Eng Eng mendapat latihan ilmu silat yang aneh, ilmu ginkang yang tinggi dan ilmu lweekang yang lebih aneh lagi. Selain Ilmu silat, Eng Eng tidak mendapat pelajaran lain oleh karena Hek Sin.mo adalah seorang yang buta huruf, maka otomatis Eng Eng juga buta huruf, bahkan anak perempuan yang patut dikasihani ini sama sekali tidak tahu bahwa di dunia ini orang dapat mencatat dan menuliskan kata-kata yang keluar dari mulut! Akan tetapi kekurangan ini ditutup oleh kecantikannya yang wajar dan murni, bakatnya dalam hal gerakan ilmu silat yang kadang-kadang membuat suhunya berlonjak-lonjak dan menari kegirangan, dan disamping itu sungguh mengherankan bahwa Eng Eng mempunyai bakat yang baik dalam hal melukis. Pernah anak ini secara iseng-iseng menggurat-guratkan jari telunjuk yang terlatih dan dengan tenaga dalam yang mengagumkan ia telah membuat corat-coret pada kulit sebatang pohon besar. Sambil tersenyum-senyum dan tertawa ha ha hi hi, Eng Eng mulai melukis wajah suhunya. Ia telah mengguratkan garis-garis tubuh suhunya dari kepala sampai kaki dan tak lama kemudian pada batang pohon besar itu berdiri gambar Hek Sin-mo yang bagus dan cocok sekali!
Karena adat suhunya yang aneh, Eng Eng bcrwatak jenaka itu seringkali menggodanya. Anak ini tidak tahu akan arti sopan santun, dan tidak tahu pula apa yang dinamakan perbuatan kurang ajar. Pernah ia mengganggu suhunya yang sedang tidur dan menggunakan sebatang rumput untuk mengilik-iliki hidung suhunya. Kakek ini dalam tidurnya merasa gatal-gatal pada hidungnya, dan beberapa kali ia mengebutkan tangannya untuk mengusir benda yang menggatalkan hidungnya tanpa membuka matanya. Eng Eng menahan kegelian hatinya dan terus mempermainkan suhunya! Akhirnya suhunya bangun dan menyumpah-nyumpah terus mengamuk pada lalat lalat yang dikira tadi mengganggunya. Kasihan binatang-binatang kecil itu karena tiap kali kakek itu mengebutkan tangannya yang lebar, lalat-lalat itu mampus dan hancur tubuhnya!
Kini setelah Eng Eng menggambar suhunya pada pohon besar itu, ia memandang gambarnya dengan puas dan tertawa-tawa senang. Tiba-tiba ia mendengar desir angin dan maklum bahwa suhunya datang. Cepat anak yang nakal ini bcrsembunyi di dalam semak belukar untuk melihat bagaimana sikap suhunya kalau melihat gambar itu. Benar saja, Hek Sin-mo muncul dengan langkahnya yang lebar , Pada waktu itu, senjakala telah tiba dan dalam keadaan yang hampir gelap, kakek ini melihat bayangan orang pada batang pohon besar itu ia nampak tercengang dan segera membentak.
"Ei. eh, orang gila dari mana berani lancang memasuki hutanku?"
Akan tetapi tentu saja gambar itu tidak dapat menjawab, bahkan bergcrakpun tidak! Hek Sin-mo menjadi marah dan mcmbentak lagi.
"Orang gendeng! Kau siapa dan mengapa tidak menjawab? Hayo pergi dari sini!"
Tiba-tiba "orang" itu menjawab "Kalau aku tidak mau pergi, kau mau apakah?" Suara ini terdengar aneh dan menyeramkan. Eng Eng yang bersembunyi di semak belukar yang berada di belakang pohon itulah yang menjawab. Gadis cilik yang telah mempunyai ilmu khikang tinggi ini telah mempergunakan tenaga perut untuk mengeluarkan suara yang besar dan parau, berbeda dengan suaranya sendiri dan dengan tenaga khikangnya ia telah dapat mengirimkan suaranya ke pohon itu!
Hek Sin-mo memandang dengan mata terbelalak. Orang tua ini karena tak dapat menjaga kesehatan, biarpun ia berilmu tinggi, maka kedua matanya sudah kurang sempurna daya penglihatannya.
