"Mencuri?" tanyanya. "Buat apa aku mencuri?"
"Cis, bangsat cilik!" Sun Tiong Kun mendamprat sambil meludah. "Sudah mencuri, kau masih menyangkal!"
Bwee Kiam Hoo tertawa secara dingin sekali. "Habis, dari mana kau pelajarinya itu?" tanya dia. Sin Cie menjawab dengan langsung:
"Aku adalah murid Hoa San Pay," sahutnya. Murid-murid Hoa San Pay itu tercengang tetapi Sun Tiong Kun maju setindak. Dia menuding secara sengit sekali.
"Hei, bocah, kau gila!" katanya. "Sudah kau temberang sambil panggul-panggul mereknya Kim Coa Long-kun, sekarang kau sebut-sebut Hoa San Pay! Apakah kau tahu, nonamu ini dari golongan mana? Hm! Ini dia yang dibilang, Lie Kui tetiron menemui Lie Kui sejati! Baik kau ketahui, kita bertiga ada dari Hoa San Pay!"
Sin Cie tidak gusar, dia tetap sabar.
"Seperti aku sudah bilang, dengan Kim Coa Long-kun itu aku tidak punya sangkutan apa-apa," ia kasi keterangan. "Aku melainkan bersahabat dengan puteranya Tayhiap itu. Tentang kamu, sam-wie, dari siang-siang memang aku sudah ketahui kamu ada orang-orang Hoa San Pay. Kita sebetulnya dari satu golongan."
Lau Pwee Seng bisa sabarkan diri.
"Semua muridnya Tong-pit Thie-shuiphoa Uy Supeh aku kenal, akan tetapi diantaranya tidak ada kau, lauko," kata dia. "Sun Sumoay, adakah kau dengar kalau-kalau paling belakang ini Uy Supeh terima murid baru?"
"Matanya Uy Supeh bagaimana tinggi, mustahil dia sudi terima murid sebagai tukang tipu ini?" jawab Sun Tiong Kun dengan ketus. Dia masih sangat panas karena pedangnya telah dipatahkan. Dia memang aseran dan pikirannya cupat sekali.
Sin Cie tetap sabar saja.
"Memang Uy Cin Suheng bermata tinggi sekali, tidak nanti dia sembarang menerima murid," dia bilang. Semua orang heran mendengar pemuda ini panggil suheng kepada Uy Cin.
Bwee Kiam Hoo bertiga tercengang.
"Sebenarnya dari mana kau dapatkan kepandaian Hoa San Pay ini?" Lau Pwee Seng tegasi, suaranya keras. Ia tetap sangsi. "Lekas kau bilang!"
Dengan sama sabarnya seperti tadi, Sin Cie menjawab. "Guruku she Bok, namanya di atas, Jin, di bawah Ceng,"
demikian penyahutannya dengan tenang. "Guruku itu
adalah yang dunia kangou gelarkan 'Pat-chiu Sian-wan' si Lutung Sakti Tangan Delapan. "
Bwee Kiam Hoo saksikan bugee orang yang liehay, mendengar orang aku diri murid Hoa San Pay, ia sangsi, hingga maulah ia menduga, mungkin Uy Cin, sang supeh, telah memungut satu murid baru, tetapi sekarang dia dengar pemuda ini mengaku ia adalah murid su-counya, keragu- raguannya jadi lenyap. Benar-benar ia tidak percaya sucou itu, yang tidak ketentuan tempat mengembaranya, masih mau menerima murid lagi. Ia sendiri cuma pernah dua kali menemui sucou itu. Gurunya sendiri, Sin-kun Bu Tek Kwie Sin Sie suami-isteri sudah berusia lima-puluh tahun, tapi pemuda ini sangat muda usianya, mana mungkin dia jadi murid sucounya itu? Sekarang orang aku diri sebagai paman-guru mereka, dia anggap: pemuda ini benar-benar tidak tahu hidup atau mati!
"Menurut keterangan ini, jadinya, kaulah susiok kita?" akhirnya dia tanya. (Susiok ialah paman guru).
"Aku juga tidak berani aku kamu bertiga, enghiong- enghiong besar, hookiat-hookiat besar, sebagai sutitku," sahut Sin Cie dengan sama tenangnya. (Enghiong dan hookiat ada orang-orang gagah. Sutit ialah keponakan murid).
Dikuping Bwee Kiam Hoo, jawaban itu berbau ejekan. "Apakah mungkin kami telah membuat malu Hoa San
Pay?" ia tegaskan. "Susiok Tayjin, tolong kau memberi
nasihat kepada kami tiga sutit kecil yang harus dikasihani. Ha-ha-ha!"
Bwee Kiam Hoo sudah berusia tiga puluh tujuh atau tiga puluh delapan tahun. Perkataannya ini membuat tertawa berkakakan semua orang-orang undangan Bin Cu Hoa.
Baru sekarang Sin Cie perlihatkan roman sungguh- sungguh.
"Jikalau Jie-suheng Kwie Sin Sie ada disini, pasti dia akan beri nasihatnya sendiri kepadamu!" kata dia, suaranya keren.
Tapi Bwee Kiam Hoo jadi sangat gusar, sekali sambar saja, pedangnya sudah lantas terhunus hingga menerbitkan suara "Sret!"
"Anak tolol, apakah disini kau ngaco-belo?" ia membentak, mendamprat.
Ciau Kong Lee menjadi sibuk, karena urusan jadi ada ekornya. Lekas-lekas ia menyelah diantara mereka.
