"Wan sutee, benar-benar kau tidak mengerti barang sedikit juga kitab ilmu dagang! Saat ini ada saatnya harga barang bisa dikasi naik, kenapa kau tidak hendak gunai ketika menaikinya? Coba kau menghitung....Jangan kuatir kau menyebutkan harga berapa juga, orang toh bakal memakannya!"
Sin Cie tahu, toasuheng itu sangat jemu terhadap Cio Liang Pay dan sekarang saudara ini hendak lampiaskan hatinya, walaupun ia kurang setuju, akan tetapi dimana toasuheng itu ada beserta, ia mesti beri kemerdekaan kepada toasuheng itu.
"Baiklah toasuheng, aku turut kau," ia bilang. Ia batal menotok sadar empat korbannya itu.
"Keluarga Un ini, ditempat kediamannya ini, telah menganggu sangat pada sesama penduduknya," Uy Cin lantas berkata, "mereka melepas hutang dengan bunga berat, mereka memeras juga. Diempat dusun dari Kie-ciu ini, suara penasaran memenuhi jalanan! Selama dua hari ini aku telah bikin penyelidikan dengan jelas sekali. Maka itu Wan sutee, jikalau kau hendak obati orang, kau mesti minta angtiap berisi. Tentu sekali, jumlah uang itu kita sendiri tidak inginkan, aku hanya hendak gunai itu untuk tolong penduduk sini yang pernah dan sedang menderita karena keluarga Un ini!"
Sin Cie percaya perkataannya sang toasuheng mengenai kejahatannya keluarga Un, ia sendiri telah membuktikannya disaat pertama kali ia sampai di Cio-liang. Tidak ada orang yang sudi berikan ia keterangan waktu ia tanyakan alamatnya keluarga itu, agaknya semua orang sangat jemu dan jeri. Ia juga telah saksikan bagaimana Un Cheng labrak orang-orang yang minta keadilan dari pihak mereka.
"Benar, toasuheng!" sahutnya, yang hatinya tergerak. "Memang penduduk sini telah menderita sangat. Bagaimana suheng hendak berbuat?"
Uy Cin mengetik atas biji-biji shuiphoanya, yang dikasi turun dan naik, mulutnya pun mengoceh: "Liok siang it kie ngo cin it, sam it sam sip it, jie it tiam cok ngo," demikian seterusnya.
Siau Hui rupanya telah biasa dengan lagak lagunya supeh itu, ia melainkan bersenyum, tidak demikian dengan Sin Cie yang Baru pertama kali ia bertemu suhengnya, walau ia merasa lucu, ia diam saja. Adalah pihak Cio Liang Pay, yang jadi sangat mendongkol, kemendongkolan mana tak dapat mereka lampiaskan.
Ceng Ceng adalah satu kecuali, meski juga ia ada anggauta asli dari keluarga Un, ia sampai tertawa cekikikan.
Uy Cin telah habis mengitung, ia goyang kepalanya. "Wan Sutee, aku telah hitung uang pengobatanmu,"
katanya. "Menolong satu jiwa, ongkosnya empat-ratus pikul
beras putih."
"Empat ratus pikul?" Sin Cie tegasi.
"Tidak salah! Empat ratus pikul beras putih nomor satu yang mulus, tidak boleh kecampuran kendati juga sebutir pasir dan sepotong pesak hancur, dan dacinnya, gantangnya, batoknya, tidak boleh ada yang dipalsukan!" suheng itu beri kepastian. Ia bicara tanpa perdulikan Beng Tat setuju atau tidak, senang atau tidak.
"Disini ada empat orang, maka jumlah semua jadi seribu enam ratus pikul?" Sin Cie tegaskan pula. Uy Cin tertawa.
"Wan Sutee, kau pandai menghitung didalam hati!" kata dia. "Kau menghitung tanpa pakai shuiphoa, kau bisa lantas menjumlahkan, seorang empat ratus pikul, empat orang jadi seribu enam ratus pikul."
