerang hebat dengan senjatanya yang aneh bentuknya itu. Gerakan serangannya selain cepat, juga berat sekali sehingga ketika Ting piauwsu menangkis dengan goloknya, piauwsu ini merasa betapa goloknya terpental dan telapak tangannya terasa pedas dan panas! Kembali tosu itu tertawa mengejek dan senjatanya meluncur lagi, kini menyambar ke arah muka Ting piauwsu, mendatangkan angin dingin menyambar muka lawan. Ting Kwan Ek tidak mendapat kesempatan menangkis lagi, maka dengan cepat dan sambil mengeluarkan seruan terkejut, ia lalu membuang diri ke belakang menendangkan kaki kanan ke depan untuk menjaga serangan susuIan lalu mengayun tubuhnya itu ke belakang dengan gerak tipu Burung Walet Menyambar Ikan. Dengan gerakan ini ia berjungkir balik dan terus melompat ke belakang sehingga ia dapat terhindar dari bahaya maut.

"Ha, ha, ha Ting Kwan Ek, kau masih tidak mau meninggalkan patung Buddha Itu?" seru Ban Yang Tojin sambil melangkah maju.

"Aku takkan menyerah sebelum putus napasku!" kata Ting Kwan Ek dengan gagah dan piauwsu ini mendahului lawannya mengirim serangan dengan goloknya. la membuka serangan dengan gerak tipu pek-eng kai-peng (Garuda Putih membuka Sayap) sebuah tipu serangan dari ilmu golok Pek-eng to-hwat. Ketika tosu itu mengelak dengan mudah, Ting piauwsu lalu menyusul dengan serangan bertubi-tubi yang dihadapi dengan tertawa bergelak oleh tosu yang lihai itu. Tiba-tiba Ting Kwan Ek menjadi terkejut ketika lawannya mempercepat gerakan senjatanya dan cepat ia terdesak hebat.

"Tidak kau serahkan patung itu?" tosu itu masih mengejeknya, akan tetapi Ting piauwsu tentu saja tidak mau mengalah. Patung itu adalah mllik seorang pembesar tinggi yang telah mempercayainya. Kalau ia mengalah dan memberikan benda itu kepada tosu perampok ini, tidak saja namanya dan nama Pek eng Piauwkiok akan tercemar, akan tetapi juga ia harus mempertanggung-jawabkannya di depan pembesar itu.

Maka, mendengar seruan Ban Yang Tojin ia tidak menjawab, hanya memutar goloknya lebih cepat lagi untuk melindungi tubuhnya dan juga untuk membalas dengan serangan nekad dan mati-matian. Terdengar Ban Yang Tojin tertawa panjang dan dibarengi dengao gerakan senjatanya yang llhai, la membentak.

"Lepas senjata!"

Dua senjata itu bertumbuk nyaring bunga berpijar dan tahu-tahu golok Ting piauwsu telah terlepas dari pegangan dan melayang ke atas! Tiba-tiba nampak berkelebat bayangan yang ringan sekali gerakannya dan bayangan itu melompat ke atas dan dalam sekejap mata golok yang terlempar ke atas itu telah dipegangnya!

Bayangan ini bukan lain adalah Eng Eng yang semenjak tadl menonton pertempuran itu bersama pelayan yang tadi melayaninya.

Sambil tersenyum-senyum, Eng Eng memandang kepada Ting Kwan Ek dan berkata,

"Hm, kau agaknya lebih pandai makan mi daripada mainkan golok! Menghadapi seekor kambing bandot tua berjenggot hitam seperti ini saja, kau sudah kepayahan!"

Ting Kwan Ek merasa sangat mendongkol mendengar ucapan ini, akan tetapi diam-diam iapun mengharapkan pertolongan pemuda tampan yang bersikap aneh ini. Juga ia merasa senang mendengar betapa pemuda ini memaki Ban Yang Tojin sebagai kambing bandot berjenggot hitam! Padahal sama sekali Eng Eng tidak berniat memaki atau membenci tosu itu. la tidak tahu mengapa kedua orang itu bertempur, hanya yang ia ketahui bahwa kepandaian Ting Kwan Ek masih jauh lebih rendah daripada kepandaian lawannya. Melihat per-mainan silat Ban Yang Tojin, tlmbul kegembiraan dalam hati Eng Eng untuk mencoba kepandaian tosu ini.

Sebaliknya, ketika melihat gerakan pemuda ini dan mendengar ia dimaki kambing bandot, tentu saja Ban Yang tojin merasa marah sekali,

"Eh, tikus kecil! Kenapa kau berani berlaku lancang mencampuri urusanku? Hayo lekas pergi sebelum aku menjadi marah dan menelanjangimu di depan orang banyak!" Sesungguhnya di antara binatang yang pernah dilihatnya di dalam hutan, Eng Eng memang paling takut dan benci terhadap binatang tikus. Ketakutan dan kebencian yang berdasarkan kejijikan.

Maka kini mendengar ia dimaki tikus kecil, dan bahkan akan ditelanjangi pula, tentu saja senyumnya menghilang terganti oleh kemarahan yang membuat gadis yang manis Itu cemberut. Ia tidak tahu bahwa Ban Yan Tojin mengira ia seorang pemuda tulen, kalau tosu itu mengetahui bahwa pemuda ini sebenarnya seorang gadis, kiranya tidak akan mengeluarkan hinaan seperti itu.

"Kau ini monyet tua yang bermuka kambing! Kau berani menghinaku. maka sebelum kau pergi, kau harus meninggalkan jenggotmu lebih dulu?" Sambil berkata demikian Eng Eng menggerakkan golok di tangannya ke arah muka Ban Yang Tojin. Angin menyambar dan tosu itu merasa betapa dinginnya sambaran angin golok itu. Ia terkejut sekali dan cepat mengelak, akan tetapi golok Itu menyambar sangat dekat sehingga terlambat sedikit saja jenggotnya akan benar-benar terbabat habis. Bukan main marahnya dan ia tahu pula bahwa pemuda yang nampak tampan dan lemah-lembut ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada Ting Kwan Ek.

"Bagus klranya kau sengaja membela orang she Ting itu! Aku harus robohkan kau dulu dengan beberapa gebukan!" Katanya dan segera ia menyerang kalang kabut.

Akan tetapi tak lama kemudian tosu ini berseru kaget, juga Ting Kwan Ek berseru karena kagum dan heran. Dengan amat cepatnya Eng Eng bergerak melayani tosu itu akan tetapi gerakannya benar-benar kacau balau seperti gerakan orang yang tidak pandai silat.

Posting Komentar