Ciau Kong Lee awasi mereka semua, ia perlihatkan air muka guram.
"Dimasa mudaku, aku hidup dalam dunia Rimba Hijau," kata guru ini. "Sekarang ini tak perlu aku umpatkan apa jua terhadap kamu semua. "
Sin Cie pandang semua murid itu, mereka angkat kepala, tapi masih mereka berdiam saja. Terang sudah, semua murid itu benar-benar tidak ketahui hal-ikhwal guru mereka itu.
"Sekarang musuh telah datang, ingin aku jelaskan kamu semua duduknya permusuhan," kata pula guru itu.
0o-d.w-o0
Lagi-lagi Ciau Kong Lee menghela napas.
"Sebagai orang rimba hijau, aku ambil kedudukan diatas bukit Siang Liong Kong," demikian ia mulai. "Pada tahun itu, pada suatu hari aku terima laporan dari beberapa saudara pengawas tentang bakal lewatnya serombongan "minyak air" dibawah gunungku. Itulah rombongannya bekas tootay dari Souciu dan Siongkang, yang bersama keluarganya dalam perjalanan pulang kekampung halaman mereka. Adalah kebiasaan kita kaum rimba hijau, kita hidup dari pembegalan atau perampasan, apapula hartanya pembesar-pembesar jahat, yang makin tak dapat dikasi hati. Laginya, dengan membegal satu lepasan pembesar, hasilnya berlipat seratus kali daripada kita ganggu rombongan saudagar, sedang harta mereka biasanya harta tidak halal dan pantaslah bila kita merampasnya. Maka bulatlah tekadku untuk merampasnya. Turut keterangan lebih jelas, bekas tootay itu ada orang she Khu dan rombongannya bakal lewat diwaktu lohor. Apa yang menyulitkan kita, terkabar bekas tootay itu pakai pelindung yang bukan orang sembarangan, sebab dia adalah Bin Cu Yap, pemimpin Hwee Yu Piau Kiok dari Ceelam, Shoatang. Bin Cu Yap itu adalah kandanya Bin Cu Hoa ini."
Baru mendengar sampai disitu, Sin Cie dan Ceng Ceng lantas saja mengerti duduknya hal.
"Beginilah kiranya," pikir pemuda kita. "Ciau Kong Lee hendak merampas, Bin Cu Yap hendak membelainya. Sebagai piausu, itulah kewajibannya Bin Cu Yap. Rupanya mereka telah bertempur, Bin Cu Yap kalah, dia mati terbunuh. "
Sembari pasang kuping, Sin Cie juga tidak lepas mata terhadap Ban Hong dan Sun Tiong Kun, maka itu ia dapat melihat ketika nona Sun satu kali meraba bebokongnya, dia terperanjat karena pedangnya tak ada ditempatnya, hingga dia kaget dan berjingkrak karenanya, segera dia memberi tanda pada Ban Hong, lantas keduanya angkat kaki dari rumahnya si orang she Ciau itu.
Diam-diam Sin Cie tertawa dalam hatinya. Ia terus mendengari :
"Bin Cu Yap itu, dalam kalangan kangouw, ada kenamaan," Ciau Kong Lee melanjuti. "Dia ada satu ahli silat dari Bu Tong Pay. "
"Oh, persaudaraaan Bin itu ada dari Bu Tong Pay," Sin Cie pikir. "Menurut suhu, Bu Tong Pay adalah pusat utama dari pelajaran ilmu silat pedang diseluruh negara dan ketuanya ada punya pergaulan luas dengan lain-lain kaum
464 persilatan. Pantas sekarang Bin Cu Hoa bisa undang demikian banyak orang kosen."