Mendengar kata guru itu, Hie Bin kata dalam hatinya : "Apanya yang aneh? Aku juga bisa menjumlahkan itu tanpa pakai pesawat hitung lagi!"
Si semberono ini tidak tahu gurunya lagi bergurau.
Kemudian Uy Cin awasi Beng Tat dan kata pada jago tua itu: "Besok pagi kau sediakan itu beras seribu enam ratus pikul, aku ingin bagi-bagikan itu kepada penduduk sekitar sini, satu orangnya stau gantang. Begitu lekas kau telah sediakan cukup seribu enam ratus pikul maka suteeku ini bakal bikin sadar empat adikmu itu!"
Disini tidak ada perdamaian lagi dan Beng Tat cuma tahu menurut.
"Dalam tempo begini pendek bagaimana bisa dikumpulkan beras demikian banyak?" berkata ketua Cio Liang Pay itu. "Semua persediaan didalam rumahku juga tak lebih dari tujuh - atau delapan puluh pikul."
"Ongkos pemeriksaan penyakit sudah ditetapkan, pemotongan harga tidak dapat diberikan," Uy Cin bilang. "Akan tetapi aku suka memandang kepadamu, aku suka beri keringanan ialah pembayaran dengan angsuran. Begini, asal kau selesai membagi empat ratus pikul, kami tolong satu orang, kau membagi sampai delapan ratus pikul, kami tolongi orang yang kedua, demikian seterusnya. Umpama kau tidak sanggup membuat persediaan, kami suka memberi tempo sampai sepuluh hari atau setengah bulan, atau setengah tahun sampai satu tahun. Suteeku ini, asal dia diundang, tentu dia bakal datang untuk menolong, tidak nanti dia main beri alasan ini dan itu."
"Empat saudaraku ini, bergerak pun tidak mampu, cara bagaimana mereka dapat menanti sampai setengah bulan?" pikir Beng Tat. "Tidak bisa lain, aku mesti turuti kehendaknya." Maka ia lantas berikan jawabannya : "Baik, besok aku akan mulai membagi beras itu!"
Uy Cin tertawa.
"Tuan, kau sungguh seorang dagang yang baik sekali!" ia memuji. "Sedikitpun kau tidak meminta pengurangan. Maka jikalau lain kali ada barang baik, aku minta sukalah sembarang waktu kau berhubungan denganku!"
Beng Tat berdiam saja walaupun orang terus menerus permainkan ia, tapi karena pembicaraan sudah beres, ia lantas saja ngeloyor kedalam meninggalkan tetamu-tetamu tak diingini itu.
Sin Cie lantas kasi hormat pada Un Gie dan Ceng Ceng. "Sampai besok!" katanya.
Pemuda ini tahu, Beng Tat membutuhkan pertolongannya, hatinya tenteram akan antapkan ibu dan anak itu berdiam terus dirumahnya itu.
Kemudian empat orang itu, dengan gembira, dengan bawa emas, meninggalkan rumahnya Beng Tat, akan kembali kepondokan mereka dirumah si orang tani.
Tatkala itu sudah fajar,mereka tidak lantas masuk tidur, hanya Siau Hui terus pergi kedapur, untuk siapkan barang hidangan, kemudian sambil bersantap, mereka duduk pasang omong tentang kemenangan mereka, semuanya gembira sekali. "Wan Sutee," berkata Uy Cin sambil angkat mangkok mie-nya, "baru-baru ini aku dengan suhu omong bahwa suhu telah terima satu murid baru, yang usianya masih sangat muda, berhubung dengan itu, aku telah bicara main- main dengan jie suhengmu Poan Sek San-long Kwie Sin Sie suami-isteri, bahwa murid-murid kami, umpama murid kepala, sudah berusia tiga-puluh lebih, sekarang dengan tiba-tiba suhu berikan mereka satu siau-susiok, paman kecil, tidakkah mereka nanti pada merasa likat dan itu akan mengakibatkan kesulitan? Aku tak sangka sutee, kau begini liehay, jangan kata aku, toa-suhengmu, telah ketinggalan jauh, juga jie-suhengmu, yang didelapan belas propinsi belum pernah ada tandingannya, turut penglihatanku, masih tak dapat tandingkan kau. Maka dibelakang hari, kemajuannya Hoa San Pay kita, kebesarannya akan mengandal kepada kau seorang. Disini tidak ada arak, baik aku berikan selamat dengan kuah mie ini saja!"
