ampun kepada sepotong jiwamu!""
Murid-murid lain dari Ciau Kong Lee tidak senang toako mereka diperhina secara demikian, mereka hunus senjata dan maju ke tengah ruangan.
Dipihak Bin Cu Hoa, sejumlah guru silat dan sahabat- sahabat undangannya juga maju, maka tak dapat dicegah
501 lagi, kedua pihak lantas bertempur. Berisik suara beradunya pelbagai alat-senjata.
Gou Peng mundur sampai tiga tindak, tapi ujung pedang senantiasa iringi dia. Musuh itu pun mengancam: "Jikalau kau tidak tekuk lutut, aku akan tikam padamu!"
"Kau tikamlah!" Gou Peng menantang. "Tikamlah! Buat apa bersikap sebagai orang perempuan!"
Ciau Kong Lee mencelat ke atas kursi.
"Semua tahan!" ia berseru dengan suara nyaring. "Lihat aku!"
Ia geraki tangannya, yang memegang golok, maka golok itu lantas mengancam batang lehernya sendiri.
"Hutang jiwa mesti dibayar dengan jiwa!" ia berteriak pula. "Maka aku nanti bayar jiwanya Bin Cu Yap! Murid- muridku, kamu semua mundur!"
Semua murid itu taat kepada guru mereka, dengan menyesal mereka mundur, dengan roman sedih, mereka awasi guru mereka itu.
Karena pertempuran telah berhenti, ruangan jadi tenang pula.
Ciau Kong Lee telah menjadi putus asa, benar-benar dia hendak habisi jiwa sendiri. Tapi mendadakan, ia dengar suara gadisnya:
"Ayah!" berseru Ciau Wan Jie. "Ayah, mana itu surat lainnya? Dia bilang dia bakal datang untuk tolong kau!"
Kong Lee merogo keluar selembar kertas tanpa tulisan, dia beber itu, untuk ditunjuki kepada semua hadirin di pihak musuhnya, ia ulapkan itu beberapa kali, hingga semua orang dapat lihat, disitu ada terlukis gambar sebatang pedang yang luar biasa. Mereka itu tidak mengerti, mereka mengawasi seperti tercengang.
Ciau Kong Lee lihat orang berdiam, dia berseru: "Kim Coa Tayhiap, kau datang terlambat!" Menyusul itu, dia ayun goloknya ke arah tenggorokannya!
Dalam saat yang sangat genting ini, mendadakan terdengar satu suara berkontrang, seperti suatu benda membentur golok, lantas goloknya ketua Kim Liong Pang itu terlepas dari cekalan, jatuh ke lantai hingga bersuara nyaring!
Dan tahu-tahu, disampingnya Ciau Kong Lee berdiri seorang anak muda yang romannya cakap-ganteng, usianya kira-kira duapuluh tahun lebih. Semua orang pihak tetamu tidak lihat tegas munculnya pemuda ini, yang Sin Cie adanya.
Bersama-sama Ceng Ceng, pemuda ini diam menyaksikan jalannya pertempuran itu, yang diseling dengan pelbagai pertempuran. Ia mulanya percaya, dengan diperlihatkannya kedua surat keterangan itu, urusan bakal dapat dibereskan, persengketaan akan dapat didamaikan, hingga tak usah ia tonjolkan diri didepan orang banyak itu, terutama untuk cegah perselisihan atau bentrokan dengan muridnya jie-suhengnya. Maka adalah di luar dugaannya, justru Bwee Kiam Hoo yang telah mengacau. Tidak ada jalan lain, terpaksa ia mesti muncul juga.
Jiwanya Ciau Kong Lee terancam, untuk cegah ketua Kim Liong Pang itu dari kematian, ia timpuk golok dengan sebutir biji caturnya.
Selagi orang keheran-heranan, Sin Cie berkata dengan nyaring: "Kim Coa Long Kun sedang berhalangan, tak dapat dia datang sendiri kemari, dari itu dia melainkan utus puteranya serta saudaranya dia ini, untuk mendamaikan kamu kedua pihak!"
Semua orang yang tertua dari pihaknya Bin Cu Hoa melengak sejak tadi. Mereka semua tahu, siapa adanya Kim Coa Long-kun yang kenamaan, yang sepak-terjangnya tak ketahuan, tapi yang katanya sudah lama menutup mata, hingga mereka heran, kenapa mendadak dia muncul di sini, walau cuma wakilnya.
