Pedang Ular Mas Chapter 75

NIC

"Bocah kurang ajar, jangan ngaco-belo!" dia membentak. Ceng Ceng tidak gusar, dia tertawa terus.

Sun Tiong Kun awasi Ciau Kong Lee serta semua orangnya.

"Tadinya aku percaya Kim Liong Pang sedikitnya mempunyai beberapa orang liehay, siapa tahu buktinya sekarang semuanya terdiri dari segala perempuan, segala bantong!"

Ciau Wan Jie tidak dapat antap orang pentang bacot lebar. "Kalau perempuan, bagaimana?" tanya dia. "Aku terima tantanganmu!"

Empat atau lima muridnya Ciau Kong Lee lantas berbangkit.

"Sumoay, kita juga turut bertaruh!" kata mereka. "Tidak usah, cukup aku sendiri!" Wan Jie menolak. Sun Tiong Kun tertawa mengejek.

"Baik!" berseru dia. "The Tocu, sukalah kau menjadi saksi!"

The Kie In adalah kepala bajak yang tak segan membunuh orang, akan tetapi menghadapi ini macam pertaruhan, hatinya toh giris.

"Nona. Nona," katanya, untuk mencegah, "jikalau kamu hendak bertaruh, baiklah kamu gunai segala yancie atau pupur, buat apa kamu pakai cara ini?"

Wan Jie mendahului menjawab: "Dia telah babat kutung sebelah tangannya Lo Sukoku, maka sebentar aku hendak bikin picak kedua matanya!"

Mendengar begitu, The Kie In lantas tutup mulut. Bwee Kiam Hoo, dengan dingin turut bicara.

"Nona Ciau, kau baik sekali terhadap muridnya Kim Coa Long Kun," ia menjindir, "sehingga kau sudi menggantikan jiwanya. "

Merah mukanya nona Ciau itu tapi ia dapat menahan sabar.

"Kau sendiri hendak bertaruh atau tidak?" ia tanya. Ia menantang. Ceng Ceng pun gusar terhadap orang Hoa San Pay itu.

Maka ia menyelah.

"Kasihlah aku yang bertaruh dengan Bu-eng-cu!" katanya.

"Kau hendak bertaruh apa?" tanya Kiam Hoo.

"Aku juga hendak bertaruh tiga lawan satu!" jawab nona ini.

"Ya, bertaruh apa?" Kiam Hoo tegasi.

"Jikalau dia kalah, disini juga dimuka umum aku nanti panggil engkong tiga kali padamu," jawab Ceng Ceng. "Jikalau dia yang menang, untukmu cukup memanggil aku satu kali saja!"

Mendengar ini, semua orang, kawan dan lawan, pada tertawa. Semua orang anggap "pemuda" ini benar-benar nakal.

"Siapa mau bergurau denganmu?" kata Kiam Hoo. "Mari kita nantikan saja, apabila dia yang menang, aku nanti minta pengajaran dari kau!"

Masih Ceng Ceng menggoda.

"Dengan begitu, sebatangmu itu menjadi terlebih liehay daripada Liang Gie Kiam-hoat dari Bu Tong Pay!. "

katanya.

"Aku dari Hoa San Pay," Kiam Hoo kasi keterangan. "Mereka itu benar dari Bu Tong Pay. Sesuatu kaum mempunyai ilmu kepandaiannya sendiri, jangan kau mencoba mengadu dan merenggangkan kami!"

Tong Hian jadi jemu mendengari orang adu mulut saja. "Sudah, cukup!" ia berseru. "Eh, bocah, kau lihat!"

Ia bicara kepada Sin Cie, yang ia segera serang pula. Perbuatan ini diturut oleh Bin Cu Hoa, yang terus menikam dengan kakinya maju menginjak apa yang dinamai pintu "hong-bun".

Mereka berdua menggunai masing-masing tangan kiri dan kanan, untuk bergerak menuruti garis-garis patkwa delapan kali delapan menjadi enam puluh empat, gerakannya saling menghidupkan, saling mematikan juga, sambaran anginnya bersiur-siur.

Ketika dahulu Kim Coa Long-kun rundingkan ilmu pedang dengan Uy Bok Toojin dari Bu Tong Pay itu, dia telah hunjuk bahwa Liang Gie Kiam-hoat masih ada bagian-bagiannya yang lemah, akan tetapi imam itu percaya benar ilmu pedang ciptaannya itu, ia bersikap kukuh, sehingga ia kata: "Taruh kata benar masih ada kelemahannya pada ilmu pedangku ini akan tetapi di kolong langit ini tidak ada orang yang sanggup memecahkannya." Atas pengutaraan itu, Kim Coa Long- kun tidak bilang apa-apa.