"Mulanya tak berani aku segera turun tangan," Ciau Kong Lee bercerita pula, "malah aku segera turun gunung untuk membikin penyelidikan sendiri. Malam itu aku mengintai dirumah penginapan. Apa yang aku saksikan membuat perutku hendak meledak saking gusar dan mendongkol. Diluar dugaan, Bin Cu Yap ada seorang yang kemaruk paras eilok, dan dia telah incar puteri kedua dari Khu-Tootay. Untuk ini, dia telah bersekongkol sama Thio Ceecu, pemimpin Hui Hou Cee. Rencana mereka adalah Thio Ceecu akan turun tangan didekat Hui Hou Cee, selagi perampasan dilakukan, Bin Cu Yap nanti berpura-pura melakukan perlawanan, tapi dia akan berpura-pura kalah , supaya Thio Ceecu dapat binasakan Khu Tootay sekeluarga kecuali gadisnya yang kedua itu, yang mesti dirampas bersama semua hartanya. Setelah itu, Bin Cu Yap akan berpura-pura berlaku nekat, untuk tolong nona Khu itu. Apabila si nona sudah dapat ditolong, kata Bin Cu Yap, dia pasti jadi sebatang kara, tidak ada pelindungnya lagi, hingga ia percaya, nona itu akan berhutang budi padanya dan nanti suka serahkan diri untuk menjadi isterinya. Thio Ceecu bersedia melakukan rencana itu, karena ia pun temahai hartanya tootay itu. Aku dengar semua itu, aku gusar, lantas aku pulang, untuk ajak sekalian saudara bersiap didekat Hui Hou Cee, guna rintangi rencana itu. Benarlah, pada jam yang disebutkan, rombongan Khu Tootay sampai di jalanan gunung bagian kiri dari Hui Hou Cee, sarangnya Thio Ceecu itu."
"Ah, inilah lain," pikir Sin Cie. Tadinya ia menduga, begal dan piausu perebuti harta saja. Ia mendengari terus :
"Waktu itu tak dapat aku sabarkan diri," kata Ciau Kong Lee yang melanjuti. "Aku junjung pantang kita kaum Rimba Hijau mengenai soal paras eilok. Kita boleh buntu jalan, kita boleh menjadi begal, tapi kita tetap mesti jadi satu laki-laki, tidak demikian ada Bin Cu Yap. Kenapa dia jadi begitu hina, sedang dia ada satu piausu? Sebagai piausu, dia menyalahi tugas, dia bikin turun derajatnya, dan sebagai orang gagah, dia perhina martabat sendiri! Segera setelah munculnya rombongan Khu Tootay, Thio Ceecu dan laskarnya pun keluar, dengan banyak berisik, mereka mengancam hendak membegal. Bin Cu Yap maju kemuka, dengan tingkahnya yang tengik, ia berlagak hendak melindungi keluarga Khu itu. Aku habis sabar, tidak tunggu sampai mereka lanjuti sandiwara mereka, aku keluar dari tempat tersembunyi. Adalah maksudku untuk cegah kejadian busuk itu, akan tetapi kita kedua pihak tak mendapat kecocokan, hingga kita jadi bentrok. Dengan pedangnya, Bin Cu Yap benar-benar liehay, untungnya bagiku, dia sedang gusar dan kalap, dia seperti tak dapat kendalikan diri, maka kebetulan aku dapat ketika, aku telah kena bacok dia sehingga dia binasa "
"Suhu, manusia keji semacam dia pantas dibinasakan!" berseru satu murid, yang potong omongan gurunya. "Kenapa kita mesti jeri? Kalau besok mereka datang, kita bongkar rahasianya Bin Cu Yap ini, umpama dia norek hendak menuntut balas juga, mustahil diantara rombongannya tidak ada orang-orang yang jujur ?"
"Kau benar," Sin Cie kata dalam hatinya, mendengar kata-katanya murid itu. "Umpama benar keterangannya orang she Ciau ini, dia pantas dihargai. Aku kuatir masih ada lain urusan lagi diantara mereka itu. "
Ciau Kong Lee menghela napas pula sebelum ia menutur lebih jauh.
"Setelah membinasakan Bin Cu Yap, aku menginsyafi bahaya yang bakal ancam aku," demikian guru itu.
466 "Gurunya Bin Cu Yap ada Uy Bok Toojin, bersama guru ini ada banyak saudara-saudaranya seperguruan, diaorang itu tentunya tidak mau mengerti dan bakal menuntut balas. Bagaimana aku sanggup lawan mereka semua? Beruntung untuk aku, saudara-saudaraku dapat pengaruhi Thio Ceecu, lantas aku paksa dia untuk menulis surat keterangan yang menuturkan persekutuan mereka, bahwa maksud Bin Cu Yap ada untuk ganggu nona Khu itu. Thio Ceecu telah tulis surat pengakuannya itu."
