Bin Cu Hoa pun gusar, biji matanya menjadi merah, selagi tuan rumah ber-kata-kata, dia jumput sepasang sumpitnya, dengan itu ia timpuk sepasang mata tuan rumah.
"Bangsat tua, hari ini aku akan adu jiwa denganmu!" dia mendamprat.
Ciau Kong Lee lihat serangan itu, ia lantas sambar sumpitnya sendiri, dengan itu ia sambut serangan sumpit sambil sumpit lawan itu dijepit, untuk terus diletaki diatas meja. Sikapnya tuan rumah tenang dan sabar sekali.
"Saudara Bin, mengapa kau begini murka?" tanyanya. "Disini masih ada ketika untuk kitaorang omong dengan baik-baik. Mana orang? Lekas ambilkan Bin Jie-ya sepasang sumpit baru!"
Bin Cu Hoa terperanjat dalam hatinya apabila ia saksikan musuh itu demikian liehay.
"Pantas kandaku terbinasa ditangannya. " Pikir dia.
Bwee Kiam Hoo lihat Bin Cu Hoa keok dalam satu jurus, dimana dia berada dekat dengan tuan rumah, dengan tiba-tiba ia ulur tangan kanannya, akan sambar lengannya tuan rumah itu, sembari berbuat demikian, dia bilang : "Ciau Toaya, sungguh kau liehay! Mari kita ikat persahabatan. "
Ciau Kong Lee lihat tangan orang diulur, cepat luar biasa ia egos tubuhnya, sambil berkelit, ia pun lompat minggir.
Tangannya tetamu itu tidak ditarik pulang, atau dia tak dapat lakukan itu, tangan itu kena sambar belakang kursi, hingga diantara suara berkeresek yang nyaring, patahlah belakang kursi itu!
Sibuk juga Ciau Kong Lee menampak pihak musuh demikian galak, diantaranya ada yang sudah pale kepalannya dan cabut senjatanya, sedang dipihaknya sendiri, semua murid dan beberapa sahabatnya sudah lantas siap sedia. Ia sibuk karena kuatir pertempuran akan segera mengambil tempat sementara Kim Coa Long-kun, yang ia harap-harap, masih juga belum muncul, untuk datang sama tengah. Ia kuatir banyak jiwa bakal dikorban dalam pesta perjamuan ini. Karenanya ia melirik kepada gadisnya, yang duduk disamping.
Ciau Wan Jie sedang pegangi dua bungkusan pemberiannya dua pemuda yang dia Baru kenal, ia pun tidak kurang sibuknya, kapan ia lihat tanda dari ayahnya, ia segera buka bungkusan yang panjang itu, yang ternyata ada dua batang pedang. Tidak ayal lagi, ia bawa itu kehadapan ayahnya, untuk diletaki diatas meja.
Ciau Kong Lee lihat kedua pedang itu, ia bingung, karena ia tidak tahu apa artinya itu. Bukan main ia ragu- ragu.
Dipihak lawan, Twie-hong-kiam Ban Hong kenali pedangnya, dan pedangnya Sun Tiong Kun, bukan main malunya ia. Ia jumput kedua pedang itu, satu diantaranya ia lantas serahkan pada Hui-thian Mo-lie.
Sun Tiong Kun sambuti pedangnya sambil terus menantang: "Siapa mempunyai kepandaian, mari kita bertempur secara terus-terang! Mencuri pedang orang, apakah itu perbuatan satu hoohan?"
Caiuw Kong Lee diam saja, ia mengawasi si nona.
Benar-benar ia tidak tahu duduknya hal.
Nona Sun garang sekali, ia maju dua tindak, dengan ujung pedangnya yang tajam, ia tusuk dadanya tuan rumah.
Ciau Kong Lee mundur dua tindak, menyusul itu murid yang kedua telah serahkan padanya goloknya, yang ia terus sambuti, akan tetapi ia tidak gunai itu untuk balas menyerang.
Sun Tiong Kun penasaran yang serangannya kena dikelit, ia maju pula, sambil ia tusuk pundak kiri orang.
Ketua Kim Liong Pang jadi putus asa, dengan terpaksa ia geraki goloknya untuk membacok pedangnya si penyerang. Kalau si nona menusuk dengan terusan tipu- silat "Heng in liu sui", atau "Mega berjalan bagaikan air mengalir", adalah dia gunai tipu bacokan "Tiang khong lok goan", atau "Dari udara jatuhlah seekor burung belibis".