Benar-benar toasuheng yang jenaka ini bawa mangkok mie kemulutnya, akan hirup kuahnya!
Sin Cie berbangkit dengan tergesa-gesa, diapun segera minum kuah mie-nya.
"Dengan kebetulan saja hari ini aku beruntung peroleh kemenangan," berkata ia," maka toasuheng, tidak berani aku terima pujianmu ini. Malah aku hendak minta agar selanjutnya sukalah kau berikan aku pelbagai pengunjukan."
"Sikapmu yang merendah dan berhati-hati ini, untuk dalam Rimba Persilatan, sukar didapat," berkata dia. "Lekas duduk, mari kita dahar!"
Uy Cin gunai sumpitnya beberapa kali, lalu ia berpaling kepada Hie Bin. "Asal kau peroleh satu bagian saja dari kepandaiannya pamanmu," katanya," kau akan dapat gunai itu untuk seumur hidupmu!"
Hie Bin telah saksikan liehaynya Sin Cie, sejak itu ia telah kagumi sangat pamannya ini, benar ia semberono, akan tetapi mendengar kata-kata gurunya, mendadakan ia dapat satu ingatan baru, lalu dengan tiba-tiba ia berlutut didepan paman cilik itu, akan manggut beberapa kali.
"Aku mohon siau-susiok berikan pengajaran kepadaku," ia memohon.
Dengan tergesa-gesa, Sin Cie berlutut juga, untuk membalas hormat.
"Jangan, jangan, tak berani aku terima hormatmu ini!" kata ia. Ia pun lantas angkat bangun sutit itu. (Dibelakang hari, karena ingat budinya Cui Ciu San, yang telah ajarkan ia silat dan tolong jiwanya, Sin Cie ajarkan juga Hie Bin beberapa rupa ilmu kepandaian, setelah mana, orang semberono ini selanjutnya telah jadi berubah bagaikan seorang lain).
Habis bersantap, empat orang ini masuk juga untuk tidur, tapi mereka tak dapat beristirahat lama, sang pagi sudah lantas datang, Baru saja mereka bangun, diluar sudah ada suara orang mengetok pintu, kemudian masuklah satu orang yang membawa karcis namanya Un Beng Tat. Dia ini undang Uy Cin berempat.
"Kamu pandai sekali membikin penyelidikan," kata Tong-pit Thie-shuiphoa sambil tertawa. "Dengan lekas sekali kamu telah dapat ketahui tempat mondok kami!"
Lantas mereka dandan dan ikut utusan Beng Tat itu. Ketika sebentar kemudian mereka tiba dirumah keluarga Un, disana sudah berkumpul banyak sekali penduduk kampung, sedang dilain pihak, dengan saling-susul, datang tukang-tukang pikul dari dalam kota yang angkut beras. Beng Tat sudah kirim orang-orangnya kedalam kota Kie- ciu, untuk beli beras itu.
Kota Kie-ciu ada sebuah kota besar di Ciatkang timur, kotanya pun makmur, akan tetapi untuk beli beras mendadak demikian banyak, sulit juga. Beras ada tapi segera orang menaiki harga, hingga Beng Tat mesti membayar lebih mahal beberapa ratus tail perak.
Lebih dahulu Toayaya ini minta Uy Cin periksa jumlah berasnya, habis itu, ia mulai membagi-bagikannya kepada sekalian penduduk kampung. Mereka ini belum tahu duduknya hal, mereka semua heran kenapa tidak hujan tidak angin, jago-jago yang jahat dan kejam itu mendadak- sontak menjadi dermawan dan mengamal beras demikian banyak.