"Tidak mau pergi? Aku akan melemparmu keluar!" Dan ia lalu menyerbu dengan pukulan tangan kanannya ke arah bayangan itu. Pukulan Hek Sin-mo ini tak perlu mengenai tubuh. baru saja angin pukulannya saja sudah cukup untuk merobohkan orang yang sudah begitu tinggi ilmu kepandaiannya. Ia melihat betapa batang pohon itu bergoyang dan daun-daun rontok ke bawah, akan tetapi "orang" itu sama sekali tidak bergerak, seakan-akan angin pukulannya itu hanya angin gunung yang sejuk saja!
Tentu saja hal ini membuat Hek Sin-mo melengak dan juga marah sekali. Ia tidak pernah mau membunuh orang dan dalam setiap pertempuran, kepandaiannya yang aneh sudah cukup tinggi untuk merobohkan lawan lanpa melukainya. Tadipun ketika ia mengerahkan pukulan, ia tidak berniat melukai "orang" itu dan hanya ingin menggunakan angin pukulannya untuk melemparkan orang itu agar menjadi takut dan pergi. Sama sekali tak pernah disangkanya betapa "orang" itu dapat menerima hawa pukulannya dengan tersenyum-senyum dan tidak bergoyang sedikitpun.
Sekali lagi ia memukul dengan tenaga lebih besar dan kini hasilnya hanyalah daun-daun yang jatuh seperti hujan menimpa di atas kepalanya. batang pohon itu bergoyang-goyang keras dan terdengar suara cekikikan seakan-akan mengejeknya! Kini Hek sin mo benar-benar kehabisan akal dan kemarahannya yang semenjak puluhan tahun sudah dapat menjadi jinak di dasar hatinya, kini timbul dengan hebatnya. Sepasang matanya liar memandang, mulutnya berbusa dan kedua tangannya menggerak-gerakkan jari tangan dengan sikap mengerikan sekali.
"Kau menantang dan mencari mati!" serunya dan berbareng dengan seruan ini, tubuhnya menubruk ke depan. kedua tangan ditumbukkan ke arah dada "orang" itu sekuat tenaga!
"Blek ._...! Kraak-!" Tentu saja ke-dua tangannya tidak mengenai "orang" itu dan hanya mcnghantam batang pohon besar yang menjadi tumbang setelah mengeluarkan suara hiruk pikuk!
Eng Eng yang bersembunyi di belakang po-hon itu, tentu saja menjadi terkejut sekali ketika melihat betapa pohon itu tiba-tiba menjadi tumbang dan menimpa ke tempat ia bersembunyi! Gadis cilik tiu cepat melompat keluar dari semak-semak dan hendak menjauhkan diri, akan tetapi pohon yang penuh dengan cabang besar-besar dan daun itu roboh dengan cepat dan biarpun Eng Eng sudah mengelak tetap saja ia masih kena terpukul oleh cabang dan ranting sehingga ia terpelanting ke tempat yang jauh! Eng Eng memekik keras dan pekikan ini bukan karena pukulan cabang pohon, melainkan karena begitu ia jatuh di atas tanah, la merasa betapa betisnya amat panas dan sakit sekali. Ketika ia melihat, ternyata bahwa betisnya telah tergigit oleh seekor ular merah yang berbahaya! Ia memekik lalu tak sadarkan diri lagi!
Sementara itu Hek Sin-mo yang masih berdiri bengong melihat betapa "orang" yang diserangnya itu ternyata menempel pada batang pohon, terkejut mendengar jeritan Eng Eng. Cepat ia melompat dan melihat muridnya menggeletak dengan betis masih tergigit oleh seekor ular merah ia berseru marah sekali. Sekali injak saja hancur luluh tubuh ular itu beserta kepalanya. dan ia lalu menyambar tubuh muridnya dibawa keluar dari semak-semak.Dengan bingung Hek Sin mo meletakkan muridnya di dekat tempat di mana pohon tadi berdiri. Ia menggoyang-goyang tubuh muridnya dan memanggil-manggil namanya, akan tetapi Eng Eng tidak bergerak dan menyahut seperti "orang" di batang pohon tadi. Hek Sin-mo sudah lama tinggal di hutan ini ia melihat seekor harimau besar mati seketika ketika terkena gigitan ular merah. Kini melihat keadaan muridnya, hatinya menjadi gelisah dan sedih sekali. Akan tetapi, anehnya sungguhpun hatinya menangis, yang keluar dari mulutnya hanya suara ketawa bergelak-gelak yang menyeramkan dan dari kedua matanya keluar air mata berderai derai!