"Khu Tootay merasa sangat bersyukur yang aku telah tolongi dia, dia sampai menulis sehelai kertas dalam mana ia juga tuturkan dengan jelas duduknya perkara itu, untuk mana dia paksa dua piausu dari Hwee Yu Piau Kok bubuhkan tanda-tangannya, untuk menguatkan surat keterangan itu. Kedua piausu itu tidak tahu maksudnya Bin Cu Yap, mereka tidak mendendam sakit hati padaku, sebaliknya, mereka bersyukur, karena kalau tidak, tentu nama mereka akan turut bercacat. Karenanya, kita menjadi sahabat-sahabat. Karena kejadian itu, tak dapat aku terus menduduki Siang Liong Kong, terpaksa aku membubarkan diri, kemudian dengan bawa itu dua surat bukti, aku pergi ke Bu Tong San, untuk menemui Uy Bok Toojin, guna jelaskan duduknya hal."
"Diluar dugaanku, pihak Bu Tong Pay telah terlebih siang mendengar kabar perihal kebinasaannya Bin Cu Yap, mereka telah berpapasan denganku selagi aku Baru ditengah perjalanan. Mereka berniat ganggu aku, baiknya aku dapat pertolongan seorang kangouw yang luar biasa, siapa terus antar aku naik ke Bu Tong San hingga aku dapat menemui Uy Bok Toojin. Dibantu oleh penolong itu, aku ceritakan duduknya kejadian. Uy Bok Toojin ada seorang jujur, ia suka percaya keteranganku, maka ia larang murid- muridnya musuhkan aku. Akan tetapi, untuk nama baiknya Bu Tong Pay, ia kehendaki aku jangan uwarkan hal itu kepada umum. Aku berikan janjiku. Maka setelah turun gunung, terus aku tutup mulut. Inilah sebabnya kenapa hampir tidak ada orang kangouw yang ketahui rahasia itu. Pada waktu itu, Bin Cu Hoa masih kecil. Aku percaya, dia pun tidak tahu hal-ihwalnya engko itu."
"Apakah kedua surat keterangan itu masih ada, suhu?" tanya satu murid.
"Justru kedua surat itu yang membuat sulit padaku," sahut sang guru. "Duduknya begini: Pertama-tama aku mesti sesalkan mataku, yang seperti buta, hingga aku tak dapat kenali wajah manusia. Baru pada musim rontok tahun yang lalu, satu sahabat menyampaikan berita kepadaku bahwa adiknya Bin Cu Yap sudah rampungkan pelajaran silatnya, bahwa adik ini, mengetahu kandanya binasa ditangan aku, dia hendak cari aku untuk menuntut balas. Tentu saja, aku lantas berdaya untuk selamatkan diriku. Turut penyelidikanku, Tiang Pek Sam Eng bersahabat rapat dengan Bin Cu Hoa itu. Tiga jago dari Tiang Pek San itu ada kenalanku untuk banyak tahun, kami bersahabat rapat, cuma sudah belasan tahun, kami tak bertemu satu sama lain. Aku masih ingat bagaimana diwaktu muda kami bekerja dan hidup bersama dalam dunia Rimba Hijau, maka itu, ingin aku minta perantaraannya. Demikian, aku telah berangkat mencari Tiang Pek Sam Eng. "
Salah satu murid menyelak: "Jadi ketika tahun lalu suhu pergi ke Liautong, hingga seantero tahun Suhu tidak berada di rumah, sebenarnya suhu lagi urus perkara ini?"
"Benar," Ciau Kong Lee manggut. "Aku telah pergi ke Liautong untuk cari Tiang Pek Sam Eng dirumahnya. Ketika itu adalah akhir tahun, hawa udara sangat dingin, aku duga dua saudara Su mesti berada dirumahnya. Tidak
468 kebetulan untuk aku, aku tidak lantas dapat menemui kedua saudara itu. Turut keterangan orang dirumahnya, mereka kebetulan dipanggil oleh Kiu Ong-ya di Kian-ciu-wie. Tapi sudah telanjur, terpaksa aku menantikan. Selang beberapa hari Su Peng Kong dan Su Peng Bun Barulah pulang. Bukan main girangku bertemu sama sahabat-sahabat lama, demikian juga dua saudara itu."