Jikalau bacokan ini mengenai sasarannya, tak dapat tidak, pedangnya Sun Tiong Kun mesti terlepas dari tangannya dan terlempar jatuh, akan tetapi dia liehay, dia turunkan pedangnya kebawah dan luputlah dia dari ancaman bencana mendapat malu. Akan tetapi ini bukan tindakan berkelit melulu, karena pedangnya turun, ia pun mendak pedang itu lantas diteruskan, untuk dipakai menikam perutnya tuan rumah. Ini ada semacam tipu silat yang liehay sekali.
Tidak perduli Ciau Kong Lee telah punyakan latihan beberapa puluh tahun, tak menyangka ia untuk serangan yang berbahaya itu, hingga tak sempat ia menangkisnya, maka tidak ada jalan lain, ia enjot kakinya akan berlompat tinggi, mencelat melewati kepalanya si nona. Ia berhasil meluputkan perutnya dari tikaman, akan tetapi celana disebelah pahanya kena terobek ujung pedang!
"Sungguh berbahaya...." Kata dia dalam hatinya, selagi ia putar tubuh dengan cepat, kuatir lawan nanti lanjuti serangan susulannya.
Akan tetapi Sun Tiong Kun tidak dapat desak dia, sebab dua muridnya sudah maju, akan menahan si nona. Dilain pihak, ia girang sekali kapan gadisnya telah buka dan beber
497 bungkusan yang kedua, karena ia kenali kedua surat penting yang "lenyap" ditangannya dua saudara Su!
Sun Tiong Kun telah tempur dua musuh, yang menbenci sangat padanya, hingga mereka ini berkelahi dengan sangat sengit. Mereka sangat ingin membalas sakit hatinya Lo Lip Jie, suheng mereka.
Si nona bertempur dengan tabah, tidak perduli dia dikepung berdua. Dia masih bisa bersenyum ewa. Dia melayani dengan sebelah tangan - tangan kiri - dipakai menolak pinggang. Sebab dialah yang dapat mendesak dua musuhnya itu.
Ciau Kong Lee sambuti dua lembar surat dari tangan gadisnya.
"Tahan! Tahan!" ia berseru berulang-ulang. "Aku hendak bicara!"
Mendengar perkataan gurunya, kedua muridnya, yang sedang terdesak, mendengar kata, akan tetapi satu diantaranya, lambat mundurnya.
"Duk!" demikian satu suara, dia kena didupak dadanya oleh Sun Tiong Kun, yang menyerang tak perduli pertempuran sudah ditunda. Segera dia muntahkan darah hidup, mukanya menjadi pucat sekali.
Sun Tiong Kun gusar sekali yang orang telah sambar pedangnya, ia anggap itu ada satu hinaan besar bagi dirinya, maka ia jadi sengit luar biasa. Maka sekarang ia berlaku bengis sekali.
Ciau Kong Lee atasi diri sebisa-bisanya.
"Sahabat-sahabat, tolong dengar dahulu padaku!" ia berseru. Suasana sudah tegang sekali, akan tetapi orang toh mulai jadi sabar pula.
Ciau Kong Lee lihat keadaan reda, dia bicara pula : "Sahabat she Bin ini sesalkan aku yang aku telah bunuh kandanya, penyesalannya itu tepat. Memang kandanya itu, Bin Cu Yap, telah terbinasa ditanganku!. "
Ruangan yang sunyi senyap jadi terganggu pula dengan tangisannya Bin Cu Hoa, yang menangis dengan tiba-tiba.
"Hutang uang bayar uang, hutang jiwa bayar jiwa!" berteriak ia sambil sesenggukan.
"Benar, hutang jiwa bayar jiwa!" beberapa sahabatnya tetamu ini berseru, suara mereka nyaring, hingga ruangan jadi berisik pula.
"Sahabat-sahabat, sabar!" Ciau Kong Lee serukan. "Disini dua pucuk surat, aku minta sukalah beberapa locianpwee yang terhormat membacanya, habis itu, umpama mereka anggap aku benar-benar mesti mengganti jiwa, aku segera akan bunuh diriku sendiri, jikalau aku kerutkan alisku, aku bukan satu hoohan lagi!"
