Pedang Ular Mas Chapter 79

NIC

"Awas!" dia berseru. Segera dia tikam bahu kanan Sin Cie. Dia pikir: "Kau cekal pedangmu secara begini, tentulah tangan kananmu tak leluasa bergerak! Aku serang bagianmu yang lemah, aku mau lihat, bagaimana kau layani aku. " Didalam ruangan itu hadir dua ratus orang lebih tapi semuanya bungkam, cuma mata mereka mengawasi kearah medan perang pedang, dari itu, suasana tenang sekali.

Serangan Kiam Hoo cepat dan hebat, tatkala ujung pedang hampir sampai pada sasaran dengan tiba-tiba saja Sin Cie menangkis dengan pedangnya yang buntung.

Kedua pedangnya beradu keras: "Tak! Trang!"

Suara nyaring yang belakangan adalah suaranya pedang jatuh kelantai, sebab pedangnya Kiam Hoo patah dengan mendadak, hingga ia cekal hanya gagangnya pedang!

Semua orang tercengang, tak ada yang tahu, ilmu tangkisan apa itu yang membuat pedang lawan patah secara demikian.

Selagi orang terheran-heran Sin Cie menunjuk ke meja. "Aku telah minta disiapkan sepuluh bilah pedang, maka

pergilah kau lantas menukar pedangmu!" kata ia kepada

lawan itu, tenang.

Baru sekarang semua hadirin mengerti apa keperluannya persiapan sepuluh bilah pedang itu.

Kiam Hoo kaget berbareng gusar sekali. Ia lompat kemeja, untuk sambar sebilah pedang, setelah mana, ia menerjang dengan tiba-tiba. Dengan pedang yang baru, ia membabat kebawah.

Sin Cie menduga orang cuma gertak ia, ia tidak menangkis atau berkelit sambil melompat. Benar saja, Kiam Hoo tidak terus babat kakinya, hanya setelah ditarik pulang, ujung pedang dipakai menikam perutnya!

Dari samping, pemuda ini tangkis serangan hebat itu. "Trang!" kembali suara nyaring. Untuk kedua kalinya, pedang Kiam Hoo kena dibikin kutung.

Dalam penasarannya, orang she Bwee ini sambar pedang yang kedua, dengan sama sengitnya, ia ulangi serangannya yang dahsyat. Akan tetapi untuk ketiga kalinya, tetap cuma dengan satu kali tangkisan, lagi-lagi pedangnya kena dibikin sapat, sehingga ia jadi berdiri tak dapat dia membuka mulut.

"Kau bilang ilmu pedang, kenapa kau gunai ilmu siluman?" Sun Tiong Kun menegur. Ia pun tercengang tapi ia lekas ingat pula akan dirinya. "Apakah ini namanya adu silat?"

Sin Cie lempar pedang buntungnya, ia bertindak kemeja, untuk ambil dua batang, satu diantaranya ia sodorkan pada Kiam Hoo. Ia bersenyum. Ia terus berpaling kepada nona garang itu.

"Kecewa kau namakan dirimu kaum Hoa San Pay!" katanya. "Kenapa kau tidak kenal Kun-thian-kang? Kenapa kau sebut-sebut ilmu siluman?"

Sedangnya orang berpaling, dengan kecepatan bagai kilat,Bwee Kiam Hoo bokong itu anak muda, justru setelah ujung pedang hampir mengenai bebokong, Baru dia berseru: "Lihat pedang!"

Sin Cie mengegos ke samping. "Lihat pedang!" dia pun berseru.

Kiam Hoo menyerang dengan tipu tikaman "Chong-eng- kim-tou" atau "garuda menyambar kelinci", tapi juga Sin Cie gunai serupa gerakan, maka itu, lekas-lekas ia egos tubuh seperti si anak muda, ia memikir akan kasi lewat pedang lawan seperti tadi pedangnya dikelit. Akan tetapi pedangnya Sin Cie itu, setelah ditusukkan, segera diteruskan, diputar, dan selagi Kiam Hoo berkelit, dia ini merasakan bebokongnya kelanggar suatu apa, sehingga ia kaget sekali, sampai ia keluarkan keringat dingin, buru-buru ia buang tubuhnya kedepan, setelah menubruk tanah, ia lantas mencelat bangun. Diluar sangkaannya, ujung pedang Sin Cie masih membayangi bebokongnya, sehingga dalam sibuknya, tak sempat ia menangkis. Ia berkelit, ia berkelit pula, tidak urung ujung pedang terus ancam dia, ujung pedang itu seperti tidak mau berpisah darinya! Ujung pedang cuma nempel dengan baju, maka coba tikaman dilanjuti, habislah selembar jiwanya orang jumawa ini.