Kemudian, ketika Ngo-cou dari Cio Liang Pay seterukan Kim Coa Long-kun, diantara orang-orang liehay yang mereka undang untuk membantu pihak mereka, ada juga ahli-ahli pedang dari Bu Tong Pay, diwaktu menghadapi mereka ini, Kim Coa Long-kun tahu pasti bagaimana mesti melayani diaorang itu. Benar saja, dalam beberapa gebrak saja, ia telah berhasil pecahkan Liang Gie Kiam-hoat. Didalam Kim Coa Pit Kip, tentang Liang Gie Kiam-hoat itu ditulis jelas, kelemahannya, cara menyerangnya, maka itu sekarang Sin Cie tidak berkuatir sama sekali. Demikian, atas serangan, dia berkelit, terus dia main berkelit saja, dia gunai kegesitannya, kelicinannya.

Tong Hian Toojin dan Bin Cu Hoa merangsek terus, satu tikaman demi satu tikaman, akan tetapi sampai beberapa jurus, tidak juga mereka berhasil dapat menikam lawan

519 yang muda belia itu, sehingga selain mereka sendiri, para penonton pun menjadi heran, rata-rata orang mengagumi si anak muda.

"Ilmu entengkan tubuh dari anak muda ini benar-benar sempurna, boleh jadi sekali benarlah dia ada murid Kim Coa Long-kun," menyatakan Cit-cap-jie-to Tocu The Kie In kepada Sip Lek Taysu, pendeta dari Siau Lim Sie.

Pendeta itu manggut-manggut.

"Dalam angkatan muda ada orang liehay sebagai dia, sungguh jarang didapat," ia menyatakan akur.

Pertempuran berjalan semakin seru, karena Bin Cu Hoa telah jadi semakin sengit. Satu kali ia injak garis tiong- kiong, ia tikam dada lawannya. Tong Hian Toojin dilain pihak menusuk kekiri, untuk disusul sama tikaman kearah kanan.

Sin Cie kena terjepit, tak ada lowongan lagi untuk ia egos tubuhnya. Akan tetapi ia tidak gugup, ia tidak kehabisan daya. Dengan tiba-tiba saja ia mendak, sebelah kakinya dimajukan. Ia mendak demikian rendah, kepalanya pun dikasi tunduk, maka tahu-tahu kepalanya itu sudah seruduk perutnya Cu Hoa. Ia masih tidak gunai tenaga penuh tetapi jago Bu Tong Pay itu terpelanting mundur, terhujung- hujung, hampir dia rubuh terjengkang.

Tong Hian Toojin terperanjat, untuk cegah kawannya nanti diserbu, dia merangsek, dia menyerang beruntun- runtun hingga tiga kali, selama mana, Sin Cie kembali main mundur atau berkelit.

Bin Cu Hoa pertahankan diri, ia gusar tak kepalang. "Binatang," ia mendamprat. Sin Cie berkelahi dengan sikap damai, ia masih mengharap untuk redakan ketegangan, supaya terciptalah perdamaian, akan tetapi Cu Hoa damprat ia secara demikian, tiba-tiba saja hawa-amarahnya naik.

"Jikalau aku tidak perlihatkan kepandaianku, akan tindih mereka ini, urusan sukar dibereskan," pikir dia. "Aku pun mesti cari ketika untuk hadapi Tiang Pek Sam Eng, jikalau tidak, pasti orang tidak akan tunduk kepadaku. "

Maka ia lantas mencelat kesamping meja, akan sambar cawannya sendiri, untuk segera cegluk isinya, sesudah mana, ia berseru berulang-ulang: "Lekas, lekas serang aku, aku masih belum dahar kenyang!"

Kemurkaan Bin Cu Hoa bertambah-tambah, terang sekali orang telah sangat menghina dia. Dalam murkanya itu, ia perhebat serangannya sehingga pedangnya perdengarkan angin menderu-deru.

"Bin Sutee, sabar!" Tong Hian peringati. "Dia sedang pancing hawa-amarahmu!"

Cu Hoa insyaf, maka ia jadi sabar pula. Tapi berdua, mereka terus menyerang dengan keras, mereka tetap merangsek, cahaya pedang mereka berkelebatan seperti mengurung tubuh lawan.

Lagi beberapa jurus telah dikasi lewat. Dengan mendadak, dengan kelicinannya, Sin Cie dapat loncat keluar kepungan, untuk letaki cangkirnya diatas meja.

"Adik Ceng, tambahkan arakku!" ia teriaki kawannya. "Baik!" jawab Ceng Ceng.

Sin Cie sambar sebuah kursi, ia sendiri berdiri ditepi meja, dengan kursi itu, ia rintangi pelbagai tusukan pedang, sampai si nona sudah isikan cawannya, Baru ia sambar cawan itu, lalu melepaskan kursinya, ia lompat pula ketengah ruangan. Disini ia makan ayamnya.

Posting Komentar