"Tidak ayal lagi, aku tuturkan maksud kedatanganku. Untuk itu, perlu aku jelaskan duduknya permusuhanku dengan keluarga Bin itu. Su Peng Kong berjanji suka menolong aku, malah ia bertepuk dada memastikan urusan bakal beres. Karenanya, aku serahkan dia dua surat keterangan itu. Peng Kong bilang, kedua surat itu perlu diperlihatkan kepada Bin Cu Hoa. Ia malah kata, pabila Cu Hoa sudah lihat surat-surat itu, tidak nanti dia punya muka untuk menuntut balas lebih jauh, mungkin dia akan minta orang perantaraan untuk menghaturkan maaf padaku, serta untuk mohon agar aku tidak siarkan cerita kebusukan kakaknya itu. Alasannya Peng Kong itu masuk diakal, aku percaya padanya."
"Dua saudara itu layani aku dengan telaten dan gembira sekali, hingga aku suka berdiam lamaan dirumahnya. Aku pun sedang punyakan tempo terluang. Setiap hari kami pergi berburu atau pergi menonton wayang. Kemudian pada suatu hari, Peng Kong omong kepadaku bahwa bintangnya kerajaan Beng sudah guram, selagi kami mempunyai kepandaian silat, kenapa kami tidak mau mencari junjungan baru, katanya. Dia hunjuk, kami bakal peroleh pangkat besar, anak-isteri hidup mewah dan agung. Tidakkah kami bakal jadi menteri pendiri kerajaan? Aku tercengang mendengar ajakan itu. Aku tanya apa kami bakal pergi menghamba kepada Giam Ong ? Peng Kong tertawakan aku, dia bilang Giam Ong adalah berandal rumput dan tidak bakal peroleh kemajuan. Dia lalu menjebutkan kerajaan Boan, yang katanya angkatan perangnya kuat, rangsumnya banyak, bahwa bangsa asing itu bakal segera datang menyerbu. Dia kata, kalau aku suka terima ajakannya, dia dua saudara bakal pujikan aku kepada Kiu Ongya, supaya aku diterima bekerja. Mendengar itu, tiba-tiba saja aku jadi gusar, hingga aku tegur mereka, mereka sebenarnya bangsa apa, kenapa sebagai cucu Uy Tee, mereka suka menjadi kacung bangsa asing! Aku katakan, apa dengan begitu kami tidak akan jadi cucu yang berdosa besar dan setelah mati, mana kami ada muka untuk bertemu dengan leluhur kita?"
Mendengar ini, Sin Cie manggut-manggut sendirinya. "Dia seorang cerdas, dia dapat bedakan yang benar dan
tidak benar," pikirnya. Maka ia kagumi orang she Ciau ini.
"Untuk sementara itu, kami bentrok," Ciau Kong Lee melanjutkan penuturannya itu. "Di hari kedua, kami baik pula seperti biasa dan mereka berdua kembali berlaku ramah-tamah dan perlu. Peng Kong akui kemarin ia sinting, tak tahu dia, dia sudah ngoceh apa, dia minta aku tidak buat pikiran. Kami adalah sahabat-sahabat dari belasan tahun, tentu saja urusan demikian dapat kami bikin habis. Lagi belasan hari aku berdiam di Liautong, Baru aku pulang."
