Pedang Ular Mas Chapter 80

NIC

Akhir-akhirnya Bwe Kiam Hoo berbangkit, ia hadapi Sin Cie untuk menjura tiga kali.

"Wan Susiok, menyesal aku tidak kenal padamu hingga aku berlaku kurang ajar," katanya. "Aku minta sukalah susiok tolong Sun Sumoay."

Sin Cie tidak lantas menyahut, ia mengawasi dengan keren.

"Kau insyaf kesalahanmu atau tidak?" tanya dia.

Kiam Hoo tidak berani berkeras kepala lagi, ia tunduk. "Tidak selayaknya aku yang muda robek surat-suratnya Ciau Toaya," ia akui, "juga tidak seharusnya aku memaksa akan membelai Bin Jieko."

"Aku harap selanjutnya Bwee Toako suka berlaku hati- hati," kata Sin Cie kemudian, setelah orang mengaku salah.

"Aku nanti dengar nasihat susiok," Kiam Hoo bilang. "Bin Jieya tidak ketahui duduknya yang benar perihal

kandanya, dia hendak menuntut balas, tindakannya itu

bukan tidak selayaknya," kata pula Sin Cie. "Bahwa orang banyak datang untuk membantu dia, itu juga adalah perbuatan yang harus dipuji. Itulah sikap sewajarnya dari orang-orang kangou sejati. Sekarang duduknya perkara telah jadi terang sekali, aku harap supaya semua pihak suka membikin habis salah faham ini, biarlah lawan menjadi kawan. Kau hendak bantu Bin Jieko, aku tidak persalahkan padamu, tetapi kau pun sudah lakukan satu perbuatan yang sangat tidak selayaknya. Aku kuatir, Bwee Toako, kau masih belum menginsyafinya."

Kiam Hoo heran hingga ia tercengang. "Apakah itu, susiok?" tanyanya, menegasi.

"Kita kaum Hoa San Pay mempunyai dua belas pantangan," berkata Sin Cie. "Apakah bunyinya pantangan yang kelima?"

"Tadi pun susiok telah tanyakan yang keempat dan ketiga," kata Kiam Hoo. "Yang ketiga itu adalah 'lancang membunuh tanpa sebab-musabab'. Sun sumoay telah langgar pantangan itu, maka baiklah, sebentar dia harus menghaturkan maaf kepada Lo Toako, kemudian kita nanti membayar kerugian. " "Siapa kesudian uang busukmu?" berseru satu muridnya Ciau Kong Lee. "Tangan orang telah ditabas kutung, apakah itu bisa diganti dengan tambalan uang?"

Kiam Hoo tahu pihaknya bersalah, terpaksa ia tutup mulut.

Sin Cie menoleh kearah murid-murid tuan rumah, kepada murid yang barusan bicara, ia kata: "Memang perbuatan sutitku ini sangat semberono, aku menyesal sekali. Tunggulah sampai lukanya Lo Suko sudah sembuh, nanti aku dayakan terhadapnya supaya ia bisa gunai sebelah tangannya dengan sempurna. Itulah ilmu silat bukan kepunyaan Hoa San Pay, dari itu dapat aku menurunkannya tanpa tunggu aku peroleh perkenan lagi dari guruku."

Orang tahu anak muda ini liehay sekali, walaupun dia membilang hendak 'mendayakan', itu berarti memberi pelajaran, maka itu, janji itu diterima dengan girang. Orang pun puas yang anak muda ini suka menanggung dosanya Sun Tiong Kun.

"Pantang yang keenam adalah 'Tidak menghormati yang tua'," kata pula Kiam Hoo. "Mengenai ini, teecu ketahui kesalahanku. Yang kesebelas jaitu, 'Tidak selidiki duduknya perkara', dalam hal ini, teecu pun mengaku bersalah. Pantangan yang kelima berbunyi 'Bergaul dengan orang jahat', dalam hal ini teecu lihat Bin Jieko adalah satu laki- laki. "

Umumnya disitu orang tidak tahu hal dua belas pantangan dari Hoa San Pay, Baru sekarang, mendengar keterangan Bwee Kiam Hoo, orang dengar itu. Bin Cu Hoa terkejut, ia berjingkrak.

"Apa? Apakah aku orang jahat?" serunya. "Jangan salah mengerti, Bin Jieya, kami bukan maksudkannya," Sin Cie terangkan.

