Pedang Ular Mas Chapter 74

NIC

Bin Cu Hoa seperti sadar mendengar kata-kata itu.

"Kau bilang kau adalah orang suruhannya Kim Coa Long-kun!" dia berseru. "Siapa bisa buktikan kau bukannya orang palsu yang datang kemari untuk ngaco-belo saja?"

"Habis apa kau inginkan untuk bikin kau percaya betul?" Sin Cie tanya.

Bin Cu Hoa balingkan pedangnya yang panjang. "Banyak orang kangouw bilang Kim Coa Long-kun liehay bugeenya," berkata dia, "itu melainkan kata-kata saja dan belum pernah ada orang yang menyaksikannya, apabila kau benar ada turunan dari Kim Coa Long-kun itu, pasti kau telah mewarisi kepandaiannya itu. Asal kau dapat menangkis pedangku ini, Baru aku mau percaya!"

Orang she Bin ini memandang enteng Sin Cie yang masih berusia demikian muda. Umpama kata benar si pemuda ada anaknya Kim Coa Long-kun, pasti dia belum dapat wariskan semua kepandaiannya orang kangouw luar biasa itu. Berapa liehaynya orang muda ini? Ia percaya, dalam beberapa gebrak saja, ia akan dapat merubuhkannya, hingga orang akan percaya surat-surat itu adalah surat-surat palsu belaka.

Sin Cie jatuhkan diri di atas kursi, untuk berduduk. Ia cegluk araknya, ia jumput sumpit untuk jepit sepotong daging, buat dikasi masuk kedalam mulutnya, untuk dikunyah.

"Untuk menangkan pedang di tanganmu itu, buat apa sampai mesti dapatkan warisan kepandaiannya Kim Coa Long-kun...." Katanya sambil tertawa. "Orang telah permainkan padamu, kau masih tidak insyaf, sayang, sungguh sayang. "

Bin Cu Hoa jadi bertambah-tambah mendongkol. "Kapan orang permainkan aku?" dia berteriak. "Eh,

bocah, apakah kau berani piebu denganku? Jikalau kau

takut, pergilah kau menggelinding dari sini!"

Kembali Sin Cie cegluk araknya, sikapnya sangat tenang.

"Sudah lama aku dengar ilmu pedang Bu Tong Pay adalah yang tunggal didalam dunia Kangouw, maka hari ini marilah aku belajar kenal dengannya," kata ia dengan tetap sabar. "Akan tetapi, sebelumnya main-main, perlu kita bicara dahulu. Jikalau aku dapat menangkan kau, perselisihanmu ini dengan pihak Ciau Losu mesti dibikin habis, tidak dapat diungkat-ungkat pula, umpama kata kau tetap memusuhinya, maka semua cianpwee yang hadir disini harus perdengarkan suaranya yang adil!"

"Itulah pasti!" berseru Bin Cu Hoa dengan bernapsu. "Disini ada Sip Lek Taysu, The Ceecu dan yang lain-lain, yang menjadi saksi! Tapi jikalau kau tak dapat menangkan aku?"

"Aku nanti menjura kepadamu untuk menghaturkan maaf," jawab si anak muda dengan lantas. "Selanjutnya aku tidak akan campur tahu pula urusan ini."

"Baik!" berseru Bin Cu Hoa. "Nah, kau majulah!"

Cu Hoa segera putar pedangnya, hingga anginnya berbunyi "swing, swing!" Teranglah ia ada sangat sengit hingga ia sengaja pertontonkan tenaganya. Didalam hatinya, ia pun pikir: "Jikalau aku tidak berikan tanda mata kepadamu, ditubuhmu, pasti kau tidak insyaf liehaynya Bu Tong Pay!"

Sin Cie masih tetap tenang seperti tadinya.

"Kim Coa Tayhiap telah bilang padaku," ia berkata pula, "didalam Bu Tong Pay, ilmu pedangnya yang paling liehay adalah Liang Gie Kiam-hoat. Ia pesan padaku, katanya, dengan kepergianmu ini, apabila si orang she Bin tidak sudi mengerti, hingga pertempuran mesti terjadi, kau mesti perhatikan ilmu pedangnya itu. Yang lain-lainnya tak usah diperdulikan. Sekarang mari aku ajarkan kau beberapa tipu pukulannya untuk memecahkannya."

Pemuda ini belum bicara habis atau dari antara rombongan tetamu, seorang usia pertengahan lompat maju kearahnya sambil berseru: "Baik! Aku ingin saksikan bagaimana Kim Coa Long-kun ajari kau memecahkan Liang Gie Kiam-hoat!"

Seruan itu disusul sama tusukan pedang ke muka Sin Cie.

Anak muda ini egos mukanya ke kiri, terus ia loncat ke tengah-tengah ruangan. Sementara itu, tangan kirinya masih cekali cawan araknya, tangan kanannya, dengan sumpit, sedang menjepit sepotong paha ayam.

"Aku mohon tanya gelaranmu, tootiang?" katanya.