"Benar-benar aku tidak sangka, dua saudara Su itu adalah dua ekor srigala atau anjing! Teranglah, bukan mereka pergi pada Bin Cu Hoa untuk akuri kita, mereka justru ciptakan gelombang, mereka sengaja ogok orang she Bin itu, hingga Bin Cu Hoa bersiap sedia untuk satroni aku. Selama setengah tahun, aku masih belum ketahui rahasianya dua saudara Su itu, sampai sekarang ini, mereka muncul dengan mendadakan dikota Lamkhia ini, malah Bin Cu Hoa telah undang orang-orang liehay untuk bantu
470 dia. Aku percaya, dua surat keterangan itu tentu masih berada pada dua saudara Su itu. Sudah berselang banyak tahun sejak kejadian itu, maka sekarang ini, mereka yang menjadi saksi, yang ketahui perkara, tentu sudah menutup mata atau entah dimana tinggalnya mereka sekarang apabila mereka masih hidup. Tanpa bukti dan saksi, bagaimana aku bisa bela diri? Tentu sekali, Bin Cu Hoa tidak nanti percaya aku. Malah mungkin, dia bakal jadi semakin gusar dan akan tuduh aku mengarang cerita untuk fitnah kandanya itu. Aku heran sikapnya dua saudara Su itu. Kami toh bersahabat kekal, umpama mereka ingat bentrokan, tapi kami sudah baik pula. Kenapa sekarang mereka datang bersama Bin Cu Hoa ? Aku duga mereka semua ingin tumpas pihakku."
Mendengar keterangan itu, dua puluh empat muridnya Ciau Kong Lee jadi sangat gusar, gusar terutama terhadap dua saudara Su, sehingga ingin diaorang tempur mereka itu.
"Sabar," Ciau Kong Lee bilang. "Sekarang pergi kamu undurkan diri. Ingat, apa yang aku terangkan kepada kamu ini, jangan kamu bikin bocor. Saking terpaksa saja, aku telah buka rahasia ini kepada kamu semua. Aku sudah berjanji sama Uy Bok Toojin, untuk tutup rahasianya Bin Cu Yap, aku hendak menetapkan janji. Lebih suka aku merekalah yang tak berkepantasan daripada aku yang menyalahi janji!" ia menghela napas. "Pergi kamu panggil sumoay dan suteemu!"
Dengan wajah masih gusar, murid-murid itu pergi keluar. Tapi menyusul keluarnya mereka, moielie lantas tersingkap pula dan sekarang datangnya satu nona umur enam atau tujuh belas tahun serta satu bocah usia delapan atau sembilan tahun.
Si nona bercucuran air mata, ia berseru memanggil "Ayah!" lantas ia tubruk Ciau Kong Lee.
471 Ayah itu usap-usap rambut gadisnya, untuk sekian lama, ia tak dapat bicara. Si anak sendiri telah menangis sesenggukan.
Si bocah mengawasi dengan pentang mata lebar-lebar, tak tahu ia kenapa encienya itu menangis.
"Apakah ibumu telah siapkan segala apa?" Kong Lee tanya kemudian.
Nona itu tidak menjawab, ia cuma manggut.
"Jikalau nanti adikmu tambah usianya, kau baik-baik ajari dia bersekolah dan meluku," kata ayah itu pula. "Tetapi ingat, jangan perkenankan dia turut dalam ujian untuk memperoleh pangkat. Juga jangan kau ajarkan pula dia ilmu silat."
"Adik justeru perlu belajar ilmu silat, supaya dibelakang hari dia dapat menuntut balas," kata si nona.
"Ngaco!" Kong Lee membentak. "Apakah kau hendak gaduh aku hingga aku mati gusar!" Tapi cuma sedetik saja, dia melanjuti dengan sabar : "Didalam Rimba Persilatan, saling mendendam dan saling membalas, entah sampai kapan habisnya! Maka itu tak ada lebih baik daripada menjadi rakyat jelata yang lurus dan damai selama hidup kita. Dasarnya adikmu tidak sempurna, jikalau dia belajar silat, tidak nanti dia mendapat kepandaian yang berarti, tidak separuh dari semua kepandaianku. Lihat contohnya aku sendiri, aku telah terdesak begini rupa, sehingga aku tidak bakal akhirkan usiaku secara damai. ....Ah, tak dapat aku tunggu kau hingga kau berumah-tangga, ini adalah ganjalan untuk hatiku....Pergi kau beritahukan mereka semua, setelah aku mati nanti, urusan Kim Liong Pang kita baik semuanya diserahkan kepada Kho Siokhumu yang menjadi Hu-pangcu, biar mereka semua dengar titahnya " Sin Cie heran.