"Habis, kau maksudkan siapakah?" Cu Hoa tegasi.

Sin Cie hendak berikan jawabannya ketika dua muridnya Ciau Kong Lee muncul diantara mereka sambil pepayang Lo Lip Jie, yang tangannya hilang sebelah, yang lukanya masih belum sembuh.

Mereka berdua sengaja lari kedalam, untuk kabarkan suheng itu yang tetamu pemuda itu hendak tolong padanya. Lip Jie lantas saja menjura kepada Sin Cie, untuk haturkan terima kasih.

Sin Cie lekas-lekas balas hormat itu. Ia lihat Lip Jie bermuka pias, akan tetapi sikapnya tetap gagah.

Dengan suara jelas, Lip Jie bilang: "Wan Toa-hiap sudah tolong guruku, Toa-hiap juga hendak berikan pelajaran silat padaku, aku sangat berterima kasih."

"Jangan kau ucapkan itu," Sin Cie merendah.

The Kie In menyaksikan itu sambil tertawa, ia kata: "Loa Ciau, muridmu ini cerdik sekali! Dia kuatir orang nanti menyesal dan menarik pulang kata-katanya, dia lantas saja mendahului menghaturkan terima kasih!"

Ciau Kong Lee tertawa.

"Bisa saja, toocu, kau bisa saja!" katanya.

Habis menghaturkan terima kasih, Lip Jie undurkan diri pula.

Itu waktu Sun Tiong Kun masih terus mengucurkan keringat, ia masih merasakan sakit, sehingga bibirnya pada matang biru saking ia menahan sakit. Sin Cie hampirkan dia, karena pemuda ini merasa, orang telah cukup menderita.

554 "Jangan raba aku!" Tiong Kun berseru. Nyata ia masih gusar, ia belum mau menyerah. "Biar aku mati, tak suka aku ditolong olehmu!"

Mukanya Sin Cie merah, ia jengah. Ia memikir untuk minta Ceng Ceng yang menolongi, untuk itu ia hendak ajarkan caranya kepada kawan ini, akan tetapi si nona dandan sebagai satu pemuda. Tentu saja ini pun sulit. Maka itu, ia menoleh kepada Wan Jie.

"Nona Ciau!" ia memanggil.

Pada saat itu, dua kali terdengar suara pintu digedor, kemudian menyusul suara menjeblak. Nyata kedua daun pintu telah terbuka dengan paksa akibat tendangan.

Semua orang terkejut, semua berpaling keluar.

Dimulut pintu bertindak masuk dua orang. Orang yang jalan didepan berumur lima puluh lebih, dandannya sebagai orang tani saja. Orang yang kedua seorang perempuan berumur empat puluh lebih, ia dandan sebagai orang tani juga. Dia ini mengempo satu anak kecil.

Sun Tiong Kun lantas saja berseru: "Suhu! Suhu!" Lantas ia lari kearah dua orang tani itu.

Mendengar suaranya Tiong Kun, semua orang lantas ketahui, itulah suami-isteri Cio-Poan-San-Long Kwie Sin Sie, si suami-isteri orang tani dari Cio Poan San.

Kwie Jie-nio lantas serahkan anak yang diemponya kepada suaminya, dengan muka merah-padam, ia lantas uruti jalan darahnya Sun Tiong Kun.

Bwee Kiam Hoo dan Lau Pwee Seng hampirkan guru mereka suami-isteri itu, untuk menjalankan kehormatan.

Sin Cie lihat Kwie Sin Sie beroman sederhana sekali, Kwie Jie-nio, si jie-soso, atau ensonya yang kedua itu, wajahnya keren. Ia mengikuti Kiam Hoo dan Pwee Seng, habis mereka berdua, ia pun memberi hormat sambil paykui.

Kwie Sin Sie kasi bangun pada anak muda ini, ia cuma mengucap "Tak usah", lantas ia bungkam.

Kwie Jie-so terus uruti muridnya, sembari berbuat demikian, ia berpaling, akan awasi Sin Cie, sikapnya sangat tawar.

Setelah ditolong gurunya, Tiong Kun merasakan tak terlalu sakit lagi, bengkak ditangannya pun mulai kempes.

"Su-bo," katanya, "dia itu mengaku menjadi susiok, dia telah bikin tanganku jadi begini rupa, malah pedang yang su-bo kasikan padaku, dia telah bikin patah!"

Posting Komentar