Kiam Hoo yang dijuluki "Bu Eng Cu" si Bajangan Tak Ada, artinya, ia tidak punyakan bajangan, itu menandakan liehaynya ilmu entengkan tubuh, kegesitannya, akan tetapi sekarang, pedang Sin Cie justru menjadi bajangannya, tidak heran kalau ia terbenam dalam kaget dan takut. Tujuh atau delapan kali ia berkelit, ia tetap masih belum bisa loloskan diri dari ancaman ujung pedang lawannya itu.

Sin Cie tampak muka orang pucat dan kepala bermandikan keringat, ia ingat lawan itu adalah sutitnya, keponakan murid, ia anggap tak boleh ia berlaku keterlaluan. Maka ia berhenti membayangi, ia tarik pulang pedangnya.

"Inilah ilmu silat pedang Hoa San Pay, apakah kau belum pernah mempelajarinya?" tanyanya.

Setelah tidak dibayangi lebih jauh, Bwee Kiam Hoo bisa tenangi diri. Ia tunduk.

"Inilah yang dibilang Hu-kut cie cie," jawab ia. Sin Cie tertawa pula. "Kau benar," ia bilang. "Nama ilmu pedang ini tak sedap didengarnya akan tetapi kefaedahannya besar sekali!"

"Hu kut cie cie" berarti "Lalat ikuti tulang".

Dari antara hadirin segera terdengar suara nyaring dari Ceng Ceng:

"Kau digelarkan Bu Eng Cu, hei, kenapa bebokongmu selalu diiringi pedang orang?" demikian suara nona jail itu. "Aku sendiri, aku lebih suka bajangan sendiri yang mengikuti belakangku!"

Kiam Hoo mencoba mengatasi diri, ia tidak layani nona itu. Tapi ia tetap masih belum puas. Ia sudah yakinkan pedangnya belasan tahun, ia heran kenapa ia tak dapat gunai itu seperti biasanya.

"Marilah kita adu pedang menurut cara biasa," kata ia pula kemudian. "Kepandaianmu terlalu campur-aduk, aku tidak sanggup melayaninya. "

"Ini adalah pelajaran aseli dari Hoa San Pay, mengapa kau menyebutnya campur aduk?" Sin Cie tanya. "Baiklah! Kau lihat!"

Ia lantas menyerang, lempang didada.

Kiam Hoo angkat pedangnya, untuk menangkis, habis mana, niat ia melakukan pembalasan, akan tetapi anak muda itu menekan, ketika ia hendak menarik pulang, ia tidak bisa lakukan itu, sebab entah kenapa, pedangnya bagaikan nempel sama pedang lawannya itu.

Sesudah menekan, Sin Cie lalu memutar pedangnya, sampai dua kali, sama sekali ia tidak kasi ketika untuk orang menarik pulang pedangnya itu, malah tangannya Kiam Hoo terpaksa turut berputar, setelah mana, cuma terasa satu tarikan kaget, pedangnya Bu Eng Cu terlepas dari cekalannya dan terlempar!

"Apakah kau masih hendak mencoba pula?" Sin Cie tanya.

Kiam Hoo menjadi nekat, tanpa menjawab, ia sambar sebatang pedang lain dari atas meja, begitu lekas ia berpaling, ia terus menyerang, kearah pundak kiri si anak muda. Ia berlaku cerdik sekarang, ketika Sin Cie menangkis, dengan cepat ia tarik pulang pedangnya itu. Tak sudi ia membikin pedangnya terlilit pula dan terpental.

Sin Cie juga tidak putar pedangnya seperti tadi, setelah tangkisannya kosong, ia teruskan pedangnya untuk menikam dada si orang bandel itu!

Inilah serangan hebat, tak dapat tidak, serangan ini mesti ditangkis, sebab untuk berkelit, ia tidak punyakan ketika lagi. Begitulah ia menangkis.

Begitu lekas kedua pedang bentrok, dengan menerbitkan suara nyaring, Kiam Hoo rasai lengannya menggetar dan terputar, menyusul itu, cekalannya terlepas, pedangnya mental ke udara. Ia terkejut, tapi ia masih ingat akan dirinya, masih saja ia penasaran, maka hendak ia berlompat pula ke meja, untuk sambar sebatang pedang lain.

"Apakah kau masih tidak hendak menyerah?" membentak Sin Cie, yang bisa duga maksud orang, karena mana, ia balingkan pedangnya dua kali kearah ponakan murid ini, untuk tidak mengasi ketika.

Mau atau tidak, Kiam Hoo mesti batalkan maksudnya. Untuk luputkan diri dari ancaman pedang, ia berkelit, tubuhnya dikasi mundur dengan berlenggak. Justru ia lindungi tubuhnya, kakinya kena disambar kaki si anak muda, pelahan saja, tetapi itu cukup buat menyebabkan dia rubuh terjengkang!

Masih Sin Cie belum mau berhenti. Sambil maju, ia mengancam dengan ujung pedangnya pada tenggorokannya.

"Apa benar kau tak hendak menyerah?" tegaskan dia.