"Tuan Wan ini main-main saja, Tuan Bwee, harap kau jangan gusar," ia mohon. "Mari, mari ramai-ramai kita keringkan cawan!"
Dengan kata-katanya ini Kong Lee juga tidak percaya Sin Cie benar ada paman guru dari Bwee Kiam Hoo bertiga. Usia mereka kedua pihak tak memungkinkan itu.
Tapi Kiam Hoo masih panas hatinya. "Anak tolol, walaupun kau paykui di depanku dan manggut-manggut dan memanggil aku susiok tiga kali, masih aku Bu-eng-cu tak sudi aku padamu!" katanya.
Ceng Ceng jadi panas hati, ia pun campur bicara.
"Eh, Bu Eng Cu, kau mesti panggil engkong dulu padaku!"
kata dia.
Sin Cie berpaling kepada kawannnya itu.
"Adik Ceng, jangan bergurau," ia bilang. Ia terus menoleh pada Bwee Kiam Hoo, akan kata: "Sebetulnya aku belum pernah bertemu sama Kwie Jie-suheng. Kamu sendiri, samwie, kamu ada terlebih tua daripadaku, turut pantas, tak tepat aku menjadi paman gurumu. Akan tetapi, perbuatan kamu bertiga, sesungguhnya tidak selayaknya."
Alisnya Bwee Kiam Hoo bangun berdiri, ia tertawa berkakakan. Ia gusar bukan kepalang.
"Ah, bocah, kau jadinya hendak beri nasihat kepadaku?" katanya dengan nyaring. "Mohon aku tanya, dimanakah kesalahannya kami bertiga? Sahabatku ada urusan, mustahil kami tak dapat bantu padanya?"
Sin Cie tidak lantas menjawab langsung.
"Cousu kami dari Hoa San Pay telah meninggalkan dua belas macam pantangan," katanya, dengan sabar, tapi dengan sungguh-sungguh. "Kau tahu, apa bunyinya pantangan yang ketiga, kelima, keenam, dan kesebelas?"
Ditanya begitu, Bwee Kiam Hoo melengak.
Sun Tiong Kun tidak tunggu saudara itu menjawab, dia timpuk muka Sin Cie dengan pedang buntungnya. "Aku hendak coba kepandaian Hoa San Paymu!" serunya.
Sin Cie tunggu sampainya pedang itu, ia angkat tangan kirinya,ia balikkan telapakannya ke atas, lalu ia menepok, menakup dengan telapakan tangan kanan yang dibalik kebawah, maka pedang bunting itu lantas kena dibekap dengan kedua telapakan tangannya itu. Ini ada tipu silat "Heng Pay Koan Im" atau "Memuja Dewi Koan Im dengan tangan miring".
"Ini Heng Pay Koan Im, cocok atau tidak?" ia tanya. Bwee Kiam Hoo kembali melengak, juga Lau Pwee
Seng. Dalam hatinya, mereka kata: "Memang ini ada ilmu
silat Hoa San Pay, melainkan dia gunainya secara sangat sempurna, suhu sendiri belum tentu sanggup berbuat begini. "
Sun Tiong Kun juga tercengang, hingga ia diam saja. Lau Pwee Seng mendekati pemuda kita.
"Benar, barusan kau telah gunai tipu-silat kaum kita," katanya. "Sekarang aku yang ingin mohon pelajaran lebih dahulu daripadamu. "
"Lau Toako," sahut Sin Cie dengan sabar. "Kau bergelar Sin-kun Thay-po, dengan begitu pastinya kau paham benar ilmu silat kita Hok-hou-ciang serta ilmu membelah batu dan menghancurkan kumala. "
Sekarang ini Lau Pwee Seng tidak berani memandang enteng lagi seperti mulanya.
"Aku Baru meyakinkan kulit dan bulunya saja, tak berani aku membilang sudah mempelajarinya dengan sempurna," ia jawab. "Tidak usah terlalu merendah, Lau Toako," Sin Cie bilang. "Umpama kau sedang berlatih tangan dengan Kwie jie-suheng, umpama dia benar-benar gunai kepandaiannya, seandainya dia serang kau dengan Pau-goan-keng atau Kun-goan-kang, apakah bisa toako menyambutnya?"
"Sepuluh jurus yang pertama, masih bisa aku melayaninya, lantas sepuluh jurus yang bawah, sukar sekali," Pwee Seng jawab.
"Aha," kata Sin Cie. "Aku dengar gelaran Kwie Jie- suheng ada Sin-kun Bu-tek, kepandaiannya menggunai kepalan pastilah sangat sempurna sekali, maka dengan Lau Toako sanggup melayani dia sampai sepuluh jurus, itulah sudah bagus sekali. Lau toako, tidaklah kecewa kau dengan gelaranmu Sin-kun Thay-po itu."
"Itulah gelaran yang orang berikan aku secara main- main, yang benar adalah kepandaianku masih beda jauh dari suhu," Pwee Seng bilang. Ia pun jadi bisa merendahkan diri sekarang.
Sun Tiong Kun tidak puas terhadap sikapnya saudara seperguruan ini. Dari suaranya ini saudara, nyatalah Pwee Seng telah jadi semakin lunak, agaknya dia suka aku Sin Cie sebagai paman gurunya.
"Eh, Lau Suko, bagaimana?" dia menegur. "Apakah kau kena digertak dengan ocehan belaka?"