Kata-kata ini membuat orang heran, hingga ingin sesuatunya melihat surat-surat itu, hingga untuk sesaat, suara mereka jadi bergemuruh pula.
"Sabar, sahabat-sahabat!" Ciau Kong Lee bilang. "Aku silakan Bin Jie-ya pilih tiga locianpwee, untuk mereka baca surat ini!"
Bin Cu Hoa tidak tahu surat itu apa bunyinya, tanpa bersangsi lagi, ia terima baik sarannya tuan rumah.
"Baik!" menyambut dia. "Aku mohon Sip Lek Taysu, Tocu The Kie In dan Bu-eng-cu Bwee Toako bertiga yang membacanya!" Sip Lek Taysu bertiga terima baik tugas itu, mereka sambuti kedua surat, lalu berdiri disamping meja, mereka sama-sama membaca, dengan pelahan.
Tiang Pek Sam Eng kasak-kusuk bertiga, muka mereka pias.
Sip Lek Taysu adalah yang pertama membaca habis, lanats saja dia berkata: "Menurut pendapat pinceng, Bin Jie- ya, baiklah permusuhan ini dibikin habis sampai disini, kamu kedua musuh harus menjadi sahabat satu dengan lain!"
Pendeta ini ada Kam-ih dari ruang Tat Mo Ih dari Siau Lim Sie, kepandaiannya dalam ilmu silat Gwa-kee, bagian luar, sudah sempurna sekali, ia pun kenamaan, maka itu,mendengar perkataannya itu, semua orang tercengang.
Bin Cu Hoa heran dan penasaran dengan berbareng, maka ia majukan dirinya, untuk dapat baca juga kedua surat itu. Membaca surat pengakuan Thio Ceecu, masih tidak seberapa, akan tetapi setelah baca habis surat Khu Tootay, ia jadi melengak. Ia malu bercampur bingung, ia pun bersusah hati, hingga karenanya, ia jadi berdiam menjublek, mulutnya bungkam.
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari Bwee Kiam Hoo: "Inilah surat-surat palsu! Siapakah yang hendak dipedayakannya!"
Menyusul itu, dengan mendadak, ia robek kedua surat!
Bukan kepalang kagetnya Ciau Kong Lee. Ia tidak sangka, di hadapan demikian banyak orang, Bwee Kiam Hoo berani berbuat demikian rupa. Bukankah itu bagaikan surat jimat untuknya? Ia juga jadi sangat gusar, hingga tak dapat ia bersabar pula. Sambil angkat goloknya, dia berseru: "Orang she Bwee, apa benar kau begini tidak tahu malu?" "Entah siapalah yang tidak tahu malu!" Bwee Kiam Hoo jawab dengan dingin. "Kau telah bunuh kanda orang, sekarang kau ciptakan ini surat-surat palsu untuk membikin orang sangat penasaran! Surat-surat semacam ini, apabila aku keram diri didalam rumah, dalam satu hari aku bisa tulis banyaknya seratus pucuk!"
Sip Lek Taysu, juga The Kie In, percaya kesalahan ada di pihaknya Bin Cu Hoa, akan tetapi mendengar kata- katanya Bwee Kiam Hoo, mereka jadi bimbang. Apakah tak mungkin kedua surat itu palsu adanya?
Untuk sesaat, ruangan jadi sunyi senyap.
Gou Peng Kong murid kepalanya Ciau Kong Lee jadi meluap darahnya karena gurunya diperhina demikiam macam, merah mukanya, kedua matanya hampir loncat melejit, dia berlompat, dengan goloknya, dia bacok orang she Bwee itu.
Bu-eng-cu si Bajangan Tak Ada egos sedikit tubuhnya, berbareng dengan itu, pedangnya telah tercekal dengan terhunus ditangannya, selagi sinar pedang berkelebat, Gou Peng menjerit. Goloknya kena ditangkis keras hingga terlepas dan terlempar, menyusul mana, ujung pedang mengancam tenggorokannya.
Itulah menyatakan liehaynya murid Hoa San Pay ini. "Kau tekuk lutut!" Kiam Hoo berseru dengan titahnya
yang bengis. "Dengan berlutut, Bwee Toaya akan beri