Seumurnya, Kiam Hoo belum pernah menampak hinaan semacam ini, bisa dimengerti hebatnya kemendongkolan dan gusarnya, sebab ia tidak sanggup lampiaskan itu, mendadak saja ia pingsan.

Sun Tiong Kun saksikan itu kejadian, kapan ia lihat suhengnya rebah celentang tak berkutik, matanya mendelik dan lantas dirapatkan, dia jadi lupa daratan, karena ia menyangka, suheng itu binasa ditangan pemuda ini. Sambil berlompat ia menyerang dengan tangan kosong, mulutnya berteriak: "Kau bunuh juga aku!"

Sin Cie juga terkejut melihat orang pingsan.

"Jikalau dia binasa, bagaimana aku bisa menemui suhu dan jie-suheng?" pikir dia. Lantas ia membungkuk, akan raba dada Kiam Hoo, sehingga ia merasai memukulnya jantung, karena mana, legalah hatinya. Ia lantas tepuk orang punya batang leher dan jalan darah, buat bikin darahnya jalan benar.

Ketika itu Sun Tiong Kun sudah sampai dengan lompatannya, ia lantas saja hajar bebokongnya Sin Cie dengan kepalannya, berulang-ulang, sebab ia sudah kalap.

Sin Cie tidak perdulikan serangan itu, ia antap saja.

Ceng Ceng dan Lau Pwee Seng lompat maju, yang pertama berseru, untuk cegah nona Sun turun tangan lebih jauh, yang belakangan untuk tarik saudara seperguruannya. Sun Tiong Kun jatuhkan dirinya, mendelepok dilantai, ia menangis menggerung-gerung.

Tidak antara lama, Kiam Hoo sadar akan dirinya.

"Kau bunuh saja aku!" ia berseru tetapi suaranya lemah. "Suheng," Pwee Seng kata pada saudara itu, "kita mesti

dengar nasihat susiok, jangan kau turuti adatmu "

Ceng Ceng awasi Tiong Kun.

"Dia tidak mati, kenapa kau nangis?" katanya sambil tertawa.

Gusar Tiong Kun, ia lompat bangun, kepalannya menyambar pada nona Hee. Ia ada satu wanita jago dari Hoa San Pay, ia pun sedang murka, tidak heran kalau serangannya itu ada luar biasa cepat.

Ceng Ceng tidak menyangka, siasia ia berkelit, pundak kirinya kena terjotos, sehingga ia merasai sakit, karena mana, ia jadi gusar, hendak ia melakukan pembalasan. Tapi Baru ia hendak ayunkan tangannya, tiba-tiba Tiong Kun menjerit: "Aduh! Aduh!" lalu tubuhnya nona itu terbungkuk-bungkuk. Ia heran sehingga ia melengak.

"Kau yang serang aku, kenapa kau yang kesakitan?" ia tegur. Ia hendak menegur terus tetapi Sin Cie kedipi matanya, hingga walaupun ia heran, ia urungi niatnya itu.

Sun Tiong Kun masih menangis, ia usut-usut kedua kepalannya yang merah dan bengkak. Itulah yang membuat ia menjerit dan menangis, sebab tangan itu sakit bukan main. Dalam kalapnya, barusan ia serang Sin Cie kalang- kabutan, setiap kali ia memukul, kepalannya membal balik. Ia tidak perdulikan itu, ia masih tidak merasakan sakit, adalah setelah ia jotos Ceng Ceng, Baru ia merasakan sakit, sakit sekali, seperti ditusuk-tusuk jarum. Sekarang pun ia lihat, kedua kepalannya bengkak dan merah, saking menahan sakit, air matanya meleleh terus.

Sengaja Sin Cie mengajar adat, sebab ia gemas sekali terhadap murid dari jie-suhengnya, karena nona ini sangat garang dan telengas, tanpa sebab ia sudah tabas kutung lengan Lip Jie, dan saban-saban ia perlihatkan kegagahannya.

Orang banyak tidak tahu duduknya perkara, maka rata- rata mereka menyangka Ceng Ceng adalah yang liehay sekali. Bukankah pemuda ini diajar kenal sebagai puteranya Kim Coa Long-kun Hee Soat Gie? Apa heran bila orang menyangka dia terlebih liehay daripada Sin Cie, hingga Sun Tiong Kun yang menyerang, Sun Tiong Kun sendiri yang kesakitan.....

Cuma Sip Lek Taysu, The Kie In dan Ban Hong yang ketahui, nona Sun sudah jadi korban dari tenaga membal, bahwa untuk tolong si nona, obatnya gampang, ialah kepalannya mesti diuruti dan jalan darahnya ditotok, nanti sakitnya lenyap, bengkaknya kempes. Tapi mereka tidak berani turun tangan, untuk tolongi si nona, mereka jeri terhadap Sin Cie, bugee siapa sekarang mereka malui.

Posting Komentar