Penyerang itu memang ada satu toojin, satu imam. "Pintoo ada Tong Hian Toojin," jawab imam itu. "Pintoo

adalah murid Bu Tong Pay angkatan kedua puluh tiga. Bin Cu Hoa ini adalah suteeku!"

"Bagus, tootiang," kata pula Sin Cie. "Dulu Kim Coa Tayhiap dan Uy Bok Tootiang telah merundingkan tentang ilmu silat pedang di atas gunung Bu Tong San, itu waktu Uy Bok Tootiang telah unjuk bahwa Liang Gie Kiam-hoat ciptaannya itu tidak ada tandingannya di dalam dunia ini, atas itu Kim Coa Tayhiap cuma tertawa saja, ia tidak membantahnya. Maka beruntunglah hari ini kita bertemu disini, hingga kita dari angkatan muda bisa dapat ketika untuk merundingkannya dan mencoba-coba."

Tong Hian Toojin tidak bilang apa-apa lagi, ia beri tanda pada Bin Cu Hoa, lantas keduanya menyerang dengan berbareng. Sebab "Liang Gie Kiam-hoat" seperti namanya menunjuki "liang-gie", adalah ilmu berkelahi yang selamanya mesti dilakukan oleh dua orang melawan satu atau lebih musuh.

Gesit luar biasa, Sin Cie melejit dari dua tikaman itu yang hebat sekali, atas mana, ia dirangsek pula. "Tahan, tahan!" Ceng Ceng berseru. "Dengar dulu!"

Bin Cu Hoa dan Tong Hian hentikan serangan mereka, lantas mereka berdiri berendeng dengan masing-masing pedangnya di depan dada. Ini dia yang dinamakan sikap "liang-gie". Mereka awasi pemuda ini.

"Wan Toako menerima baik untuk bertempur dengan Bin-ya satu orang, kenapa sekarang ditambah satu tooya lagi?" tanya Ceng Ceng.

Matanya Tong Hian Toojin mencilak.

"Engko kecil, teranglah kau ada merek palsu!" berkata imam ini dengan ejekannya. Ceng Ceng tetap dandan sebagai satu pemuda. "Siapa sih yang tidak ketahui Liang Gie kiam-hoat mesti dilakukan berbareng oleh dua orang? Kau tidak tahu suatu apa, apa mungkin Kim Coa Long-kun yang kenamaan juga tak tahu ini?"

Disengapi secara demikian, merah muka nona kita.

Sin Cie segera datang sama tengah dengan kata-katanya: "Liang Gie kiam-hoatmu ini memang didasarkan atas Im dan Yang, yang saling menghidupkan dan saling menaklukkan. Siapa yang latihannya masih jauh daripada kesempurnaan, memang digunainya itu harus dengan berdua, akan tetapi untuk ahli sejati, pasti cukup dengan satu orang saja!"

Ceng Ceng tidak kenal Liang Gie kiam-hoat, karenanya ia telah menanyakannya. Tentu saja ia tidak senang yang Sin Cie mesti dikerubuti dua orang. Tapi ia tidak tahu, karena pertanyaannya ini yang tolol, ia jadi sudah membuka rahasia sendiri. Karena ini juga, Sin Cie lekas- lekas tolongi kawannya ini.

Tong Hian dan Bin Cu Hoa saling mengawasi, dalam hatinya mereka pikir: "Tidak pernah suhu omong bahwa

512 ilmu pedang ini bisa dipakai berkelahi dengan satu orang saja, maka apa mungkin bocah ini cuma ngoceh tak keruan?"

Ceng Ceng sendiri telah lantas dapat pulang ketenangan dirinya. Ia lantas tertawa gembira sekali terhadap kedua jago Bu Tong Pay itu. Ia kata: "Oleh karena jiewie maju berdua dengan berbareng, aku anggap syarat taruhannya perlu ditambah berlipat!"

"Kau hendak bertaruh apa?" tanya Bin Cu Hoa.

"Aku inginkan," sahut Ceng Ceng, "umpama kata pihakmu yang kalah maka kecuali dibulatkan janji kau tidak akan musuhkan pula kepada Ciau Losu ini, kau juga mesti serahkan pada Wan Toako gedung besarmu di luar pintu Kim Coan-mu. Apa kau akur?"

Bin Cu Hoa pikir: "Sekarang ini, apa juga baiklah aku terima baik! Umpama bocah ini tidak terbinasa di ujung pedangku, sedikitnya dia bakal terluka parah." Dia merasa pasti sekali. Maka dia lantas berikan jawabannya: "Baik, aku terima pertaruhan ini! Umpamanya kau juga hendak turut maju, hingga kita jadi dua pasang kami akur, supaya tidak usah kamu nanti katakan kita yang tua menghina yang muda dan yang banyak curangi yang sedikit!"

"Bagaimana kau bisa bilang yang banyak curangi yang sedikit?" tanya Ceng Ceng. "Sungguh kau tidak tahu tingginya langit dan dalamnya bumi!"