Ia melihat muka muridnya pucat sekali dan ketika merobek celana di bagian betis ternyata betis anak itu telah mengembang besar dan berwarna merah seperti darah. Bukan main marahnya Hek Sin-mo. Tiba-tiba ia berdiri lagi dan kembali ia menginjak-injak tubuh ular merah yang sudah hancur lebur. Kemudian ia membuka semak-semak dan mencari-cari ular merah. Hendak dibunuhnya semua ular-ular merah yang berada di hutan itu. Kebetulan sekali ia melihat seekor ular merah yang merayap pergi ketakutan dari dalam semak. Cepat ia melangkah maju dan kembali ular itu harus mengalami nasib yang mengerikan, tubuhnya lumat dan hancur lebur oleh injakan kaki kakek gila ini.
Ketika Hek Sin-mo kembali ke tempat dekat pohon itu matanya tertarik oleh lubang yang berada di bawah pohon yang tumbang. Ternyata bahwa pohon itu tumbang dengan akarnya dan di bawab akar pohon terdapat lobang yang besar. Ia maju mendekat dan alangkah marahnya ketika ia melihat puluhan ekor ular merah berada di dalam lobang itu! Tanpa memperdulikan bahaya lagi ia lalu mengulur tangannya dan mencengkeram puluhan ular merah kecil itu dan alangkah herannya ketika ia mendapat kenyataan bahwa ular-ular itu telah mati!
Ia membanting ular-ular itu dan mengeluarkan semua ular dari dalam lobang. Tak seekorpun ular merah yang masih hidup dan semuanya ada tiga puluh ekor lebih. ketika bangkai-bangkai ular itu sudah dikeluarkan semua, ia membelalakkan matanya melihat benda yang bersinar merah sekali berada di dasar lobang. Tanpa rasa takut sedikitpun, Hek Sin mo mengambil benda itu dan ternyata bahwa benda itu adalah sebatang pedang yang bersinar merah! Pedang itu lemas, dapat digulung akan tetapi berkilauan dan tajam serta runcing sekali. Melihat pedang ini timbul sebuah pikiran dalam kepala Hek sin mo.
Ia menghampiri muridnya dan dengan hati-hati ia lalu menusukkan ujung pedang pada betis Eng Eng yang mengembung itu. Maksud Iblis Sakti Hitam ini untuk membuka kulit betis dan mengeluarkan bisa ular. la tidak mengerti tentang ilmu pengobatan dan hanya mengira-ira saja, akan tetapi alangkah girangnya ketika baru saja batang pedang itu ditusukkan ke dalam betis, tiba-tiba ia melihat betis itu mengempis kembali! Saking kaget dan herannya, ia tidak mencabut pedang itu dan membiarkan ujung pedang menancap pada betis Eng Eng! Perlahan akan tetapi tentu warna merah yang menyelimuti kulit tubuh gadis cilik itu melenyap dan mukanya yang pucat kini menjadi bercahaya kembali.
"Aduh aduh...," bibir Eng Eng mulai menggetar dan mengeluh.
bukan main girangnya hati Hek Sin-mo dan tiba-tiba ia menangis keras. Menangis, lalu bangun berdiri dan menari-nari! Tentu saja orang gila ini tidak tahu bahwa pedang itu sebetulnya mengandung bisa yang menjadi lawan dari pada bisa ular. Ular-ular merah yang mati di dekat pedang itu menyatakan bahwa bisa pedang itu lebih lihai dari pada bisa ular dan ketika pedang itu menusuk betis Eng Eng maka otomatis bisa ular yang menguasainya menjadi lenyap dan tidak bahaya lagi!
Eng Eng bangun dan melihat ke arah betisnya. Ia merasa betisnya panas dan sakit akan tetapi cepat ia lalu berjungkir balik dengan mengerahkan tenaga mengusir rasa sakit itu. Sungguh lucu dan mengerikan melihat Hek Sin-mo menangis terisak-isak sambil menari-nari sedangkan Eng Eng masih berjungkir balik dengan pedang masih tertancap pada betisnya. Pengerahan tenaga lweekang yang dilakukannya sambil berjungkir balik ini ternyata dapat mendorong keluar darah berikut sisa-sisa bisa ular sehingga pedang yang bersinar merah itu menjadi lebih merah karena darah yang menyembur keluar dari betisnya! Hek Sin mo menghampiri muridnya dan mencabut pedang itu.Ia membersihkan pedang itu dengan bajunya, kemudian sambil berjingkrak-jingkrak ia menciumi pedang itu.