Wan Jie sementara itu telah hampirkan ayahnya. "Ayah, inilah dia!" dia bisiki orang tua itu.
Ciau Kong Lee juga tergugu, kapan ia telah pandang itu anak muda, ia mendelong, pikirannya bekerja keras. Ia juga ragu-ragu.
"Siapa kau?" berteriak Sun Tiong Kun dengan tegurannya. "Siapa yang perintah kau datang kemari untuk mengadu-biru?"
Didalam hatinya, Sin Cie kata: "Benar aku berusia lebih muda daripadamu, akan tetapi derajatku lebih tinggi satu tingkat! Tunggu sebentar, apabila aku telah perkenalkan diri, aku mau lihat, apa kau tetap ada begini kurang ajar. "
Tapi ia menjawab dengan tenang.
"Aku ada orang she Wan," sahutnya dengan sabar. "Kim Coa Long-kun Hee Toa-hiap utus aku menemui suhu Ciau Kong Lee ini. Aku punyakan sedikit urusan ditengah jalan, lantaran itu aku tertangguh beberapa hari, sehingga aku terlambat sampainya disini. Aku menyesal sekali."
Sun Tiong Kun baru berumur dua puluh lebih, tak tahu ia tentang nama besar dari Kim Coa Long Kun Hee Soat Gie, ia pun bertabeat aseran, maka ia sudah lantas berteriak:
"Apakah itu Kim Coa, Tiat Coa, si ular emas, si ular besi? Lekas kau turun, jangan kau menggerecok hingga menjadi perintang!"
Ceng Ceng perdengarkan suara di hidung, dia ulur lidahnya.
Sun Tiong Kun lihat dia dihinakan, dia jadi mendongkol. Dengan tiba-tiba saja ia lompat mencelat, dengan pedangnya ia tikam perutnya nona itu. Hebat sekali serangannya ini, karena itu adalah tipu silat pedang Hoa San Pay "In lie tiau toh" atau "Di dalam mega menyolok buah toh". Inilah ilmu pedang ciptaan Pat-chiu Sian Wan Bok Jin Ceng, ketua dari Hoa San Pay.
Mana sanggup Ceng Ceng kelit tikaman itu?
Sin Cie kenal baik tipu tikaman itu, ia gusar bukan main terhadap Sun Tiong Kun. Kenapa nona ini demikian kejam, menyerang secara demikian telengas kepada orang bukannya musuh? Itulah serangan yang akan membawa kebinasaan.
"Kau terlalu!" kata ia di dalam hatinya, seraya ia berlompat ke depan Ceng Ceng, kaki kanannya terus terangkat, untuk dipakai menjejak, hingga pedang Hui Thian Mo-lie jadi terinjak ujungnya, terinjak terus di lantai!
Sin Cie gunai ilmu jejakan dari Kim Coa Long-kun, yang ia dapat cangkok dari kitab Kim Coa Pit Kip, hingga tak seorang juga didalam ruangan itu yang mengenalnya. Banyak orang menjadi heran, tanpa merasa ada yang berseru kagum, ada juga yang saling mengawasi satu pada lain. Sun Tiong Kun kerahkan tenaganya, untuk tarik pulang pedangnya itu, akan tetapi maksud hatinya tak kesampaian. Injakan anak muda yang ia tidak kenal itu seperti nancap di lantai. Justru begitu, tangan kiri si anak muda menyambar ke arah mukanya, tak dapat ia luputkan diri dengan cuma pelengoskan muka, terpaksa ia lepaskan cekalannya, ia lompat mundur.
Sin Cie masih mendongkol, ia jumput pedang dikakinya itu, dengan satu gerakan dari kedua tangannya, ia bikin patah senjata itu, terus ia lemparkan ke lantai!
Bu-eng-cu Bwee Kiam Hoo dan Sin-kun Thaypo Lau Pwee Seng adalah dua suheng Sun Tiong Kun, mereka ini saksikan sang sumoay dipecundangi, mereka murka. Pwee Seng hendak lantas turun tangan, akan tetapi Kiam Hoo yang licik tarik dia.