Naik darahnya Bin Cu Hoa karena hinaan ini.

"Orang she Wan!" ia berseru kepada Sin Cie. "Bagaimana jikalau kau kena kami lukakan?"

Tidak lantas pemuda kita berikan jawabannya, karena usul keluar dari Ceng Ceng tetapi dialah yang ditanya. Tapi Ciau Kong Lee sudah lantas menalangi dia. "Bin Jieko, gedungmu itu berapa harganya?" tanya ketua Kim Liong Pang ini.

"Baru pada bulan yang lalu aku beli gedung itu," sahut Bin Cu Hoa. "Aku beli itu dengan harga delapan ribu tiga ratus tail."

"Kalau begitu, aku suka wakilkan Wan Toako." Bilang Kong Lee. "Kau tunggu sebentar."

Tuan rumah ini lantas bicara pelahan sekali pada gadisnya.

Ciau Wan Jie segera lari kedalam, untuk keluar pula dengan cepat dengan membawa selembar kertas berharga dari bank.

Ciau Kong Lee lantas berkata pula: "Wan Toako ini hendak keluarkan tenaganya untuk aku, aku sangat bersyukur kepadanya. Disini ada itu jumlah delapan ribu tiga ratus tail. Umpama Wan Toako dengan sepasang tangannya tidak sanggup layani empat tangan dari kamu, maka Bin Jie-ko boleh ambil cek ini. Dan kalau ada urusannya lain lagi, lain kali Bin Jieko boleh cari aku. Siapa berhutang, dia mesti membayar!"

Ketua Kim Liong Pang ini pikir, umpama Sin Cie tidak sanggup menangi lawan, tidak apa, asal dia jangan jadi korban untuknya.

The Kie In, cong-bengcu atau ketua pusat dari kawanan bajak dari tujuh puluh dua pulau gembira dengan macam pertaruhan itu, dia lantas turut campur bicara.

"Bagus!" serunya. "Inilah pertaruhan yang maha adil, adil sekali! Bin-jieko, aku juga hendak turut ambil bagian!" Dia lantas rogoh sakunya, akan keluarkan sepotong uang goanpo emas, yang ia terus lemparkan ke atas meja, sambil ia tambahkan: "Mari kita bertaruh tiga lawan satu! Goanpo

514 itu berharga tiga ribu tail! Hayo, siapa berani lawan dengan seribu tail saja?"

Tantangan itu tidak ada yang jawab, walau kembali pemimpin bajak itu ulangi sampai beberapa kali. Sin Cie masih demikian muda, mana dia sanggup lawan dua jago Bu Tong pay? Tidak ada orang yang niat korbankan uang secara cuma-cuma.

Tapi Ciau Wan Jie muncul dengan tiba-tiba.

"The toapeh, suka aku terima pertaruhanmu ini!" katanya. Malah lantas dia loloskan gelang emas yang sedang dipakai, ia letaki itu diatas meja.

Itulah gelang emas yang tertabur permata, sinarnya sampai memain berkeredepan.

The Kie In angkat gelang itu untuk diperiksa, kemudian ia kata: "Gelangmu ini berharga tiga ribu tail, maka itu tidak sudi aku akan akali satu bocah. Aku akan tambah uangku lagi enam ribu tail!"

Memang ia janjikan tiga lawan satu.

Pemimpin bajak ini lantas teriaki orangnya untuk letaki lagi dua potong goanpo emas diatas meja.

"Aku pujikan supaya kaulah yang menang!" kata pula cong-bengcu ini sambil tertawa. Ia berkata-kata seraya hadapi nona Ciau. "Ini uang bisa dijadikan pesalinmu!"

Sun Tiong Kun panas hati menyaksikan semua itu.

"Aku pertaruhkan pedangku ini!" ia berseru. Ia lemparkan pedangnya yang tinggal sepotong keatas meja.

0o-d.w-o0

"Siapa kesudian pedang patah itu!" Ceng Ceng bilang. Semua orang pun heran.

"Aku bukan pertaruhkan pedangnya saja!" Sun Tiong Kun berteriak memberi keterangan. "Aku juga bertaruh tiga lawan satu! Begini: Umpama kata ini bocah yang beruntung memperoleh kemenangan, kau boleh tusuk aku tiga kali, akan tetapi sebaliknya apabila dia yang kalah, dengan pedang buntung ini, aku nanti tikam kau satu kali saja! Kau mengerti sekarang?"

Kembali semua orang merasa heran, apapula dipihak tuan rumah. Itu adalah pertaruhan yang mereka belum pernah mengalami, walaupun banyak diantara mereka adalah jago-jago ulung. Antaranya ada yang sudah meleletkan lidah terlebih dahulu.

Ceng Ceng tertawa dengan manis sekali, sikapnya wajar. "Kau begini cantik-molek, mana tega aku untuk tikam

padamu?" berkata dia. Tentu saja itu hanya ejekan belaka.

Lau Pwee Seng jadi sengit.

Posting Komentar