"Tunggu sebentar, tunggu apa yang dia hendak bilang!" kata suheng ini.
Benar-benar Sin Cie lantas bicara.
"Kandanya Bin-ya Cu Hoa dahulu, kelakuannya tak dapat dibenarkan, karena itu dia kena dibinasakan oleh Ciau suhu, yang tak bisa antap saja perbuatan busuk. Kejadian itu diketahui jelas sekali oleh Kim Coa Long-kun, siapa juga bilang, untuk ketahui duduknya perkara, dua pucuk surat telah ditulis untuk membuktikannya. Kim Coa Long-kun juga telah ajak Ciau Suhu pergi ke Bu Tong San untuk menghadap sendiri kepada Uy Bok Toojin, ketua dari Bu Tong Pay, untuk menjelaskan duduknya perkara. Itulah pun menjadi sebab kenapa Uy Bok Toojin telah sudahi perkara itu. Dua surat yang dimaksudkan itu mestinya inilah adanya....." Dia menunjuk kepada robekan kertas di lantai. "Barusan tuan ini telah robek surat-surat berharga itu, entah apa maksudnya?" Dia tambahkan seraya tunjuk juga Bwee Kiam Hoo.
Puas Ciau Kong Lee mendenagr perkataan-perkataan itu, hingga ia mau percaya, pemuda ini benarlah diutus Kim Coa Long-kun. Ia cekal tangan gadisnya, hatinya sendiri memukul keras.
Bwee Kiam Hoo tapinya tertawa dingin.
"Itulah dua pucuk surat palsu!" berkata dia. "Si orang she Ciau telah berpikir yang bukan-bukan untuk mengelabui orang! Buat apa kalau dua pucuk surat itu tidak dirobek?"
Sin Cie masih berlaku sabar.
"Ketika kami berdua hendak berangkat kemari, Kim Coa Long-kun telah beritahukan kami tentang bunyinya dua surat itu," kata ia. "Dua surat yang dirobek itu, bukankah ini Taysu dan losu itu telah membacanya sendiri?" tambahkan ia, seraya ia memberi hormat pada Sip Lek Taysu dan The Kie In. "Mari kita bicarakan isinya surat itu, itu benar dusta atau tidak, nanti akan dapat diketahui."
"Baik, bicaralah!" berkata Sip Lek Taysu dan The Kie In. Sin Cie berpaling kepada Bin Cu Hoa.
"Bin-ya," katanya, "jikalau aku bicara, kesudahannya sungguh tidak akan membikin bercahaya muka kandamu, dari itu, apa aku mesti bicara terus atau jangan?"
Urat-urat dikepalanya Cu Hoa pada bangun.
"Kandaku bukan orang semacam yang kau hendak sebutkan!" dia berseru bahna gusar. "Pasti sekali inilah surat palsu!"
Sin Cie tidak hendak berbantah pula. Ia menoleh pada kawannya. "Adik Ceng, silakan kau bacakan bunyinya kedua surat itu!" ia minta.
Ceng Ceng terima perintah itu tanpa bilang suatu apa, mulanya ia mendehem beberapa kali, lantas ia mulai membacakan, diluar kepala. Ia berotak sangat terang, satu kali saja ia baca kedua surat itu selama di hotel, segera ia ingat semuanya. Ia baca lebih dahulu surat pengakuannya Thio Ceecu, lalu surat tanda terima kasih dari Khu Tootay. Ia membaca dengan tenang, suaranya halus tetapi terang.
Orang-orang dalam rombongan Bin Cu Hoa sudah lantas kasak-kusuk apabila "pemuda" ini telah membacakan beberapa puluh huruf , terang mereka itu mulai rundingkan isi surat, dan ketika baru saja pembacaan dilakukan separuh, Bin Cu Hoa sudah menjerit.
"Berhenti!" teriak dia. "Bocah, siapakah kau?"
Ceng Ceng belum sempat menjawab, Bwee Kiam Hoo sudah nyelah.
"Bocah ini kebanyakan ada orangnya si orang she Ciau!" kata Bu-eng-cu si Bajangan Tak Ada. "Atau dia adalah orang yang diundang untuk membantu pihaknya. Siapa berani pastikan jikalau tidak lebih dahulu mereka bersekongkol?"